Status Kepemilikan Tanah Pasca Gempa Tidak Serta Merta Hilang
Berita

Status Kepemilikan Tanah Pasca Gempa Tidak Serta Merta Hilang

Bencana Tsunami dipastikan menghilangkan banyak dokumen penting milik warga masyarakat. Walaupun sertipikat tanah telah lenyap maupun musnah, hak milik atas tanah korban gempa masih dapat diperoleh.

Oleh:
Gie
Bacaan 2 Menit
Status Kepemilikan Tanah Pasca Gempa Tidak Serta Merta Hilang
Hukumonline

 

Kalau seseorang mempunyai hubungan hukum dengan tanah, tentunya akan dilindungi, tegas Maria saat dihubungi hukumonline (3/1). Ada beberapa cara yang mungkin dilakukan oleh korban yang selamat, keluarga maupun ahli waris dari korban yang sudah meninggal.

 

Menurut Maria, langkah awal sehubungan dengan kepemilikan tanah di daerah pasca gempa dimulai dari menyelamatkan dokumen-dokumen milik Kanwil/Kantor Pertanahan yang tersebar di 11 daerah di Aceh. Apabila dokumen-dokumen di Kanwil setempat masih ada, maka menurutnya hal tersebut dapat mempermudah pihak korban untuk mengurus kembali status kepemilikan tanahnya. Sebab, tiap-tiap Kanwil pasti memiliki warkah-warkah yang akan digunakan sebagai bukti kepemilikan atas tanah.

 

Selain melihat warkah yang ada, Kanwil setempat akan kembali melakukan pengukuran. Apabila Kanwil BPN setempat ikut musnah dan sertipikat tanah hilang/musnah maka perlu pemetaan ulang terhadap tanah yang dimaksud. Selain itu, orang yang ingin mengakui hak atas tanahnya harus didukung pula oleh bukti-bukti yang bisa diperoleh dari Kepala Desa ataupun tetangga-tetangga setempat.

 

Kelengkapan data-data pendukung tersebut digunakan untuk menghindari adanya kepemilikan ganda atas satu bidang/areal tanah. Namun, Maria menambahkan kalau sampai ada dua orang atau lebih yang memperebutkan areal tanah yang sama maka dapat ditempuh melalui jalur mediasi. 

 

Selain korban, ahli waris dari korban bencana yang telah meninggal juga dapat meminta hak kepemilikan atas tanahnya yang terdapat di daerah bekas bencana alam.

 

Deputi Advokasi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Usep Setiawan menambahkan langkah awal yang harus dilakukan oleh BPN apabila situasi telah kembali pulih adalah melakukan identifikasi kepemilikan tanah sampai pada ahli waris maupun keluarga korban.

 

Disamping itu identifikasi yang dilakukan oleh BPN harus meliputi pula sistem penggunaan tanah tersebut bencana alam terjadi. Apakah tanah tersebut digunakan untuk rumah tinggal, lahan usaha ataupun lahan pertanian.

 

Negara hanya pengelola

Sementara itu, tentang kepemilikan tanah pasca gempa menurut Usep negara tidak dapat secara langsung menguasai tanah tersebut meskipun pemilik tanahnya sudah meninggal dunia. Kepemilikan tanah sebaiknya tetap dikembalikan ke masyarakat, jelas Usep.

 

Terlebih lagi untuk daerah yang masih dihuni oleh masyarakat adat. Sebab dalam hak masyarakat adat dikenal dengan sistem komunal dimana tanah tersebut tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat adat yang ada.

 

Dalam hal ini peran negara khususnya BPN tetap harus dijalankan. Peranan tersebut sebaiknya terbatas pada pengelolaan tanah bekas bencana saja bukan peralihan menjadi tanah negara.

Bencana alam gempa dan tsunami yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara telah meluluhlantakkan bangunan maupun harta benda milik penduduk. Bahkan, di daerah seperti Banda Aceh, Meulaboh, dan Lhokseumawe bangunan instansi pemerintah nyaris rata dengan tanah dan menghancurkan dokumen-dokumen penting.

 

Korban yang saat ini selamat dari bencana alam tersebut, umumnya telah kehilangan rumah sebagai bangunan tempat tinggal. Mereka yang menjadi korban sekeluarga, harus meninggalkan aset dan harta benda. Namun, menurut ahli hukum agraria Maria SW Sumardjono, tidak berarti korban bencana telah kehilangan hak milik atas tanah yang sebelum bencana menjadi milik mereka.

 

Dalam beberapa tahun ke depan, pembenahan kota-kota di Aceh dan Sumut akan berjalan. Sementara itu, harapan untuk korban gempa untuk dapat memiliki tanahnya kembali masih dimungkinkan. Hal ini disebabkan karena gempa bumi maupun tsunami merupakan bencana alam diluar kehendak manusia. Selain itu dalam Undang-undang No.5 Tahun 1960 tidak mengenal penghapusan hak milik atas tanah dikarenakan terjadinya bencana alam.

 

Pasal 27 UUPA

 

Hak milik hapus bila:

a.              tanahnya jatuh kepada negara,

1.              karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18;

2.              karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;

3.              karena ditelantarkan;

4.              karena ketentuan -pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2).

b.              tanahnya musnah.

 

 

 

Kecuali tanah penduduk yang terkena bencana tidak musnah, berarti masih terdapat cara-cara yang mungkin diupayakan oleh pihak korban untuk memiliki kembali tanahnya. Menurut Wakil Ketua Badan Pertanahan Nasional (BPN), Maria SW Sumardjono bencana alam yang terjadi tidak serta merta menghilangkan hak atas tanah.

Tags: