Pengadilan Menolak Gugatan Gus Dur
Utama

Pengadilan Menolak Gugatan Gus Dur

Setelah gagal di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, upaya hukum Gus Dur lewat jalur perdata pun akhirnya kandas. Tindakan KPU tidak bertentangan dengan undang-undang, sehingga tidak memenuhi unsur perbuatan melawan hukum.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Menolak Gugatan Gus Dur
Hukumonline
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dalam sidang Selasa (12/10), menolak seluruh gugatan KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dan Departemen Kesehatan. Dalam sidang yang diri sejumlah petinggi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), majelis hakim berkesimpulan bahwa cukup alasan untuk menolak gugatan Gus Dur. Gugatan penggugat berasalan untuk ditolak, tandas majelis hakim pimpinan Cicut Sutiarso dalam petitumnya.

Dalam pertimbangannya, majelis mengacu pada pasal 22E ayat (5) UUD '45 yang berbunyi : Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Aturan konstitusi itu kemudian dijabarkan lewat Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Pilpres.

Masalahnya, kata majelis, baik UUD '45 maupun Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tidak menjelaskan secara rinci persyaratan teknis untuk bisa menjadi calon presiden atau wapres. Sebagai lembaga yang diberi mandat oleh undang-undang, maka KPU perlu membuat aturan rinci. Kemudian lahirnya sejumlah SK KPU antara lain No. 26, No. 31 dan No. 37 Tahun 2004.

Mengutip keterangan saksi ahli Prof. Harun Alrasyid, majelis berpendapat bahwa SK tersebut masih berlaku sepanjang belum dicabut oleh lembaga yang berwenang. Faktanya pada April lalu, MK dan MA sudah menolak pengujian yang diajukan oleh Gus Dur, baik terhadap SK KPU maupun terhadap Undang-Undang Pilpres.

Jadi, demikian kesimpulan majelis, keputusan KPU menyatakan Gus Dur tidak memenuhi syarat sehat jasmani dan rohani untuk menjadi capres, tidak bertentangan dengan undang-undang. Oleh karena, unsur bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku  tidak terbukti, maka unsur-unsur lain dari perbuatan melawan hukum (PMH) tidak perlu dibuktikan lagi. Kok bisa? Majelis berpendapat unsur-unsur PMH bersifat limitatif-kumulatif. Jika salah satu unsur tidak terpenuhi, maka unsur lain tak perlu dibuktikan lagi. 

hadi

Materi yang diperiksa dan diputus majelis adalah gugatan Gus Dur menyangkut pemberlakuan SK KPU No. 26 dan No. 31 Tahun 2004. Kedua SK tersebut berkaitan dengan petunjuk teknis penilaian syarat sehat jasmani dan rohani calon presiden atau wakil presiden. Tim kuasa hukum Gus Dur menilai SK itu telah mengebiri hak-hak Gus Dur sebagai warga negara untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Gus Dur diajukan PKB berpasangan dengan Marwah Daud Ibrahim.

Namun, hasil pemeriksaan IDI yang dijadikan rujukan oleh KPU menunjukkan bahwa Gus Dur tidak memenuhi syarat sehat jasmani dan rohani untuk menjadi calon presiden pada Pemilu 2004.

Itulah yang kemudian dipersoalkan Gus Dur lewat pengadilan. Dalam gugatannya, mantan Presiden tersebut menilai KPU, IDI dan Departemen Kesehatan telah melakukan perbuatan melawan hukum. Gus Dur meminta ganti rugi materiil Rp1.000 dan immaterial Rp1 triliun.

Kebenaran formal

Oleh karena masalah ini menyangkut politik, majelis hakim tampaknya agak berhati-hati dalam membuat pertimbangan. Sebab, perkara senada pernah ditangani oleh Mahkamah Agung  (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut majelis, kewenangan PN Jakarta Pusat sebatas menyangkut perdata, yang akan dilihat dari sisi kebenaran formal. Dengan demikian yang akan diperiksa apakah tergugat I (KPU) dan tergugat II (PB IDI) dan turut tergugat (Depkes). Majelis menguji gugatan dari unsur-unsur perbuatan melawan hukum.

Tags: