Pembinaan Advokat dari Sisi Agama Perlu Diutamakan
Berita

Pembinaan Advokat dari Sisi Agama Perlu Diutamakan

Ancaman sanksi dipandang tidak cukup untuk menjaga profesi advokat sebagai profesi yang mulia. embinaan dari sisi moral dan agama dipandang lebih efektif guna mencegah advokat tergelincir menjadi profesi pembawa kemungkaran.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Pembinaan Advokat dari Sisi Agama Perlu Diutamakan
Hukumonline

 

Meski tidak banyak diketahui keberadaannya, ternyata HAPMI sudah berdiri secara resmi sejak 1997. Saat ini, menurut keterangan Yusuf, sudah ada kurang lebih 1200 advokat menjadi anggota yang tersebar di 10 kantor cabang HAPMI di Indonesia. Sekalipun keanggotaan HAPMI menurut anggaran dasarnya bersifat mengikat, namun mereka membebaskan anggotanya untuk menjadi anggota organisasi advokat lainnya seperti Ikadin, AAI, atau IPHI.

 

Menurut Yusuf, HAPMI juga tidak banyak dikenal lantaran kegiatan-kegiatan yang mereka adakan sifatnya informal misalnya ceramah atau buka puasa bersama. Lebih dari itu, dia menerangkan bahwa HAPMI menjadi wadah komunikasi para pengacara muslim yang berasal dari berbagai organisasi seperti himpunan pengacara Muhammadiyah, himpunan pengacara Nahdhatul Ulama (NU), LBH Front Pembela Islam (FPI). Bahkan, ujar Yusuf, ide pembentukan Tim Pembela Muslim (TPM) muncul dari HAPMI.

 

Yusuf yang sebelumnya pernah menjadi pengacara Ketua FPI Habib Rizieq Shihab menyebutkan pula bahwa salah satu pendiri HAPMI adalah Artidjo Alkostar yang kini menjadi hakim agung di Mahkamah Agung. Dari penjelasan Yusuf, keanggotaan HAPMI memang eksklusif bagi advokat yang beragama Islam.

Demikian disampaikan oleh Ketua Umum Himpunan Advokat-Pengacara Muslim Indonesia (HAPMI) Ari Yusuf Amir dalam perbincangan melalui telepon dengan hukumonline, pada Kamis (21/7). Dia mengatakan di era globalisasi di mana advokat memiliki peran besar di masyarakat, maka advokat juga mempunyai banyak kesempatan untuk melakukan penyelewengan.

 

Yusuf mengatakan bahwa dari kacamata Islam, advokat juga dipandang sebagai profesi yang mulia. Namun, ujarnya, dalam kondisi hukum di Indonesia di mana hukum seringkali diperjualbelikan maka advokat dapat pula terjerumus menjadi profesi pembawa kemungkaran.

 

Untuk itulah kita (HAPMI-red) ada. Kita mengingatkan, membina, dan memberikan satu penyegaran serta arahan. Kita harus akui betul bahwa dari keempat penegak hukum itu advokat/pengacara punya peranan membuat rusak hukum di negara ini. Oleh karena kita menyadari itu betul dan kita introspeksi diri kita, urai Yusuf.

 

Dia memandang pengawasan serta pembinaan terhadap advokat tidak cukup melalui sanksi yang diatur dalam kode etik. Yusuf berpendapat bahwa advokat juga perlu diberikan pembinaan dari sisi akidah (agama) dalam penanganan perkara sehingga menjadi pengacara yang punya watak dan tingkah laku seorang muslim yang baik.

 

Kalau ada pembinaan dan kajian (dari sisi agama-red) paling tidak mereka ada beban. Mereka menyadari yang mereka lakukan itu salah, itu bisa membuat mereka berpikir dua-tiga kalilah untuk melakukan hal-hal yang tidak baik itu. Kita utamakan fungsi pembinaan itu, tukas Yusuf. Karena itu, tambahnya, HAPMI tidak pernah menjatuhkan sanksi jika ada anggotanya yang diketahui melakukan penyelewengan saat menjalankan profesinya.

Tags: