Perlakuan Diskriminatif Dapat Digugat Di Pengadilan Industrial
Berita

Perlakuan Diskriminatif Dapat Digugat Di Pengadilan Industrial

Di beberapa negara, kasus pelecehan seksual terhadap pekerja wanita ditangani oleh majelis hakim yang beranggotakan hakim wanita.

Oleh:
CR-3
Bacaan 2 Menit
Perlakuan Diskriminatif Dapat Digugat Di Pengadilan Industrial
Hukumonline

 

Lebih lanjut, Titi juga menolak apabila komposisi gender dijadikan dasar pertimbangan dalam merekrut hakim industrial. Dia berpendapat kesempatan untuk menjadi hakim industrial seharusnya dibuka lebar-lebar tanpa ada pembatasan, termasuk jumlah minimum untuk calon hakim ad hoc wanita. Apabila ada batasan minimum, dikhawatirkan akan mengorbankan kualitas dari individu-individu yang nantinya terpilih menjadi hakim ad hoc industrial.

 

Kalau kita hanya memaksakan untuk memenuhi prosentase, nanti dikhawatirkan nanti produknya tidak berkualitas karena asal comot saja, tambahnya. Titi menginformasikan bahwa dari sekitar 230 nama yang lolos tes tertulis hakim ad hoc, hanya 5 persen yang wanita.

 

Senada dengan Titi, calon lainnya M. Sinufa Zebua yang dicalonkan oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) mengatakan bahwa dalam merekrut hakim ad hoc seharusnya dikedepankan pertimbangan kualitas, bukan gender. Kalau kenyataannya, calon yang lolos lebih banyak laki-laki, itu hanya kebetulan, ujarnya.

  

Lingkup diskriminasi

 

Dalam presentasinya, Jane juga menegaskan bahwa perusahaan yang melakukan segala bentuk tindakan diskriminasi dalam lingkungan kerja dapat digugat di pengadilan industrial. Tindakan diskriminasi tersebut, lanjutnya, dapat dipandang sebagai pelanggaran terhadap hak pekerja untuk diperlakukan sama sebagaimana diatur oleh Konvensi ILO No. 111 mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan.

 

Menurut konvensi tersebut, diskriminasi adalah segala pembedaan, pengecualian atau keberpihakan yang didasarkan pada ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, asal keturunan, atau hal lainnya yang ditetapkan oleh negara yang bertentangan dengan prinsip kesetaraan dalam hal kesempatan kerja dan perlakuan dalam lingkungan kerja.

 

Terlepas dari definisi konvensi, setiap negara dapat merumuskan sendiri lingkup diskriminasi dalam hubungan industrial, ujar Jane.

 

Jane mencontohkan Afrika Selatan yang memiliki sekitar 20 jenis dasar perlakuan diskriminasi      dalam lingkungan kerja. Beberapa diantaranya, lanjut Jane, merupakan hal-hal yang tidak diatur oleh konvensi secara spesifik, seperti status HIV, bahasa, orientasi seksual, dan kehamilan. 

Seringkali wanita yang menjadi korban pelecehan seksual enggan diperiksa oleh hakim laki-laki, kata Jane Hodges, Senior Labour Law Specialist dari International Labour Organization (ILO), dalam Pelatihan Hakim Perburuhan: Standar-Standar Internasional di bidang Ketenagakerjaan dan Administrasi Pengadilan Perburuhan yang Modern (24/8).

 

Maka dari itu, Jane memandang penanganan perselisihan perburuhan perlu memperhatikan karakteristik dari kasusnya. Dalam hal kasus pelecehan seksual yang korbannya seorang wanita, menurut Jane, seharusnya ditangani oleh majelis hakim yang komposisinya ada hakim wanita. Keberadaan hakim wanita tersebut, lanjutnya, dipandang perlu agar pekerja wanita yang menjadi korban tidak memiliki hambatan dalam mengungkapkan fakta kejadian yang ia alami. Jane menambahkan bahwa agar jumlah hakim wanitanya cukup, maka seharusnya proses rekrutmennya juga mempertimbangkan komposisi gender.

 

Beberapa negara seperti Malawi dan sejumlah negara Afrika lainnya memiliki ketentuan mengenai komposisi gender, termasuk dalam penentuan majelis hakim dalam penanganan kasus perburuhan, ujar Jane yang seringkali terlibat dalam perumusan peraturan perburuhan di beberapa negara seperti Cina, Botswana, dan beberapa negara di Benua Afrika.

 

Namun, Jane menegaskan bahwa pada perkembangannya, kasus pelecehan seksual terhadap pekerja tidak hanya dilakukan oleh laki-laki terhadap wanita, melainkan juga wanita terhadap laki-laki atau bahkan antar jenis kelamin yang sama. Apalagi, lanjut Jane, di zaman sekarang, jabatan tinggi di suatu perusahaan tidak lagi didominasi oleh kaum laki-laki.

 

Berbeda dengan Jane, salah satu calon hakim ad hoc industrial Titi Razziati berpendapat bahwa pertimbangan gender tidak diperlukan dalam menentukan majelis hakim yang menangani suatu kasus. Kadang-kadang kaum laki-laki lebih sensitif dan menguasai masalah wanita kok, tegas Titi yang berasal dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Halaman Selanjutnya:
Tags: