Belum Ada Sinyal MA Akan Dilibatkan Dalam Pembahasan RUU Peradilan Militer
Berita

Belum Ada Sinyal MA Akan Dilibatkan Dalam Pembahasan RUU Peradilan Militer

Pembinaan organisasi dan prosedur, administrasi, finansial badan-badan Pengadilan Militer nantinya bukan lagi di bawah Panglima TNI, tapi oleh Mahkamah Agung

Oleh:
CR
Bacaan 2 Menit
Belum Ada Sinyal MA Akan Dilibatkan Dalam Pembahasan RUU Peradilan Militer
Hukumonline

 

Suparno juga mengingatkan, dalam rangka penyesuaian terhadap UU No 4/2004, pembahasan RUU Peradilan Militer di DPR bukanlah yang terakhir. Sebab, masih ada UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama yang belum dirubah.

 

Pembinaan

 

Penting untuk disampaikan, seluruh fraksi DPR berharap agar revisi UU No 31/1997 dapat membawa angin segar terhadap upaya penyelesaian kasus-kasus seperti Semanggi, Trisakti, dan Peristiwa 27 Juli, yang melibatkan oknum-oknum TNI. Yang terpenting, RUU ini harus memuat ketentuan yang kondusif, transparan dan tegas guna menyelesaikan kasus-kasus tersebut.

 

Arah perubahan yang terlihat dari draf RUU Peradilan Militer ini, antara lain terdapat pada Pasal 6 RUU tersebut. Dalam ketentuan itu disebutkan bahwa pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan oleh MA. Selain itu, pembinaan yang dimaksud di atas, tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.

 

Sebelumnya dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 31/1997 hanya menyebutkan bahwa pembinaan organisasi dan prosedur, administrasi, finansial badan-badan Pengadilan Militer dan Oditurat dilakukan oleh Panglima TNI.

Direktur Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (MA), Suparno, menyatakan belum ada sinyal bahwa DPR akan melibatkan MA dalam pembahasan RUU Perubahan UU No.31/1997 tentang Peradilan Militer (RUU Peradilan Militer). Hingga kini dia mengaku belum menerima surat dari DPR terkait pembahasan RUU tersebut.

 

Pernyataan Suparno ini penting mengingat pada Rapat Paripurna Selasa kemarin (21/6), DPR menyetujui pembahasan RUU Peradilan Militer yang merupakan usulan inisiatif DPR. Kesepuluh fraksi DPR memiliki pandangan yang sama terhadap RUU tersebut. Perubahan UU No 31/1997 merupakan langkah penyesuaian terhadap UU No 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, mengingat berlakunya sistem peradilan satu atap. Artinya, semua lingkungan peradilan--kecuali pengadilan pajak--berada di bawah Mahkamah Agung (MA).

 

Selain itu, Suparno menambahkan MA juga belum mengkaji substansi RUU tentang Peradilan Militer. Sebab, hingga kini pun MA belum memiliki draf RUU tersebut. Kami belum tahu isinya. Jadi belum tahu bagaimana arah revisinya, ujarnya singkat kepada hukumonline, Kamis (23/6).

 

Ketua MA Prof Bagir Manan sebelumnya pernah mengeluh karena pihaknya tidak dimintai masukan saat pembahasan RUU yang isinya berkaitan dengan pengadilan, terutama pembentukan pengadilan khusus. Padahal, setelah undang-undang tersebut disahkan, MA adalah pihak yang paling kerepotan karena mereka yang paling bertanggung jawab terhadap pelaksanaaannya.

 

Misalnya saja berkaitan dengan pengadilan perselisihan hubungan industrial yang pembentukannya diamanatkan UU No.2/2004. Belakangan, implementasi pengadilan tersebut terpaksa ditunda karena berbagai hal, misalnya saja ketidakjelasan pendanaan dan kesulitan perekrutan hakim.

Tags: