Syahril Sabirin: Tidak Ada Urgensinya Mengubah UUBI
Berita

Syahril Sabirin: Tidak Ada Urgensinya Mengubah UUBI

Jakarta, hukumonline. Gubernur Bank Indonesia (BI) Syahril Sabirin menyatakan tidak melihat urgensi yang serius untuk mengamandemen UU No.23 Tahun 1999 tentang BI (UUBI) yang saat ini dilakukan pemerintah dan DPR. Alasannya, UUBI sendiri baru berlaku satu tahun, sehingga belum dapat dinilai secara tepat efektifitasnya.

Oleh:
Ari/APr
Bacaan 2 Menit
Syahril Sabirin: Tidak Ada Urgensinya Mengubah UUBI
Hukumonline

"Masih banyak hal-hal urgen lainnya yang perlu diselesaikan. Seperti misalnya, menyelesaikan restukturisasi ekonomi secepatnya. Karena itu juga yang setiap hari diteriakkan oleh IMF," kata Syahril.

Mengenai alasan dilakukannya amandemen karena independensi BI terlalu menggelembung, Syahril mengatakan bahwa pembicaraan tersebut terjadi karena orang-orang belum mempelajari UUBI secara keseluruhan. "Sebenarnya dalam UU NO. 23 Tahun 1999 tersebut kontrol DPR terhadap BI sangat luar biasa kalau itu dilaksanakan," katanya.

Saat ini, menurut Syahril, DPR belum melakukan kontrolnya dengan maksimal. Bahkan, ia menegaskan bahwa BI setiap waktu dapat dipanggil DPR jika ditanyai dan setiap 3 bulan sekali harus membuat laporan ke DPR.

Ketika ditanyakan mungkin sanksi yang tercantum dalam UUBI masih dirasakan kurang, Syahril mengatakan sebetulnya mengenai hal itu sekarang sudah diatur dalam kode etik BI sendiri. "Jadi tidak seluruhnya harus tercantum dalam UU. Tapi yang paling penting menurut saya adalah kalau sebelum melakukan sesuatu itu, ya dipelajari dululah dengan seksama bagaimana sejarahnya UU ini, " ujar Syahril.

Menanggapi usul tambahan yang diajukan pemerintah agar BI dikenakan pajak, menurut Syahril hal tersebut sebetulnya tidak terlalu berpengaruh terhadap BI. Pasalnya, saat ini walaupun BI tidak diharuskan membayar pajak, sisa dari surplus yang dimniliki BI harus disetorkan kepada pemerintah.

Dalam ketentuan UU No. 23 Tahun 1999, modal minimum yang harus dimiliki BI adalah Rp2 triliun dan maksimum 10% dari kewajiban moneter BI. Jika sudah melebihi 10% dari kewajiban moneter BI, sisanya disetor ke pemerintah.

Mengenai usul agar BI dapat mengucurkan kredit langsung, Syahril menanggapi hal tersebut bisa saja dilakukan. "Yang penting harus ada batasan-batasannya. Jangan terlalu obral, sehingga nanti kebablasan lagi seperti BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia)," katanya.

Independensi BI

 

Syahril menyangkal UU 23 Tahun 1999 menjiplak secara utuh Bank Sentral Jerman. Ia menegaskan, UU Bank sentral Jerman memang merupakan salah satu pokok dasar pikirannya. "Namun kita juga mempelajari UU bank sentral lainnya seperti UU bank sentral Amerika dan Perancis.

Dalam perumusan UUBI, telah mengundang banyak pakar baik dalam negeri maupun luar negeri untuk memberikan masukan-masukannya dan pembahasannya di DPR juga sangat alot. "Jadi tidak benar kalau UU No.23 Tahun 1999 menjiplak secara total UU tentang Bank Sentral Jerman," kata Syahril.

Syahril menambahkan mengenai independensi BI. Berdasarkan kasus-kasus di berbagai negara merupakan satu hal penting untuk menjaga kestabilan moneter jangka panjang. Oleh karena itu semakin lama, makin banyak negara yang menganut independensi bank sentral.

Menurut Syahril, di antara negara-negara berkembang, Indonesia termasuk negara yang lebih awal menganut independensi bank sentral, sehingga ada beberapa negara yang mulai mencontoh Indonesia. Syahril mencontohkan Thailand. "Sekurang-kurangnya semangat Thailand untuk memiliki independensi bank sentral, banyak diambil dari Indonesia," katanya.

Saat ini ada usulan, jika usulan draf amandemen UUBI yang diusulkan pemerintah kepada DPR diterima, maka sesuai dengan Pasal II draft amandemen tersebut gubernur dan dewan gubernur harus berhenti.

Menanggapi hal tersebut, Syahril mengatakan dirinya bersedia mundur setiap waktu kalau memang diharuskan mundur oleh UU. Ketika ditanyakan apakah bersedia dicalonkan apabila amandemen sudah disahkan. "Rasa-rasanya cukuplah selesai kalau saya sudah diminta mundur oleh UU. Saya ingin sedikit bersantai," katanya.

Pencabutan SP3

 

Syahril menyatakan, akan diteruskannya proses hukum terhadap Gubernur BI yang sejak kembali aktif itu merupakan sesuatu yang pasti akan terjadi. Pasalnya, hal tersebut adalah konsekuensi yang harus diterima Syahril Sabirin ketika dirinya tidak bersedia mundur dari jabatan Gubernur BI sesuai dengan keinginan Gus Dur.

Syahril, yang yakin dirinya tidak bersalah itu, mengemukakan bahwa sikap pemerintah akan melanjutkan proses hukum terhadap dirinya, yaitu dengan segera melimpahkan berkas perkaranya ke pengadilan, adalah sah-sah saja.

Dirinya akan mengikuti kemauan pemerintah untuk terus mengikuti proses hukum tersebut. "Saya yakin kalau saya tidak bersalah. Dan kalau proses pengadilan tersebut berjalan dengan adil, saya yakin akan bebas," cetus Syahril.

Namun, Syahril juga berharap agar SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) dalam kasus Bank Bali yang menyangkut dirinya segera. Alasannya, sudah tidak ada gunanya lagi meneruskan kasus ini. Syahril sudah mengajukan SP3 sebanyak 2 kali, tetapi tidak kunjung keluar.

Syahril juga menyatakan belum berpikir untuk menggugat balik pemerintah. "Tetapi kemungkinan itu selalu terbuka," ujarnya. Sementara menanggapi penolakan Presiden yang disampaikan juru bicara kepresidenan tentang keinginan Syahril bertemu presiden, Syahril hanya berkata: "Ya biarlah tidak apa-apa, yang penting sudah ada itikan baik dari saya," ujarnya.

Menurut Syahril, tujuan bertemu presiden adalah hanya untuk memberitahukan presiden sebagai kepala negara bahwa dirinya sudah aktif kembali. Syahril menambahkan, saat ini dirinya juga merencanakan untuk bertemu dengan pimpinan DPR secara resmi. Namun, sejauh ini belum ada tanggapan dari DPR.

Syahril juga menyangkal dan mengatakan tidak tahu atas berbagai pernyataan yang dilontarkan banyak pihak bahwa penangguhan penahanan terhadap dirinya dikarenakan dirinya mengetahui aliran dana Buloggate.

Tags: