Nostalgia Perkara Kepailitan
Resensi

Nostalgia Perkara Kepailitan

Gebyar perkara kepailitan akhir-akhir ini memang tak seheboh enam atau tujuh tahun lalu, ketika Undang-Undang No.4/1998 tentang Kepailitan diundangkan.

Oleh:
Leo
Bacaan 2 Menit
Nostalgia Perkara Kepailitan
Hukumonline

1998-2000 adalah masa keemasan perkara kepailitan. Ratusan perkara diperiksa dan diputus oleh pengadilan niaga. Diskursus, wacana, dan tentu saja kontroversi mengenai perkara kepailitan dan putusan pengadilan niaga terus berkembang. Sayang, diskursus dan wacana yang pernah ada menguap begitu saja dan bukannya justru mendorong implementasi kepailitan yang lebih baik dan pengadilan niaga yang lebih transparan.

Buku yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta ini mencoba mengulas dan mengomentari kembali diskursus dan isu hangat yang sempat berkembang dalam enam tahun perjalanan UU No.4/1998 dan pengadilan niaga. Misalnya isu mengenai kepailitan perusahaan asuransi (hal.97), pembuktian sederhana (hal.93), permohonan pailit terhadap perseroan dalam likuidasi (hal.183), permohonan pailit yang diajukan kreditor separatis (hal.7). Buku ini merupakan dokumentasi rangkaian empat workshop yang diselenggarakan Atma Jaya bekerja sama dengan IMF antara September 2004-Januari 2005.

Nama-nama yang dipilih sebagai komentator, sebagian besar memang dikenal dan dihormati dalam ‘dunia kepailitan' di Indonesia. Tak heran, kalau analisa mereka tajam dan blak-blakan dalam menilai sebuah putusan, baik di tingkat pengadilan niaga maupun Mahkamah Agung. Analisa Eliyana misalnya. Ia secara tegas menyatakan putusan pengadilan niaga dan Mahkamah Agung di perkara Sojitz Corporation vs, PT Tirta Ria adalah salah dan bertentangan dengan Undang-Undang Kepailitan.

Menurut mantan hakim ad hoc pengadilan niaga ini, Undang-Undang Kepailitan tidak mengecualikan kreditor separatis dari kreditor yang dapat mengajukan permohonan pailit (hal.7). Komentar Eliyana ini juga diamini oleh Fred Tumbuan, pengacara senior yang ikut andil dalam merevisi Undang-Undang Kepailitan.

Sayangnya, sebagian perkara yang dibahas dalam workshop, perdebatan hukumnya boleh dikatakan ‘selesai' dengan diundangkannya UU No.37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU pada September tahun lalu yang menggantikan UU No.4/1998.

Untuk perusahaan asuransi sudah ditentukan permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan (Pasal 2 ayat(5)). Kemudian untuk perseroan dalam likuidasi telah ditentukan dalam Pasal 1 ayat(11). Artinya, kontribusi rangkaian workshop ini terhadap implementasi UU No.37/2004 ke depan mungkin kurang maksimal. Seandainya rangkaian workshop ini diadakan pada saat pembahasan UU No.37/2004 sedang hangat-hangatnya, mungkin bisa memberikan tambahan masukan yang berharga bagi pemerintah dan DPR.

Tapi kalau untuk sekedar nostalgia perkara kepailitan atau bagi pembaca yang ingin memperoleh gambaran perkara-perkara yang pernah menjadi milestone, buku ini bolehlah dijadikan acuan.  

 

Judul Buku: Analisa Putusan Kepailitan Pada Pengadilan Niaga Jakarta

Editor: Valerie Selvie Sinaga

Penerbit: Fakultas Hukum Universitas Katolik Atma Jaya

Cetakan: I, Januari 2005

Tebal: xii+347 halaman

Ketika itu, apapun yang berbau kepailitan diserbu komunitas hukum. Mulai dari seminar, buku, artikel, sepanjang berhubungan dengan kepailitan pasti laris manis. Bahkan, kabarnya permohonan untuk mendapatkan izin advokat dari pengadilan tinggi, jumlahnya melonjak drastis dibanding tahun-tahun sebelumnya. Ini tak lain karena untuk dapat beracara di pengadilan niaga—pengadilan yang memeriksa perkara kepailitan—seseorang harus memiliki izin praktik terlebih dahulu.

UU No.4/1998 adalah revisi peraturan kepailitan lawas (Faillissements Verordening, Staatsblad 1905 No.217 jo. Staatsblad 1906 No.348) yang pada beberapa bagian dinilai sudah tidak up to date. Selain itu, UU No.4/1998 dan pengadilan niaga memang didesain sebagai salah satu solusi untuk penyelesaian utang-piutang di kalangan dunia usaha dalam upaya pemulihan kegiatan usaha ketika krisis moneter melanda Indonesia (bagian menimbang UU No.4/1998).

Tags: