Larangan Rangkap Jabatan Organ Yayasan Perlu Diatur Lugas
Berita

Larangan Rangkap Jabatan Organ Yayasan Perlu Diatur Lugas

Jakarta, hukumonline. Perkembangan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Yayasan mendapatkan sorotan luas dari berbagai pihak. Kini, usulan agar penerapan larangan rangkap jabatan (asas inkompatibel) di dalam kegiatan pelaksanaan operasional sehari-hari organ yayasan dilakukan secara lugas semakin menambah deretan tanggapan atas RUU ini.

Oleh:
Muk/Bam/APr
Bacaan 2 Menit
Larangan Rangkap Jabatan Organ Yayasan  Perlu Diatur Lugas
Hukumonline

Keinginan agar asas inkompatibel diterapkan secara lugas itu mengemuka pada seri lokakarya RUU Yayasan di lima kota, yakni Medan, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta. Adalah Prof. Dr. Arifin Soeriatmaja, akademisi dari Universitas Indonesia, yang melontarkan keinginan itu.

Munculnya usulan itu, menurut Arifin, agar organ yayasan tetap berada dalam koridor maksud dan tujuan yang digariskan yayasan. Arifin melihat, asas inkompatibel ini sebenarnya telah termuat dalam ketentuan Pasal 29 RUU Yayasan. Namun, ungkap Arifin, asas ini hanya berlaku pada organ yayasan secara horisontal, seperti anggota pembina, anggota pengurus, dan anggota pengawas.

"Asas ini tidak berlaku pada anggota pengurus lainnya secara vertikal, seperti ketua, sekretaris, dan bendahara yayasan," ujar Arifin. Menurutnya, penerapan asas inkompatibel penting untuk dilakukan dalam kerangka itu, meskipun hubungan antara ketua, sekretaris, dan bendahara merupakan hubungan horisontal.

Pasalnya, menurut Arifin, organ yayasan yang terlibat dalam penggunaan keuangan yayasan adalah para anggota pengurus tersebut. Oleh karena itu, Arifin mengusulkan, pada Pasal 32 RUU yayasan perlu dipertimbangkan penambahan satu ayat lagi yang memberlakukan  asas inkompatibel terhadap organ pengurus ini.

Kejelasan otoritas

Selain itu, Arifin juga mengusulkan adanya pengaturan secara jelas mengenai kewajiban pengurus untuk menyusun rencana kerja dan rencana anggaran tahunan yang diajukan kepada pembina, dengan tembusan kepada pengawas.

Sambil mencontohkan kasus Buloggate, Arifin menilai perlu pula pengaturan secara tegas siapa  yang dapat bertindak sebagai otorisator yang berwenang dan  bertanggungjawab membebani keuangan yayasan. Termasuk pula siapa yang dapat bertindak sebagai ordonator yang berwenang dan bertanggungjawab untuk menguji kebenaran otorisasi dan memerintahkan pembayaran.

Hal yang perlu juga diatur, tambah Arifin, adalah organ yayasan mana yang dapat bertindak sebagai bendahara yang berwenang dan bertanggungjawab menerima, menyimpan dan mengeluarkan ataupun membayar uang atau harta yayasan, dan melakukan pembukuan.

Tags: