Oleh pimpinan DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), ketiga advokat asing itu--Barry Irwin, Damian Adams dan Ken Cheung–-dituding telah melanggar hukum Indonesia. Ketiganya dianggap telah menjalankan praktek advokat ilegal. Ketiga advokat asing itu kemudian dilaporkan ke pihak imigrasi, dan kepolisian. KPK juga jadi sasaran protes organisasi advokat karena dianggap tak menghormati UU Advokat.
Selain tidak ada respon yang jelas dari pihak imigrasi dan kepolisian, ketiga advokat asing itu boleh jadi sudah pulang ke AS saat para tetua organisasi advokat Indonesia masih mempersoalkan mereka.
Kedatangan pengacara Monsanto ke Indonesia itu boleh diibaratkan bagai ular menghampiri penggebuk. Pasalnya, mereka bertandang di saat sejumlah pimpinan organisasi advokat sedang galak-galaknya terhadap advokat asing. Jangankan terhadap advokat asing yang dianggap nyelonong masuk ke Indonesia seperti ketiga pengacara Monsanto, advokat asing yang legal pun sempat dibuat ketar-ketir oleh pernyataan-pernyataan Denny.
Denny dalam beberapa kesempatan, bersuara keras sehubungan dengan advokat-advokat asing yang bekerja di Indonesia, baik yang mengantungi izin resmi dari Menteri Kehakiman dan HAM (kini, Menteri Hukum dan HAM) maupun yang izinnya bodong. Ia mencap semua advokat asing itu bekerja secara ilegal karena tidak mengantungi rekomendasi dari organisasi advokat seperti yang diwajibkan oleh UU Advokat.
Apalagi, pelor Denny tidak hanya diarahkan kepada para advokat asing, tapi juga kepada pemilik kantor hukum yang memperkerjakan mereka. Denny menyebut sederet kantor hukum yang memperkerjakan advokat asing di kantor mereka. Sialnya, satu pelor Denny ternyata meleset. Kantor hukum Wiriadinata & Wiryawan yang ikut disebut Denny kena tembak.
Salah seorang pemilik kantor Wiriadinata & Wiryawan, Hoesein Wiriadinata, buru-buru mengklarifikasi pernyataan Denny yang sempat dilansir oleh sebuah harian nasional. Kebetulan, hukumonline sempat menyaksikan bagaimana keduanya sempat larut dalam dialog yang panas usai soft launch Peradi pada 23 Desember 2004.
Pada intinya, Hoesein yang juga Sekretaris Jenderal Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) keberatan dianggap memperkerjakan advokat asing. Di depan Denny ia menyatakan bahwa kantornya sudah lama tidak menyewa advokat asing. Kepada hukumonline, ia mengatakan berhenti memakai tenaga asing sejak 1999 saat Indonesia dilanda krisis moneter.
Denny berkelit dengan mengatakan bahwa sumbernya adalah daftar kantor hukum Indonesia yang beraliansi dengan kantor hukum asing yang termuat dalam The Asia Pasific Legal 500 Edisi 2004/2005 (Legal 500). Tentang itu, Hoesein menyesalkan karena Denny tidak mengkonfirmasikan hal itu kepadanya sebelum mem-blow up data tersebut ke media massa.
Tabel I: Daftar kantor hukum Indonesia yang bekerjasama dengan kantor hukum luar negeri*
FOREIGN FIRM ASSOCIATIONS* | |
FOREIGN FIRM | INDONESIAN AFFILIATES |
Allens Arthur Robinson | Wiriadinata & Widyawan |
Baker & McKenzie | Hadiputranto, Hadinoto & Partners |
Blake Dawson Waldron | Soebagjo, Jatim & Djarot |
Clifford Chance LLP | Mochtar, Karuwin & Komar |
Corrs Chambers Westgarth | Hanafiah Ponggawa & Partners |
Deacons | Brigitta I. Rahayoe & Syamsuddin |
Freehills | Soemadipradja & Taher |
Haarmann Hemmeirath | Hanafiah Ponggawa & Partners |
Herbert Smith | Hiswara Bunjamin & Tandjung |
Kelley Drye & Warren LLP | Soebagjo, Jatim & Djarot |
Minter Ellison | Makarim & Taira S. |
Norton Rose | Lubis Ganie Surowidjojo |
Rouse & Co. International | Suryomurcito & Co |
White & Case LLP | Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro |
Includes formal and informal associations. |
*Sumber: The Asia Pasific Legal 500 Edisi 2004/2005
Untuk mengetahui secara pasti mengenai data yang disajikan di dalam Legal 500, hukumonline akhirnya menelusuri data yang dimiliki Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Depkum dan HAM. Dari data yang mereka miliki, terungkap bahwa apa yang disajikan oleh Legal 500 Edisi 2004/2005 memang tidak dimutakhirkan. Dari data itu, kantor Hoesein tak lagi termasuk salah satu kantor hukum yang mempekerjakan advokat asing.
Namun, dari data itu pula diketahui bahwa sebagian besar kantor hukum yang disebutkan Legal 500 masih mempekerjakan advokat asing. Selain itu, terdapat beberapa kantor hukum Indonesia yang mempekerjakan advokat luar negeri namun tidak memiliki kerjasama resmi dengan kantor hukum luar negeri. Dari kategori yang terakhir, kantor Soewito Suhardiman Eddymurthi Kardono (SSEK) tercatat sebagai yang paling banyak mempekerjakan advokat asing yaitu lima orang.
Dari data tersebut, sedikitnya terdapat 47 advokat asing yang bekerja di kantor hukum Indonesia. Beberapa diantaranya tercatat tidak atau belum memperpanjang izinnya di Depkum dan HAM sejak 2002 dan/atau 2003. Izin tersebut, sesuai Keputusan Menkeh No.1/1997 tentang Penggunaan Konsultan Hukum Asing, harus diperpanjang tiap tahun. Jadi, mungkin saja beberapa advokat asing kini sudah tidak bekerja lagi di kantor hukum bersangkutan.
Tabel II: Advokat asing yang terdaftar di Departemen Hukum dan HAM*
No | Nama | Negara Asal | Kantor tempat bekerja |
1 | Oene Joost Marseille | Belanda | Ali Budiardjo Nugroho Reksodiputro |
2 | Theodore Bakker | Belanda | sda |
3 | Gregory John Churchill | AS | Sda |
4 | Keld Ole Conradsen** | Australia | Sda |
5 | Brian J. Wesol*** | AS | Sda |
6 | Luke David Dvine | Australia | Hadiputranto Hadinoto & Partners |
7 | Mark Cryril Innis | Inggris | Sda |
8 | Adam Leonard Barnett | Australia | Sda |
9 | Mark Terrence Houston** | Kanada | Sda |
10 | Hilton Romney King | Australia | Makarim Taira |
11 | Richard Wykeham Cornwallis | Inggris | Sda |
12 | Gregory Kingston Ranslam | AS | Sda |
13 | John Charles Cole** | Irlandia | Sda |
14 | Greg Barry Owen Beirne*** | AS | Sda |
15 | Susan E. Beaumont*** | Australia | Sda |
16 | Alexander Bruce Jackson | New Zealand | Mochtar Karuwin Komar |
17 | Frank Bullock Morgan | AS | Sda |
18 | Thomas Richard Goin** | AS | Sda |
19 | Ricki Stuart Becmann | Australia | Brigitta Rahayoe Syamsuddin |
20 | Andrew James Hilton*** | Australia | Sda |
21 | James E. Young | Kanada | Roosdiono & Partners |
22 | Amanda V.A. Callbeck*** | Kanada | Sda |
23 | Robert Bruce Cartwright*** | AS | Sda |
24 | Robert Malcolm Reid | Australia | Soemadipraja & Taher |
25 | Haydn John Dare | Australia | Sda |
26 | Sharan Kaur Gill** | Malaysia | Sda |
27 | John Rowland Tivey** | Australia | Sda |
28 | Rubini Ventouras*** | Australia | Sda |
29 | Janet Therese Taylor | AS | Kartini Muljadi & Rekan |
30 | Nicholas Malcolm Watson | Australia | Sda |
31 | Maria Isabel Tan Pederson | AS | Sda |
32 | Catherina Ivy Celosse | AS | Makes & Partners |
33 | Sean David Keenihan** | Australia | Sda |
34 | Tara Adam** | Australia | Sda |
35 | Richard Donald Emmerson | Kanada | Soewito Suhardiman Eddymurthi Kardono |
36 | Jonathan Mark Streifer | AS | Sda |
37 | Michael Scott Carl | AS | Sda |
38 | Darrel Ray Johnson | AS | Sda |
39 | Michael Davison Twomey | AS | Sda |
40 | David Kenneth Dawborn | Australia | Hiswara Bunjamin Tandjung |
41 | Andrew Ian Sriro | AS | Dyah Ersita & Rekan |
42 | Douglas Vincent Tingey** | Kanada | Soebagjo Jatim Djarot |
43 | Philip Ross Payne*** | Australia | Sda |
44 | Milan Dragutin Radman*** | Australia | Sda |
45 | Peter Gerard Fanning** | Australia | Hutabarat Halim & Rekan |
46 | Noorjahan Meurling** | Singapura | Minang Warman & Sofyan |
47 | Mark William Mcleod*** | Australia | Lubis Ganie Surowidjojo |
Catatan:
* Berdasarkan data formulir perpanjangan izin tahun 2004.
** Berdasarkan data formulir perpanjangan izin tahun 2002.
*** Berdasarkan data formulir perpanjangan izin tahun 2003.
Sumber: Diolah kembali oleh hukumonline dari data Direktorat Perdata pada Direktorat Jenderal AHU Depkum HAM.
Meski Menkum dan HAM telah menerbitkan peraturan baru terkait penggunaan advokat asing yang menggantikan SK Menkeh No.1/1997, ketentuan mengenai perpanjangan izin setahun sekali tetap dipertahankan. Paling tidak itu yang disampaikan oleh Direktur Perdata Umum Syamsuddin Manan Sinaga. Sayangnya, pihak Depkum HAM sendiri, entah kenapa, masih mengunci rapat peraturan baru itu. Bahkan, hingga artikel ini ditulis, pihak Peradipun belum memperolehnya.
Perlu diketahui bahwa advokat asing yang terdaftar di Depkum HAM hanyalah mereka yang bekerja di kantor hukum Indonesia. Sedangkan, advokat asing yang bekerja di tempat lain, misalnya di perusahaan konsultan manajemen/investasi, tidak pernah terdata. Di sinilah ironisnya, pelor yang ditembakkan Denny lagi-lagi tak mempan buat mereka.
UU Advokat ataupun peraturan yang dikeluarkan Menkum tidak menjangkau advokat-advokat asing yang membentuk perusahaan joint venture penanaman modal asing (PMA). Padahal, tidak sedikit dari perusahaan model ini yang menjalankan usaha nyaris seperti kantor hukum. Dan yang paling mencolok adalah PT CB Indonesia yang merupakan kantor perwakilan dari Coudert Brothers, sebuah kantor hukum multinasional yang berbasis di AS. Faktor ini bisa membawa kendala serius bagi Peradi dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap profesi advokat.
Jika dicermati lebih jauh, problematik seputar kiprah advokat asing sesungguhnya akibat tidak lengkapnya pengaturan di dalam UU Advokat. Larangan advokat asing untuk beracara di pengadilan, berpraktik, membuka jasa hukum atau perwakilannya di Indonesia, serta larangan memberi advis berdasarkan hukum Indonesia yang diatur dalam UU Advokat, agaknya masih jauh dari cukup. UU Advokat, ibarat payung yang bolong, belum memberikan proteksi yang paripurna bagi advokat lokal dari derasnya invasi advokat asing di era pasar bebas ini.
Peraturan perundang-undangan Indonesia terkait penggunaan advokat asing sesungguhnya tidak segalak sikap para pimpinan organisasi advokat beberapa waktu belakangan. Jika diamati lebih teliti, sikap garang organisasi advokat sebenarnya cermin dari betapa tak berdayanya peraturan, khususnya UU No.18 tentang Advokat, dalam mengantisipasi serbuan advokat asing di era pasar bebas.
Otto Hasibuan, Indra Sahnun Lubis, dan Denny Kailimang—ketiganya petinggi organisasi advokat Indonesia--akhir-akhir ini dibuat repot oleh kasus dugaan penyuapan pejabat Indonesia oleh Monsanto Company yang berbasis di Amerika Serikat (AS). Namun, bukanlah kasus suap itu yang memusingkan mereka, melainkan kehadiran tiga advokat asing yang mewakili Monsanto ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).