Tiga Lembaga Ajukan Draf Revisi UU Pokok Agraria
Utama

Tiga Lembaga Ajukan Draf Revisi UU Pokok Agraria

Draf revisi Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) diajukan oleh BPN, Universitas Trisakti dan Pokja beberapa LSM. Adanya draf ‘tandingan' merupakan bentuk ketidaksetujuan terhadap versi BPN.

Oleh:
Gie
Bacaan 2 Menit
Tiga Lembaga Ajukan Draf Revisi UU Pokok Agraria
Hukumonline

Tetapi, konsultasi tersebut malah menemui jalan buntu yang akhirnya masing-masing pihak membuat draf masing-masing untuk merevisi UUPA.  Sementara itu, Gunawan tidak mempermasalahkan draf yang diusung oleh pihak Trisakti.

Pasalnya, ia mengakui bahwa draf yang diajukan Trisakti merupakan draf yang bagus. Hanya saja, dalam draft yang antara lain disusun oleh Budi Harsono tersebut lebih mengutamakan segi positivisme hukum semata. Sedangkan pihak Pokja lebih melihat revisi tersebut dari ideologi UUPA.

Intinya UUPA sudah bagus, hanya belum mengakomodir semua permasalahan, ujar Gunawan kepada hukumonline usai Konvensi Internasional Penguasaan Tanah dan Kekayaan Alam di Indonesia (12/10).

Mengurangi hak atas tanah

Lebih jauh menurut Gunawan yang aktif di Pusat Kajian Agraria Institut Pertanian Bogor mengatakan revisi UUPA yang diajukan oleh BPN lebih berpihak pada negara dan pemodal.

Selain itu, dalam draf revisi UUPA versi BPN, hak-hak atas tanah akan di sederhanakan menjadi dua bagian, yaitu hak milik dan hak pakai. Padahal, dalam UUPA sendiri telah mengenal berbagai macam hak atas tanah seperti hak milik, hak pakai, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak mengelola hasil hutan dan lainnya.

Inilah yang menurut Gunawan akan menyisihkan hak-hak yang ada untuk rakyat dan dikhawatirkan negara akan lebih leluasa untuk memberikan hak pakai pada pemodal dengan jangka waktu yang lama.

Usep Setiawan dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menambahkan, untuk mengurangi hak-hak atas tanah yang sudah ada bukanlah hal yang mudah. Kekhawatiran untuk memberikan ruang bagi penanam modal besar akan semakin besar.

Menurut Usep, dalam draf BPN, hak pakai untuk penanam modal akan diperpanjang menjadi 50 tahun. Padahal dalam UUPA, hak pakai tersebut hanya berjangka waktu selama 25 tahun. Perpanjangan tersebut bisa saja mendatangkan modal besar tetapi dampak bagi lingkungan maupun masyarakat adat sekitarnya akan makin termarjinalkan. 

Revisi Undang-undang No.5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA) telah diajukan ke Departemen Kehakiman dan tengah memasuki tahap pembahasan. Diperoleh informasi ada tiga draf yang berasal dari institusi yang berbeda. Usulan perubahan UUPA tersebut datang dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), Universitas Trisakti dan Kelompok Kerja dari gabungan LSM.

Sebelumnya, revisi UUPA memang menjadi kewenangan bagi BPN setelah dikeluarkannya Keppres 34 No. Tahun 2003 tentang penyempurnaan UUPA. Namun, munculnya dua draf tandingan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaksetujuan terhadap draf revisi UUPA yang disusun BPN.

Menurut Gunawan Wiradi, salah seorang penggagas revisi UUPA dari Pokja Gabungan, mengemukakan substansi revisi UUPA versi BPN banyak yang kontroversial dan lebih banyak mengubah ketimbang merevisi.

Inilah yang kemudian mendorong pihak LSM pemerhati masalah agraria merasa perlu untuk membuat draf ‘tandingan' yang dapat disejajarkan dengan versi BPN. Menurut Gunawan, sebelum draf tandingan dibuat, beberapa LSM sudah bertemu pihak BPN dan meminta agar tidak mengubah secara drastis UUPA.

Tags: