Akui Perkawinan Konghucu, DPR Minta RUU Catatan Sipil Dikaji Ulang
Berita

Akui Perkawinan Konghucu, DPR Minta RUU Catatan Sipil Dikaji Ulang

Sebagian substansi dari RUU tentang Catatan Sipil yang diusulkan oleh Konsorsium Catatan Sipil dianggap berpotensi menimbulkan bentrok antar umat beragama. Oleh karena itu, salah seorang anggota DPR menyarankan agar RUU tersebut dikaji ulang sebelum diajukan ke DPR.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Akui Perkawinan Konghucu, DPR Minta RUU Catatan Sipil Dikaji Ulang
Hukumonline

 

Menurut Nurlan, di dalam Islam anak yang lahir di luar perkawinan maka statusnya adalah anak dari ibunya dan bukan anak hasil perkawinan antara seorang ibu dan ayah. Ketentuan yang menyamaratakan status amtara anak di luar dan yang lahir dalam ikatan perkawinan, menurutnya, bisa memperbanyak kasus anak yang lahir di luar perkawainan.

 

Sebelumnya, Lies menjelaskan bahwa semangat disusunnya RUU CS adalah untuk menghapuskan diskriminasi di bidang pencatatan sipil. Terkait dengan perkawinan, ia menyatakan bahwa kantor Catatan Sipil harus mencatatkan semua perkawinan tanpa melihat pada agama pasangan yang bersangkutan. Ia kemudian merujuk pada ketentuan dalam UU No. 1/1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.

 

Mengenai prinsip non diskriminasi akta kelahiran anak luar nikah, Lies mengatakan bahwa hal tersebut sejalan dengan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial yang telah diratifikasi dengan UU No.29/1999. Di dalam Konvensi itu, jelas Lies, identitas anak di dalam akta kelahiran tidak bergantung pada status perkawinan kedua orang tuanya.

Hal tersebut mengemuka dalam rapat dengar pendapat umum antara Panitia Kerja Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Badan Legislasi DPR dengan Ketua Konsorsium Catatan Sipil Lies Sugondo dan sejumlah institusi lainnya, pada Kamis (20/10). Anggota DPR yang melemparkan kritik terhadap substansi RUU Catatan Sipil (RUU CS) di atas adalah Balkan Kaplale dari Fraksi Partai Demokrat.

 

Balkan mempertanyakan bagian dari RUU CS serta naskah akademisnya yang mengakomodir perkawinan antara penganut Konghucu. Ia menegaskan bahwa Konghucu bukanlah salah satu dari lima agama besar yang diakui di negara Indonesia. Oleh karena itu, ia mengkhawatirkan pengakuan negara terhadap perkawinan pasangan Konghucu akan dapat menimbulkan bentrokan dengan lima agama besar yang diakui.

 

Balkan juga mengkritik RUU CS yang ia anggap menjadikan kasus perkawinan antar pasangan Konghucu yang terjadi di Surabaya sebagai salah satu dasar pengaturan mengenai hal tersebut di dalam RUU. Di dalam naskah akademis RUU CS memang disebutkan bahwa Kantor Catatan Sipil di Surabaya pada 1997 pernah menolak mencatatkan perkawinan menurut agama Konghucu. Kasus ini kemudian berlanjut ke pengadilan dan pada tingkat kasasi Mahkamah Agung memenangkan gugatan kedua pasangan itu pada 2000.

 

Anak luar kawin

Kritik terhadap RUU CS juga datang dari anggota DPR lainnya yaitu Nur Syamsi Nurlan dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi. Berbeda dengan Balkan, politisi Partai Bulan Bintang ini mengkritik substansi RUU CS yang memperlakukan secara sama antara anak hasil perkawinan dengan anak di luar perkawinan. Hal demikian, menurutnya, tidak sejalan dengan aturan di dalam hukum Islam.

Halaman Selanjutnya:
Tags: