Escape from Cipinang: Tiga Tahun Kisah Pelarian Roger Earp
Jeda

Escape from Cipinang: Tiga Tahun Kisah Pelarian Roger Earp

Potret lemahnya sistem keamanan penjara di Indonesia.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
<i>Escape from Cipinang</i>: Tiga Tahun Kisah Pelarian Roger Earp
Hukumonline

Rapat Kerja Komisi III DPR dengan jajaran Departemen Hukum dan HAM beberapa waktu lalu tak banyak menyoroti masalah lembaga pemasyarakatan (LP). Laporan Ditjen Pemasyarakatan pun hanya apa adanya. Salinan bahan raker yang diperoleh media ini menunjukkan, Ditjen Pemasyarakatan hanya menyinggung soal pemindahan tahanan-tahanan GAM dari Aceh ke sejumlah LP di Pulau Jawa.

Soal frekuensi kaburnya tahanan yang lumayan sering tak disinggung sama sekali. Tak ada rekapitulasi kasus pelarian napi sepanjang dua tiga tahun terakhir; tak ada pula jumlah napi yang berhasil ditangkap kembali. Bisa jadi, banyak napi yang tak berhasil dikembalikan ke hotel prodeonya. Bahkan bukan mustahil kasusnya perlahan hilang dari ingatan para petinggi penjara dan kepolisian, seperti hilangnya jejak pelarian sang napi.

Salah satu kisah pelarian yang berbau skandal besar dan mungkin sudah dilupakan adalah kaburnya Michael Roger Earp dan Mrs MM Abdalla. Desember tiga tahun lalu, kedua gembong narkotika internasional itu berhasil lolos dari LP Cipinang dengan berbekal vonis Mahkamah Agung (MA) palsu. Jaksa, pengacara, hakim dan panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur terseret-seret urusan hukum karena kisah pelarian itu.

Tulisan tentang pelarian Roger Earp dan Mrs Abdalla ini hanya sekedar mengingatkan bahwa dunia kepenjaraan kita begitu rapuh; bahwa dengan segala cara napi pun akan berusaha melarikan diri. Fenomena semacam ini toh bukan hanya terjadi di penjara Indonesia, tetapi juga di luar negeri.  

Vonis PK Palsu
Michael Roger Earp dan Mrs MM Abdalla berhasil melarikan diri dari LP Cipinang pada Desember 2001. Tetapi kasus itu baru terbongkar dua bulan kemudian, tepatnya 18 Februari 2001.

Saat itu, Ketua PN Jakarta Timur Suhartono baru usai menjalani cuti. Begitu masuk kerja ia didatangi Adil Wahyu Wijaya, seorang Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Jakarta Timur. Adil menanyakan tembusan permohonan peninjauan kembali (PK) atas nama Michael Roger Erap dan Mrs Abdalla yang dia terima 10 Desember 2001. Adil menilai surat tembusan itu aneh karena tidak disertai berkas atau salinan putusan.

Suhartono memerintahkan Saudin Napitupulu, Wakil Panitera, melacak berkas yang diminta JPU. Putusannya tak ketemu. JPU Adil kembali menanyakan, tetapi jawaban panitera tidak menggembirakan. Berkas putusan PK Earp dan Abdalla ketelingsut, begitu jawaban panitera. Adil penasaran, begitu pula Suhartono. Ketua PN Jakarta Timur itu makin curiga karena Saudin tak kunjung menghadap.

Tags: