Efek Jera Hukuman Cambuk Dari Rasa Malu Terhukum
Utama

Efek Jera Hukuman Cambuk Dari Rasa Malu Terhukum

Elsam memandang, hukuman cambuk merupakan hukuman yang masuk kategori perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan perbuatan yang merendahkan martabat manusia.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Efek Jera Hukuman Cambuk Dari Rasa Malu Terhukum
Hukumonline

 

Karena eksekusi dilakukan dari atas panggung, maka masyarakat pengunjung dapat melihat peristiwa itu dengan jelas meski jarak terdekat antara panggung dan penyaksi adalah 10 meter sebagaimana diatur dalam Pergub NAD No.10/2005. Satu demi satu terhukum dicambuk oleh sang algojo pada bagian punggung mereka.

 

Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi HAM (Elsam) Ifdhal Kasim menilai bahwa pemberian hukuman cambuk dipastikan akan menimbulkan penderitaan yang besar, tidak hanya luka fisik dan psikologis kepada para terpidana semata. Menurutnya, keluarga terhukum juga akan mendapat malu dan trauma atas perbuatan yang ditimbulkan karena hukuman tersebut dipertunjukkan di depan khalayak ramai.

 

Elsam juga menilai bahwa eksekusi hukuman cambuk merupakan langkah mundur dari penegakan HAM di Indonesia.  Elsam memandang, hukuman cambuk merupakan hukuman yang masuk kategori perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan perbuatan yang merendahkan martabat manusia yang selama ini dilarang dan diatur dalam berbagai legislasi nasional meupun konvensi internasional yang berkaitan dengan HAM.

 

Wakil Ketua Mahkamah Agung bidang Non Yudisial Syamsu Hadi mengatakan bahwa efek jera hukuman cambuk bukan pada sakit pada tubuh para terhukum. Menurut Syamsu, efek jera dari hukuman cambuk sebetulnya lebih ditekankan rasa malu yang diterima oleh para terhukum.

 

Perlu diketahui, pemerintah NAD sejauh ini sudah memberlakukan tiga qanun terkait jinayat (hukum pidana) termasuk Qanun tentang Maisir. Dua qanun lainnya adalah Qanun No.12/2003 tentang Minuman Khamr dan Sejenisnya, dan Qanun No.14/2003 tentang Khalwat (Mesum).

Aparat kejaksaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada Jumat (24/6), telah melaksanakan eksekusi terhadap 18 dari 27 terhukum yang dijatuhi hukuman cambuk oleh Mahkamah Syariah (MS) Kabupaten Bireun. Sebelumnya, majelis hakim MS Bireun menyatakan mereka bersalah melakukan pelanggaran syariat Islam yakni perjudian (maisir).

 

Eksekusi hukuman cambuk terhadap belasan terhukum tersebut dilakukan setelah sholat Jumat di halaman Mesjid Agung Bireun dan disaksikan oleh ratusan warga masyarakat termasuk wartawan dari dalam dan luar negeri. Pelaksanaan hukuman cambuk itu juga disiarkan secara langsung oleh beberapa stasiun televisi swasta.

 

Pelaksanaan hukuman cambuk atau uqubat (hukuman badan) terhadap pelanggaran syariat Islam berdasarkan Qanun No.13/2003 tentang Maisir. Qanun No.13/2003 resmi diberlakukan dengan disahkannya Peraturan Gubernur Provinsi NAD No.10/2005 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Uqubat Cambuk oleh Pelaksana Tugas Gubernur NAD Azwar Abubakar pada 10 Juni 2005.

 

Sesuai dengan Pergub NAD No.10/2005, eksekusi dilakukan oleh pencambuk dari jajaran petugas Wilayatul Hisbah yang ditunjuk oleh jaksa. Wilayatul Hisbah sendiri adalah lembaga pembantu tugas kepolisian yang bertugas membina, melakukan advokasi dan mengawasi pelaksanaan amar makruf nahi mungkar. Petugas Wilayatul Hisbah dapat berfungsi sebagai Polsus dan PPNS.

 

Pencambuk melakukan tugasnya dengan memakai jubah berwarna hijau yang menutupi kepalanya. Sedangkan, para terhukum memakai jubah tipis berwarna putih. Kedelapanbelas terhukum yang kebetulan semuanya laki-laki dicambuk dalam keadaan berdiri sebanyak enam kali cambukan.

Tags: