Sebelumnya, JPU ad hoc menuntut Pranowo agar dihukum lima tahun karena terbukti melakukan pelanggaran HAM berat saat terjadi kerusuhan Tanjungpriok tahun 1984 lalu. Majelis yang diketuai Adriani Nurdin berpendapat, Pranowo tidak terbuti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan apa yang disebutkan JPU dalam dakwaan kedua.
Dalam pertimbangan hukumnya, mejelis menyatakan dakwaan pertama—merampas kemerdekaan--juga tidak terbukti. Perampasan kemerdekaan, ujar majelis, tidak terbukti karena tahanan yang ada di Pomdam V Jaya dilengkapi surat perintah penahanan. Pranowo dianggap hanya menerima titipan tahanan dan ia hanya bertanggung jawab terhadap persoalan akomodasi.
Menurut majelis, penyiksaan yang dilakukan tidak menimbulkan kesakitan atau penderitaan yang berat pada korban. Sehingga, penyiksaan yang dialami korban saat ditahab di Pomdam V Jaya itu bukan merupakan penyiksaan dalam konteks pelanggaran HAM berat seperti yang didakwakan. Perlakuan itu, di mata majelis, hanya merupakan pelanggaran HAM biasa, sehingga bukan merupakan yurisdiksi pengadilan HAM ad hoc.