Belajar Merintis Pendidikan Hukum Lanjutan Dari Korsel
Jeda

Belajar Merintis Pendidikan Hukum Lanjutan Dari Korsel

Tidak jauh berbeda dengan yang kini bergulir di Indonesia, dunia hukum di Korea Selatan juga tengah menjelang diterapkannya sistem pendidikan hukum yang baru. Pendidikan hukum yang akan dimulai pada 2008 tersebut, akan menghapuskan sistem ujian advokat yang dilaksanakan selama ini.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Belajar Merintis Pendidikan Hukum Lanjutan Dari Korsel
Hukumonline

Menteri Pendidikan dan Sumber Daya Manusia Korsel menyatakan bahwa pemerintah akan menentukan perguruan tinggi dan universitas mana saja yang memenuhi syarat untuk menyelenggarakan pendidikan hukum pada 2006. Lantaran tidak banyak universitas yang akan diizinkan menyelenggarakan pendidikan ini, maka universitas negeri dan swasta di seluruh penjuru Korsel saling berlomba untuk mempersiapkan diri agar dapat menjadi kampus yang terpilih.

Sebenarnya, ide pembentukan sistem sekolah hukum telah menjadi wacana sejak 1995, yaitu sejak pemerintahan Presiden Kim Young-sam. Tetapi, ide ini sempat gagal karena semua unsur peradilan Korsel, termasuk advokat, menentangnya dengan keras. Banyak advokat yang sebelumnya memprotes meningkatnya jumlah orang yang lulus ujian advokat.

Sementara di sisi lain, masyarakat yang memperjuangkan pembaharuan peradilan di Korsel menuntut kuota yang lebih besar bagi mahasiswa pendidikan hukum untuk menjamin pelayanan yang lebih baik kepada publik.

Kembali pada kondisi di Tanah Air, ide untuk melaksanakan pendidikan hukum dan pengujian yang integral bagi semua profesi hukum bukanlah hal yang baru. Dalam salah satu rekomendasi kebijakan reformasi hukum yang dikeluarkan Komisi Hukum Nasional (KHN) pada Desember 2003 diusulkan realisasi lembaga pengujian profesi hukum terpadu untuk semua profesi hukum sebagai lembaga pengujian yang permanen.

KHN juga menyebutkan bahwa pendidikan dan pelatihan profesi hukum harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam pengujian calon profesi hukum. Pendidikan dan pelatihan profesi hukum tersebut mencakup pendidikan dan pelatihan, baik yang bersifat umum maupun khusus bagi advokat, jaksa dan hakim. Sedangkan, rencana aksi yang dapat ditempuh adalah mengusulkan desain kurikulum silabus materi pendidikan dan pelatihan calon profesi hukum terpadu.

Rekomendasi KHN juga menyebutkan perlu dirumuskannya kedudukan dan wewenang lembaga pengujian profesi advokat yang merupakan perwakilan dari seluruh organisasi profesi advokat melalui Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI). Untuk hal ini, rencana aksi yang dapat ditempuh adalah dengar pendapat ke DPR melalui perwakilan dari masing-masing organisasi profesi advokat dalam menjalankan substansi UU Advokat.

Namun, rekomendasi tinggalah rekomendasi. Realisasi pendidikan hukum bagi calon advokat–-apalagi yang sifatnya terpadu-–tidaklah semudah membalik telapak tangan. Bahkan, Korsel membutuhkan masa transisi empat tahun untuk mengimplementasikan secara penuh pendidikan hukum tiga tahun bagi para calon profesional hukum. Mudah-mudahan hal ini bisa menjadi pelajaran bagi KKAI dan para calon advokat bahwa masalah pendidikan hukum bukanlah sesuatu yang bisa dirumuskan dan diterapkan secara instan.

Pendidikan hukum bergaya Amerika ini merupakan sistem yang dihasilkan oleh Komite Pembaharuan Peradilan. Sebanyak 16 orang dari 21 anggota Komite ini menyepakati bahwa pemerintah akan menyelenggarakan pendidikan hukum selama tiga tahun. Seperti dikutip dari The Korea Times, perdebatan mengenai masalah ini sudah berlangsung setahun lamanya.

Komisi Pembaharuan Peradilan akan menyerahkan hasil kerja mereka tersebut kepada Ketua Mahkamah Agung, dan setelah itu dikirimkan kepada Presiden Korsel Roh Moo-hyun untuk mendapatkan persetujuan akhir.

Menurut rencana, kuota bagi sekolah-sekolah hukum akan ditentukan sebanyak 1.200 mahasiswa untuk tahun pengajaran perdana. Jumlah tersebut sama dengan jumlah mahasiswa yang lulus ujian advokat yang diselenggarakan tiap tahunnya. Ke depannya, jumlah kelulusan ujian advokat akan diturunkan setiap tahun yaitu mulai 2008 sampai dengan penghapusan ujian advokat secara penuh pada 2013.

Salah seorang anggota Komite menyatakan bahwa sistem sekolah hukum didesain untuk mengembangkan lebih banyak lagi advokat, jaksa, dan hakim yang berkualitas. Pasalnya, sistem ujian advokat yang mereka terapkan selama ini, dinilai telah gagal berfungsi dengan baik.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon peserta pendidikan hukum juga tidak mudah. Calon peserta yang telah berstatus sarjana (undergraduate degree) diizinkan untuk mengikuti tes masuk sekolah hukum. Tes ujian masuk ini juga akan mempertimbangkan hal-hal lainnya seperti indeks prestasi, hasil tes kecakapan bahasa asing, hasil tes kemahiran dari sekolah hukum, serta aktifitas sosial maupun sukarela yang pernah dijalani.

Tags: