Salah Tafsir ‘Kerugian Konstitusional', Judicial Review UU Parpol Kandas
Utama

Salah Tafsir ‘Kerugian Konstitusional', Judicial Review UU Parpol Kandas

Permohonan judicial review Undang-Undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik yang diajukan partai yang tidak lolos verifikasi selalu kandas. Kali ini menimpa Partai Reformasi Indonesia.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Salah Tafsir ‘Kerugian Konstitusional', <i>Judicial Review</i> UU Parpol Kandas
Hukumonline

 

Sehingga (klaim pemohon) tidak memenuhi pengertian kerugian sebagaimana dimaksud oleh pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No. 24 Tahun 2003. Oleh karena mana, Mahkamah berpendapat pemohon tidak memiliki legal standing untuk bertindak sebagai pemohon, simpul majelis hakim dalam petitumnya.

 

Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi itu menyebutkan bahwa pemohon merupakan pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang. Ayat (2) menegaskan bahwa Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya.

 

Sosialisasi

Meskipun mengajukan permohonan judicial review Undang-Undang Parpol terhadap UUD 1945, pemohon juga mencantumkan permohonan lain yang bukan berupa pengujian. Hasugian dan Rusli meminta agar MK agar mengeluarkan perintah untuk sosialisasi UUD 1945 hasil amandemen kepada seluruh subjek hukum/orang. Sehingga masyarakat tahu hak dan kewajiban mereka berdasarkan konstitusi.

 

Pemohon juga meminta MK menyatakan Keppres No. 70 Tahun 2001 tidak setingkat undang-undang, sekaligus mengesampingkan dan membatalkan Keppres tersebut. Pada bagian lain, pemohon meminta MK memerintahkan agar pemilu dilaksanakan dengan undang-undang. Lantas, bagaimana dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu?

Pemilu legislatif dan pilpres tahap satu sudah lewat. Tapi Mahkamah Konstitusi (MK) baru menjatuhkan putusan atas permohonan judicial review Undang-Undang Partai Politik. Dalam sidang yang berlangsung Jum'at (20/8) pagi, MK menyatakan tidak dapat menerima (niet onvankelijk) permohonan yang diajukan pengurus pusat Partai Reformasi Indonesia (PRI).

 

Adalah SM Hasugian dan H.A Rusli, masing-masing ketua umum dan Sekjen PRI, yang mengajukan judicial review Undang-Undang No. 31 Tahun 2002. Dalam permohonannya, Hasugian dan Rusli meminta agar MK menetapkan PRI sebagai peserta Pemilu 2004. Tapi sebagaimana diketahui, permohonan mereka dinyatakan tidak dapat diterima. Mengapa?

 

Ini antara lain menyangkut kerugian konstitusional alias hak konstitusional pemohon yang dirugikan. Dalam permohonannya, Hasugian dan Rusli mengklaim bahwa hak konstitusional mereka dirugikan. Sebab, partai yang mereka dirikan, PRI, tidak bisa menjadi peserta Pemilu 2004. Penyebabnya antara lain karena tim verifikasi tidak menetapi ketentuan pasal 29 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 2002. Di sini disebutkan bahwa verifikasi mestinya dilakukan selama sembilan bulan. Nyatanya hanya dilakukan enam bulan. Kebijakan itu dinilai pemohon merugikan hak konstitusional mereka.

 

Namun, majelis hakim yang dipimpin Prof. Jimly Asshiddiqie berbeda pendapat dengan pemohon. Dalam petitumnya, MK memang mengakui bahwa pemohon punya kepentingan dengan Undang-Undang No. 31/2002. Cuma, kerugian yang diklaim pemohon bukanlah kerugian akibat berlakunya Undang-Undang Parpol tersebut, melainkan akibat keputusan yang diambil Departemen Kehakiman dan HAM.

Tags: