Putusan Hakim Soal Kompensasi Tanjungpriok Mengandung Kelemahan
Berita

Putusan Hakim Soal Kompensasi Tanjungpriok Mengandung Kelemahan

Kompensasi yang diberikan majelis hakim dalam sidang Sutrisno Mascung dianggap tidak rasional. Hingga saat ini belum ada putusan hakim yang memberi rehabilitasi bagi korban Tanjungpriok, padahal sudah ada pelaku yang dihukum.

Oleh:
Mys/Gie
Bacaan 2 Menit
Putusan Hakim Soal Kompensasi Tanjungpriok Mengandung Kelemahan
Hukumonline

 

Kedua, hakim dinilai tidak cermat dalam mengabulkan kompensasi 13 korban atas dasar surat permohonan yang dibuat Kontras bahwa ke-15 korban belum pernah menerima uang islah dari pihak ketiga atau pelaku. Kontras menilai petitum majelis salah karena Kontras tidak pernah mengeluarkan pernyataan mengenai hal tersebut.

 

Ketiga, hakim seharusnya tidak menjadikan pemberian uang atau barang oleh pelaku atau pihak ketiga sebagai bentuk restitusi. Sebab, restitusi seyogianya harus didasarkan pada putusan pengadilan bukan melalui mekanisme di luar hukum.

 

Dalam pernyataannya, Kontras juga menilai bahwa pengadilan adhoc HAM tanjungpriok belum sepenuhnya memeriksa pihak-pihak lain yang harus bertanggung jawab atas peristiwa itu. Para terdakwa yang dihadapkan ke persidangan dianggap bukan para pengambil keputusan. Sehubungan dengan itu, pekan lalu sejumlah lembaga pemerhati hak asasi manusia juga sudah mendatangi Gedung Mahkamah Agung meminta agar lembaga tertinggi pengadilan itu memperhatikan vonis pengadilan yang rata-rata membebaskan para terdakwa.

Pengadilan adhoc HAM PN Jakarta Pusat sudah menghukum sebagian terdakwa kasus pelanggaran HAM berat Tanjungpriok. Selain menghukum, majelis hakim juga mewajibkan adanya pemberian kompensasi kepada korban atau keluarganya. Bahkan dalam putusan atas terdakwa Sutrisno Mascung Cs, majelis hakim lebih maju dengan menyebutkan perhitungan kompensasi dan jumlah orang yang mendapatkannya.

 

Jika sebelumnya Elsam memuji putusan majelis sebagai suatu kemajuan pengadilan HAM, maka Kontras berusaha mengkritisi putusan pemberian kompensasi tersebut.

 

Tapi format perhitungan kompensasi yang diputuskan majelis hakim dinilai Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengandung kelemahan. Pada putusan Sutrisno Mascung Cs hakim memutuskan memberikan kompensasi terhadap 13 dari 15 korban yang telah mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung. Namun nilai kompensasinya tidak rasional, baik standar menghitung maupun besarannya, kata Koordinator Badan Pekerja Kontras Usman Hamid, di Jakarta, Rabu (25/8) siang.

 

Dalam putusannya atas perkara Rudolf Butar-Butar dan Sutrisno Mascung Cs, hakim memang memenuhi hak-hak korban lewat kompensasi. Hakim memutuskan dalam bentuk kompensasi dengan pertimbangan bahwa bahwa para terdakwa tidak mampu dan ketika peristiwa Tanjungpriok 12 September 1984 berstatus aparat negara. Jadi, dengan kompensasi berarti negaralah yang akan membayar kepada para korban.

 

Argumen hakim dalam menjatuhkan putusan pemberian kompensasi dinilai Usman mengandung tiga masalah pokok. Pertama, hakim mengurangi jumlah korban yang mengajukan kompensasi dari 15 menjadi 13 orang. Alasan hakim, dua nama lagi tidak diajukan Yayasan Penerus Bangsa (YPB). Kontras menilai YPB justeru didirikan oleh para pelaku dan korban pendukung islah. Sehingga kredibilitas lembaga itu, di mata Kontras, patut diragukan, bukan malah menjadi bahan pertimbangan putusan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: