Kesepakatan Damai RI-GAM Termasuk Perjanjian Internasional?
Berita

Kesepakatan Damai RI-GAM Termasuk Perjanjian Internasional?

Status Gerakan Aceh Merdeka menjadi ‘kunci' dalam menentukan apakah kesepakatan damai merupakan perjanjian internasional atau bukan.

Oleh:
CR-3
Bacaan 2 Menit
Kesepakatan Damai RI-GAM Termasuk Perjanjian Internasional?
Hukumonline

 

Senada dengan Hikmahanto, Hakim Agung Prof. Mieke Komar Kantaatmadja berpendapat, sejak perundingan di Swiss tahun 2002, status GAM hanyalah sebagai insurgent. Ia juga menolak pendapat yang menganggap GAM sebagai belligerent, sehingga kesepakatan damai yang dirumuskan di Helsinki, Finlandia, tidak dapat digolongkan sebagai perjanjian internasional. It's not a piece of agreement tegasnya (21/7).

 

Sementara itu, ketua bagian hukum internasional dari Universitas Padjajaran Huala Adolf berbeda pendapat. Menurutnya, secara teoritis GAM sudah dapat dikategorikan sebagai belligerent. GAM telah mendapat pengakuan secara diam-diam dari kalangan internasional sebagai belligerent, misalnya dengan keterlibatan pihak ketiga yang memfasilitasi perundingan di Helsinki, ujar Adolf.

 

Hal ini berarti secara teoritis, kata dia, kesepakatan damai kemarin juga dapat dianggap sebagai perjanjian internasional karena belligerent adalah subjek hukum internasional yang dapat membuat perjanjian internasional. Namun, berhubung Pemerintah Indonesia tidak pernah menganggap isu GAM sebagai isu internasional, maka kesepakatan RI-GAM hanyalah dipandang sebagai perjanjian yang di-internasionalisasi-kan, tukasnya.  

Pakar hukum internasional Prof. Hikmahanto Juwana berpendapat kesepakatan damai antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) jangan dipandang sebagai perjanjian internasional. Sebab, menurut dia, kalau kesepakatan tersebut dianggap sebagai perjanjian internasional, berarti secara tidak langsung pemerintah menganggap GAM sebagai belligerent (pihak yang bersengketa) yang berarti subjek hukum internasional.

 

Hikmahanto yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia mengatakan, jika GAM adalah subjek hukum internasional maka otomatis hukum nasional tidak dapat diterapkan dalam penyelesaian konflik RI-GAM, tapi yang berlaku adalah aturan-aturan internasional seperti hukum humaniter. Ia menambahkan, konsekuensi lanjutan dari status GAM tersebut adalah segala perundingan maupun perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dengan GAM harus mendapat persetujuan DPR sebagaimana diatur dalam pasal 11 UUD 1945.

 

Namun, Hikmahanto menegaskan Pemerintah Indonesia sejak awal menganggap GAM hanya sebatas insurgent (pemberontak, red), bukan belligerent. Salah satu dalil pemerintah adalah karena selama ini belum ada pengakuan dari masyarakat internasional bahwa GAM adalah belligerent.

 

Pemerintah sekarang harus konsisten dengan sikap pemerintah sebelumnya yang memposisikan GAM sebagai insurgent bukan belligerent sehingga tidak bisa dipandang sebagai subjek hukum internasional, tegasnya.

Tags: