Nabiel Makarim: Kalau Datanya Tidak Siap, Kita Cuma Berkelahi Saja
Utama

Nabiel Makarim: Kalau Datanya Tidak Siap, Kita Cuma Berkelahi Saja

Di tengah hiruk-pikuk kampanye presiden, persoalan lingkungan akhir-akhir ini menyita perhatian publik. Mulai dari pengesahan Perpu No. 1 tahun 2004 tentang Pertambangan, sampai yang paling anyar, pencemaran Teluk Buyat.

Oleh:
Tri
Bacaan 2 Menit
Nabiel Makarim: Kalau Datanya Tidak Siap, Kita Cuma Berkelahi Saja
Hukumonline

 

Malah seorang ahli hukum kita, Daud Silalahi, mengatakan ini sudah berbau pemerasan.  Sekarang surat ini, kembali lagi tidak ada tanda tangan.  Saya terima kopinya (salinannya, red), tidak ada tanda tangan.  Maksudnya apa?  LSM yang punya kredibilitas kok suratnya tidak ditandatangan? 

 

Kedua secara substansi, banyak yang tidak benar.  Dalam soal Freeport, dikatakan bahwa saya malah menyarankan pembuangan tailing ke laut. Ini tidak benar, yang pernah saya katakan jangan bukan buang ke laut, tapi ditahan di darat baru kemudian dibuang ke laut. Nah selanjutnya, tergantung kemampuan teknologinya untuk menahan itu. 

 

Begitu juga soal ekspor pasir laut, dikatakan dalam surat mereka bahwa KLH mengatakan bahwa penambangan pasir laut tidak membahayakan lingkungan.  Dan saya juga dikatakan telah mendesak Deperindag supaya ekspor pasir laut dibuka.  Ini jelas tidak masuk akal.  Kami selalu mengatakan tidak boleh kok malah dikatakan malah mendesak. 

 

 

Selain itu statemen mereka itu ditujukan ke pribadi saya bukan institusi, dengan tanpa tanda tangan, dengan ancaman.  Jadi mereka ini sudah masuk ke politik. Banyak yang melihat ini sebagai persiapan mereka untuk  mengajukan calonnya, nanti sebentar lagi keluar. 

 

Cara ini yang banyak digunakan PKI.  Saya dari SMP sudah (berkecimpung di soal) politik, jadi saya sudah tahu. Awal 60-an kalau PKI mau memasukkan orangnya, si pejabat itu dideskreditkan istilahnya dulu pakai salah urus, salah duduk, itu istilah mereka.  Jadi, mereka tidak pakai istilah yang sama, tapi caranya sama.  Sekarang kita tunggu saja.  Dan mereka terlalu sembrono mengatakan saya memaksa Deperindag untuk buka kran ekspor pasir laut. Itu terlalu sembrono, bohongnya kejauhan, sehingga kalau saya mau bawa ke pengadilan, mencemarkan nama baik dengan mudah.  Saya sudah tanya sama para ahli hukum kita bahwa hal itu bisa. 

 

Soal Teluk Buyat?

 

Tentang Teluk Buyat, PT. Newmont sudah selesai dan mereka mau pindah.  Walhi bicara dengan kami bahwa disana ada masalah dan kami akan turun tapi tidak bisa langsung turun musti cari datanya.  Datanya (Walhi, red) berlawanan.  Kami dapat informasi dari Walhi, tapi kami juga cek kepada Puskesmas setempat, universitas, pemda, kami juga mengadakan penelitian dengan BPPT.  Jadi kalau dikatakan saya tidak berbuat apa-apa tidak benar.  Karena pada saat dia mau ngajak, saya bilang tidak bisa. Datanya mesti dikumpulkan dulu, sehingga kalau kita ketemu masyarakat dan perusahaannya, kita tidak buta. 

 

Jadi, masalah jangan simpang siur, kita harus tahu betul. Misalnya Walhi mengatakan anak sakit karena keracunan.  Puskemas mengatakan karena kurang makan.  Kalau datanya tidak siap, kita cuma berkelahi saja.  Jadi kalau sudah clear baru kesana.  Ini bilang tujuh hari, itu tidak mungkin.  Bahwa saya tidak berbuat apa-apa, bohong juga. 

 

Kenapa PT. Newmont dalam laporan KLH mendapat (label hijau) hijau, padahal pencemaran di Teluk Buyat diduga kuat berasal dari PT. Newmont? 

 

Pertama proper itu terbuka, siapapun boleh masuk lihat datanya. Setiap kami datang ke perusahaan ada berita acaranya, tanda tangan dia dan tanda tangan kita, semua datanya terbuka, kemudian dicek dengan satu kriteria. Kriteria itu ada dasar hukumnya semua.  Jadi, kalau kita main-main di lapangan bisa dicek dan itu terbuka.  Berdasarkan semua itu, Newmont mendapatkan hijau. Silahkan datang, kami tetap memberikan mereka hijau.

 

Begitu juga dengan penambangan di kawasan lindung, sebelumnya ada 151 kasus dan akhirnya keputusannya hanya 13.  Nah itu keberhasilan atau kegagalan?  Tergantung kita, banyak yang mengatakan itu keberhasilan.  Tapi kalau absolut kita tidak bisa. Kita hidup di masyarakat, kita harus lihat kekuatan politik, segala macam. 

 

Hal lain, kasus lingkungan di republik ini ada ratusan, mungkin sampai ribuan.  Harus memilih, tidak bisa memilih ini pemda, ini KLH lalu ada yang tidak, yang strategis diselesaikan.  Di catatan kami sudah banyak yang berhasil.  Ini kasus yang merupakan kasus prioritas yang kami tangani.  Dan kasus dugaan pencemaran merkuri di Teluk Buyat sudah dimasukan tapi belum tercetak.  Ini sudah berhasil semuanya. 

 

Dengan adanya perseteruan antara anda dengan para aktivis lingkungan bukankah akan melemahkan perjuangan untuk melestarikan lingkungan?

 

Justru itu sangat disayangkan, makanya saya minta kepada mereka baliklah ke lingkungan, kita kerja sama.  Tidak ada tuntut menuntut, kita kerja sama, soalnya lingkungannya masih rusak. 

 

Kalau soal yang 13, sekarang sudah keputusan pemerintah.  Pendapat saya, kalau sudah keputusan pemerintah harus satu.  Kalau saya begini, nanti menteri yang lain pendapatnya lain, tidak jalan pemerintahannya.  Sekarang keputusannya 13, ya sudah 13.  Yang pertama kita cek amdalnya dari 13 itu.  Kedua, kita akan duduk untuk meminimalisasi dampaknya.  Pertanyaan kemudian, apakah bisa dihindari penggunaan bagian hutan lindung dari daerah yang diberikan kepada mereka, bisa tidak dihindari?  Kalau bisa bagus, kalau tidak, sesedikit mungkin.  Ketiga, kita akan tetap mengadakan pengawasan di sana, supaya kita mengawasi terus.  

 

Lalu bagaiamana soal belum adanya peraturan soal penertiban pertambangan?

 

Undang-undang No. 23/ 1997 mengatakan: siapa yang merusak ada sanksinya pidana, perdata, dan terus harus rehabilitasi.  Apakah rusaknya di awal  atau di akhir sama saja, rusak.  Kenapa harus dibedakan?  Kalau kita punya waktu, bagus.  Tapi sekarang yang penting jangan bikin peraturan lagi.  Peraturan yang ada ditegakkan, itu lebih baik. 

 

Anda terlibat ketika pemerintah menyetujui 13 perusahaan pertambangan untuk diberikan hak konsensi menambang di hutan lindung?

 

Itu pertempuran di dalam. Tadinya 50 (perusahaan), kemudian jadi 22 dan jadi 13 itu saja dipatok.  Pernah jadi 9, kemudian 13 lagi.  Jadi itu memang perbedaan, tapi tidak apa-apa.  Dalam pemerintahan perbedaan pendapat biasa, yang penting pada saat diputuskan semua harus committed, kalau tidak, tidak jalan pemerintahan.  Sementara mengenai penanganan perkara di bidang lingkungan sebenarnya dari tahun ke tahun selalu naik terus.  Ini sebetulnya sudah fakta-fakta bahwa kita sudah kerja, bisa dicek. 

 

Apa benar salah satu faktor mengapa pada akhirnya adanya persetujuan Itu terungkap karena ketakutan gugatan dari para investor pertambangan?

 

Kemungkinan. Katanya kita baru kena (kasus Karaha Bodas, Indonesia harus membayar AS$291 juta karena membatalkan proyek listrik Karaha Bodas, red).  Selain memang investment tambang melorot waktu itu, jadi hal ini mau dipaksakan. 

 

Apakah nantinya tidak menjadi buah simalakama (berbuah gugatan juga) mengingat dari 50 investor ternyata hanya 13 investor yang disetujui? 

 

Resikonya dikurangi. Pilihannya bukan di kita, pilihannya disana (Departemen Pertambangan). Orang-orang tambang sudah tahu resikonya yang mana.  Jadi yang disetujui mereka (investor) yang sudah invest, dan menaruh uang disana.   

 

Berdasarkan analisis ahli lingkungan sebenarnya secara hukum, kalaupun pemerintah tidak mengijinkan pembukaan tambang di kawasan hutan lindung tidak akan bisa digugat?

 

Itu pemerintah dulu, saya belum pernah duduk sama orang-orang itu.  Saya sebenarnya ingin tahu ceritanya.  Pada saat mereka mau tanda tangan semestinya tahu.  Itu yang saya bilang, kecelakaan sejarah. Itu bukan salah undang-undangnya. UU No. 41 tahun 1991 sudah betul.  Tetapi bukan kesalahan investornya, investornya bukan di tempat hutan lindung pada saat invest. 

 

Urutan peristiwanya yang merupakan kecelakaan sejarah.  Masalah tambang dan hutan lindung sudah dari tahun 80-an.  Tahun 1979 ada satu perusahaan di Sumatera. Dirutnya lihat ada potensi minyak tapi dia lihat tempat itu juga potensi hutan lindung.  Dia tulis dua surat, satu ke menteri penambangan minta ijin untuk nambang minyak disitu, tulis surat ke Pak Emil saran supaya untuk hutan lindung, jadi masalah waktu itu.  Perusahaan minyak itu Caltex.  Akhirnya solution-nya ngebornya miring dari luar. 

 

Apa benar saat ini Indonesia tidak memiliki data analisis pertambangan ?  Karena di negara-negara lain ada pembatasan tertentu berapa jumlah hasil bumi, mineral yang bisa digali. 

 

Mestinya ada.  Tetapi sebenarnya yang ada pun jualnya susah, banyak negara yang ngeluh soal pajak di Indonesia sampai 60 persen, sedangkan di negara-negara Amerika Latin cuma di bawah 30 persen.  Kemudian ada KKN segala macam. 

 

Bagaimana keputusan terakhir tentang proyek Ladia Galaska?

 

Masih ada perbedaan pendapat sampai sekarang ini.  Tetapi akhirnya kita menunggu keputusan dari Presiden. Dari proyek Ladia Galaska yang kita mau disain itu dirubah supaya tidak menimbulkan dampak, Amdalnya diserahkan ke komisi pusat.  Presiden mungkin mau supaya keputusan segera diambil. Dengan adil beliau kasih perintah ke gubernur buat disain yang tidak menimbulkan dampak, amdalnya masukkan ke KLH. 

 

Presiden juga kasih intruksi ke saya, dari awal untuk membuat guide jangan sampai disainnya merusak lingkungan.  Kita awasi, tapi disain yang mau dipakai, tidak terjadi.  Kalau kita menang kita tidak pernah merayakan, tapi kalau kita kalah nangis-nangis.  Kita jadi orang unhappy terus.  Kita dulu bertempur soal sodetan sungai Citandui.  Pada saat itu didrop proyeknya karena kita bilang tidak.  Tidak ada yang berpesta pora, tidak ada yang senang.  Dua minggu yang lalu saya bertemu presiden memberitahu ini lho jalannya.  Saya setuju, saya juga mohon ijin nanti kalau keluar saya ngomong sama wartawan.  Saya keluar, ngomong sama wartawan, besoknya dimuat.  Lusanya gubernur menanggapi positif.  Kita ketemu dengan gubernur di (Hotel) Grand Melia kira-kira 10 hari yang lalu kita berhasil.  Coba lihat ini banyak kok yang kita berhasil. 

 

Presiden juga sudah mengatakan kepada saya untuk segera bikin sidang terbatas untuk hal ini.  Perintahnya sudah ada kira-kira 3 minggu yang lalu. 

 

Bagaimana terhadap penanganan kasus-kasus lingkungan selama ini?

 

Dalam bidang lingkungan kita ini kayak kena storm-nya gede, tetapi kita harus fokus yang strategis sambil membuat tatanan dan jangan penanganan kasus-kasus.  Sekarang tatanannya melibatkan pemerintah daerah (Pemda), kita sudah lihat kemajuan di pemdanya.  Pamong praja sudah menerapkan good governance di daerah, tahun 1996 diambil total yang sama overtime 1996.  Dia naik, tapi pada waktu reformasi jebol, turun.  Setelah kami mulai lagi sudah naik, ini sama juga.  Tapi bikin tatanan tidak bisa sehari tapi sudah jalan.  Itu kasus. 

 

Kalau kita lihat penaatan, perusahaan-perusahaan yang tadinya tidak taat menjadi taat, itu di proper.  Ini sampai ditiru negara lain, kita yang mulai.  Yang (label) biru naik 36 persen, merahnya turun 12 persen, hitamnya turun.  Pada awalnya 24 persen yang biru, terakhir sudah 60 persen, ini pabrik yang sama.  Nanti ditambah lagi, berikutnya tambah lagi, tapi membandingkan yang sama.  Intinya bagaimana membuat perusahaan taat dengan alternatif instrumen karena penegakan hukumnya susah. 

 

Kita label (warna) terus  ke media, masyarakat tahu, itu kelabakan perusahaannya.  Dan ternyata pasar modal itu beraksi, ternyata bank bereaksi, dan pembeli yang diekspor juga bereaksi.  Dulu ada perusahaan tekstil yang besar di Solo, dia dapat order dari NATO.  Pada waktu dapat merah, langsung dapat surat dari mereka.  Kalau dapat merah lagi, kontraknya batal.  Lihat perjanjian nomor sekian, langsung mereka kerja siang malam.  Ada yang datang ke saya mengeluh: gara-gara Bapak taruh saya merah saya mau expand, saya bilang: itu tujuannya supaya kalian hidupnya susah karena tidak taat. 

Tak heran kalau Kementerian Lingkungan Hidup banyak mendapat sorotan akhir-akhir ini. Publik mempertanyakan sikap dan ketegasan kementerian tersebut dalam menangani berbagai persoalan lingkungan. Beberapa LSM bahkan sampai mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap kinerja Nabiel Makarim, menteri negara lingkungan hidup (Meneg LH). Menurut mereka, Nabiel tidak tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan yang terjadi di negeri ini.

 

Namun bukan Nabiel kalau tidak bereaksi atas tudingan dari lembaga LSM lingkungan tersebut. Menurut Nabiel, apa yang dilakukan aktivis lingkungan tersebut tak lebih dari trik politik untuk menjungkalkan dirinya. Tunggu saja, sebentar lagi juga ada nama baru yang mereka akan dukung. Ini cara-cara PKI, ujarnya.

 

Selain menanggapi berbagai sikap aktivis LSM Lingkungan yang ditudingnya telah bermain ke areal politik, dalam wawancara dengan hukumonline beberapa waktu lalu, Nabiel juga memaparkan berbagai langkah yang telah diambil kementerian yang ia pimpin dalam rangka penegakkan  hukum di bidang lingkungan hidup. Berikut ini petikan wawancara dengan Nabiel Makarim.

 

Bagaimana awalnya perseteruan anda dengan dengan para aktivis LSM Lingkungan ?

 

Ada tiga hal. Pertama prosesnya, yaitu surat mereka pada tanggal 7 Juli, dan tanggal 3 Juli 2004, kami menerima surat dari 3 LSM ini yang tidak ditandatangani.  Isinya tentang teluk buyat, yang bernada ancaman.

 

Kira-kira isinya begini, kalau dalam 7 hari saya tidak ke Teluk Buyat dia akan membuat mosi tidak percaya terhadap semua kinerja Kementerian LH.  Ini tidak ada hubungannya, ini ancaman. 

Halaman Selanjutnya:
Tags: