Pengakuan atas Delapan Organisasi Advokat Tidak Bersifat Limitatif
Utama

Pengakuan atas Delapan Organisasi Advokat Tidak Bersifat Limitatif

Meskipun menolak seluruh permohonan pengujian terhadap Undang-Undang Advokat yang diajukan APHI, Mahkamah Konstitusi justeru membuat tafsir penting berkenaan dengan organisasi advokat yang diatur dalam pasal 32 ayat (3).

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Pengakuan atas Delapan Organisasi Advokat Tidak Bersifat Limitatif
Hukumonline

 

Lulusan PTHM dan PTIK

Masalah lulusan Perguruan Tinggi Hukum Militer (PTHM) dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) juga mendapat perhatian dari majelis sebagai respon atas judicial review penjelasan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Advokat. Dalam permohonannya APHI mendalilkan bahwa anggota TNI dan Polri yang lulus dari PTHM atau PTIK terikat pada unity command. Kalau mereka menjadi advokat, maka mereka tidak akan bersifat bebas dan mandiri.

 

Majelis hakim konstitusi berpendapat, masalah lulusan PTHM dan PTIK harus dikaitkan dengan pasal 3 ayat (1) yang menyatakan bahwa untuk dapat diangkat sebagai advokat seseorang harus memenuhi syarat antara lain bukan pegawai negeri atau pejabat negara. Menurut MK, anggota TNI dan Polri adalah pegawai negeri. Selama status PNS itu tidak ditanggalkan, mereka tidak bisa menjadi advokat. Jika status itu dilepas, maka mereka tidak lagi terikat pada unity command.

 

Dalam proses pembuatan Undang-Undang Advokat, dewan mensejajarkan lulusan PTHM dan PTIK dengan sarjana hukum karena kurikulum dan silabus kedua lembaga pendidikan itu memang tidak berbeda dari Fakultas Hukum. Lagipula, untuk diangkat menjadi advokat seseorang masih harus menempuh seleksi standar profesi, baik lulusan PTHM dan PTIK maupun lulusan Fakultas Hukum.

 

Bagaimana dengan  hak advokat mendapatkan informasi dari instansi atau pejabat? APHI mempersoalkan mengapa tidak ada sanksi bagi pejabat atau instansi yang tidak memberikan informasi yang diminta advokat. Jika tak ada sanksi, maka aturan pasal 17 itu tidak akan efektif.

 

Tetapi MK berpendapat lain. Tidak semua ketentuan hukum yang tercantum dalam seluruh pasal harus langsung disertai dengan sanksi. Sebagai perbandingan, KUHAP mengatur berbagai kewajiban kepada polisi dan jaksa, toh sanksinya tidak dimuat. Namun demikian, tidak berarti bahwa aparat tersebut tidak dapat dijatuhi sanksi jika melalaikan kewajibannya, tandas majelis.

Dalam permohonannya, Asosiasi Penasehat Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (APHI) memang mempersoalkan substansi pasal 32 ayat (3) Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 yang hanya menyebut delapan organisasi advokat. Kedelapan organisasi itu--Ikadin, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, HKPM dan APSI--oleh undang-undang diberi hak dan wewenang menjalankan tugas organisasi advokat. Ketentuan yang hanya ‘mengakui' delapan organisasi advokat itu dinilai APHI diskriminatif.

 

Argumen APHI memang ditepis majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Namun demikian, dalam sidang pembacaan putusan Senin (18/10) lalu, MK justru membuat tafsir penting mengenai pasal 32 ayat (3) tentang organisasi advokat. Jika membaca pasal tersebut secara sepintas memang dapat ditafsirkan seolah-olah tersirat adanya perlakuan yang diskriminatif terhadap organisasi advokat tertentu, tetapi setelah dilihat proses pembahasannya, tidak ada maksud pembuat undang-undang untuk mengadakan perlakuan diskriminatif, papar MK dalam putusannya.

 

Lebih lanjut MK menegaskan bahwa penggunaan frase ‘untuk sementara' pada  pasal 32 ayat (3) harus dibaca tidak limitatif hanya pada delapan organisasi yang disebut. Akan tetapi terbuka pada organisasi advokat lain yang telah terbentuk sebelum Undang-Undang a quo diundangkan, ujar majelis.

 

Masalahnya, apakah ada organisasi advokat lain yang terbentuk sebelum Undang-Undang Advokat disahkan DPR? MK menjelaskan bahwa Undang-Undang Advokat sudah disusun sejak 1999. Pada saat itu, hanya ada beberapa organisasi kepengacaraan. Namun setelah RUU-nya disusun hingga dibahas di Senayan, muncul beberapa organisasi baru yang diantaranya merupakan pecahan dari organisasi yang telah ada.

Halaman Selanjutnya:
Tags: