Curah Pendapat
Pemerintah Gus Dur Belum Serius Tangani Ekonomi
Berita

Curah Pendapat
Pemerintah Gus Dur Belum Serius Tangani Ekonomi

Jakarta, hukumonline. Curah pendapat yang dilakukan di luar gedung DPR/MPR menjadi ajang kritik. Anggota DPR yang berbicara pada acara itu menyorot kebijakan pemerintah Abdurrahman Wahid di bidang ekonomi-politik-hukum. Gus Dur dinilai belum serius tangani masalah ekonomi.

Oleh:
Tri/Fat/APr
Bacaan 2 Menit
<font size='1' color='#FFOOOO'><b>Curah Pendapat</b></font><BR>Pemerintah Gus Dur Belum Serius Tangani Ekonomi
Hukumonline

Bambang Sudibyo, mantan Menteri Keuangan, memberikan pidato pengantar permasalahan pada forum "Curah Pendapat" anggota MPR/DPR di Graha Niaga, Jakarta yang dimulai pada Sabtu (11/11). Curah pendapat ini dihadiri sekitar 300 peserta dengan 100 peninjau. Forum ini menurut Kwik Kian Gie, sang penggagas, untuk memberikan sumbang pemikiran bagi pemerintah.

Menurut Bambang, Indonesia sekarang ini mengalami national headache yang disebabkan oleh weak foundation industrial civilizedness. Rendahnya fondasi masyarakat industri Indonesia, rendahnya stabilitas politik dan restrukturisasi ekonomi, serta tingginya economic crimes, dan banyaknya bentuk-bentuk separatisme di Indonesia  menghambat proses recovery Indonesia untuk keluar dari krisis.

Bambang menambahkan bahwa sampai saat ini, ia belum melihat keseriusan yang dilakukan oleh pemerintahan Gus Dur dalam mengantarkan Indonesia ke masa transisi. "Yang terpenting sekarang bukanlah tim ekonomi, melainkan tim politik sosial dan keamanan," cetusnya.

Bambang berpendapat bahwa indikator-indikator ekonomi Indonesia sudah membaik, seperti meningkatnya ekspor dan bertambahnya cadangan devisa. Namun persoalannya menurut Bambang, bagaimana melakukan mencegah kejahatan ekonomi terhadap pelaku ekonomi yang membuat Indonesia ke jurang kesengsaraan. "Sekarang yang terpenting bagaimana mempertahankan survival of the nation Indonesia sendiri," ujarnya.

Ekonomi kerakyatan

Senada dengan Bambang, beberapa anggota dewan yang melakukan curah pendapat pada kesempatan ini menegaskan bahwa yang terpenting pada saat ini adalah meningkatkan orientasi framework ekonomi Indonesia ke ekonomi kerakyatan. Pasalnya, selama ini hal tersebut sepertinya belum menjadi perhatian dari Pemerintahah Abdurrahman Wahid.

Anggota DPR, antara lain mencontohkan, rendahnya anggaran sektor pertanian sejumlah Rp2,3 triliun pada tahun anggaran 2001. Padahal sektor pertanian memberi andil besar yang menolong bangsa Indonesia untuk bertahan dalam krisis. "Bahkan, ada suatu departemen (kelautan-red) yang anggarannya lebih rendah dari anggaran perjalanan Presiden ke luar negeri. Padahal orientasi sektor kelautan menjadi orientasi kita pada saat ini," jelas Samuel Koto dari Komisi III.

Samuel menambahkan, kita janganlah terlalu mendiskusikan hal-hal besar,  sedangkan masalah rakyat dilupakan. Misalnya, portofolio konglomerat di bank BRI sampai mencapai 50%. Padahal kredit BRI ditujukan untuk perekonomian rakyat. "Sungguh suatu ironi," tegas Koto.

Halaman Selanjutnya:
Tags: