Syarat Harus Ada 2 Pendiri PT Sudah Ketinggalan Zaman
Yufendy, SH(*)

Syarat Harus Ada 2 Pendiri PT Sudah Ketinggalan Zaman

Pasal 1 ayat 1 UU No. 1/1995 tentang Perseroan Terbatas ("UUPT") menyatakan bahwa PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian. Selanjutnya, Pasal 7 ayat(1) mengharuskan PT didirikan oleh 2 orang atau lebih karena perjanjian hanya dapat dilakukan oleh lebih dari 1 pihak. Meskipun UUPT akan segera direvisi, aturan syarat pendirian masih dipertahankan dalam RUU PT. Menurut penulis, rumusan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu hukum modern.

Oleh:
Yufendy
Bacaan 2 Menit
Syarat Harus Ada 2 Pendiri PT Sudah Ketinggalan Zaman
Hukumonline

 

Di Inggris, teori ini juga berkembang pesat karena bentuk perusahaan yang populer saat itu adalah partnership, yang pembentukannya didasari atas perjanjian. Ketika Joint Stock Companies Act 1844 (UU tentang PT Terbuka) dan Companies Act 1907 (yang melahirkan PT tertutup) diberlakukan, pandangan bahwa company is a contract secara tersirat masih dominan karena PT merupakan modifikasi dari partnership (Geoffrey Morse). 

 

Teori ini mulai ditinggalkan pada awal abad ke-20 karena terdapat kelemahan. Sebagai sebuah badan hukum, PT terbentuk tidak tergantung semata-mata pada sah tidaknya perjanjian yang mendasarinya. Walaupun perjanjian tersebut sah, perjanjian tersebut tidak secara otomatis melahirkan sebuah badan hukum tanpa harus memenuhi ketentuan-ketentuan tentang berdirinya PT (Nicholas Foster).

 

Di Belanda, kontroversi teori ini memuncak saat mereka merevisi KUH Perdata pada 1928, dimana teori ini akhirnya ditinggalkan. Tahun 1932, Mahkamah Agung Belanda menguburkan teori ini dengan mengakui bahwa PT dapat didirikan hanya oleh satu orang. Menurut hukum Belanda, PT merupakan suatu lembaga otonomi yang dibentuk melalui serangkaian tindakan hukum yang bertujuan menimbulkan konsekuensi hukum (Prof R Pennington). Teori ini juga dengan mudah dipatahkan di Inggris dan Jerman pada abad awal ke-20.

 

Teori perjanjian dalam UUPT 

Kelemahan teori ini telah diantisipasi oleh Pasal 1 ayat(1) UUPT kita, dimana PT dirumuskan sebagai "badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian ("elemen 1") ...… dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya ("elemen 2")". Pencantuman rumusan elemen 2 menunjukkan bahwa UUPT kita tidak murni menganut teori "perjanjian", melainkan perpaduan antara teori perjanjian dan kelembagaan.

 

Buku-buku tentang hukum PT kita kebanyakan menerima rumusan Pasal 1 ayat(1) di atas sebagai sesuatu yang sempurna sehingga jarang sekali dijumpai pembahasan tentang rumusan tersebut. Pada kesempatan ini penulis mencoba menganalisanya dengan membandingkan rumusan tersebut dengan referensi peraturan di negara-negara sesepuh penganut common law dan civil law. Prancis (Pasal 1832 Code Civil) merumuskan PT didirikan berdasarkan perjanjian (sama dengan elemen 1 dalam UUPT kita). Tetapi, kecuali untuk PT yang hanya didirikan oleh satu pendiri, tidak mencantumkan elemen 2.

 

Sedangkan Inggris (Pasal 1(1) Companies Act) dan Jerman (Pasal 1 GmbH Gesetz), yang menganut teori kelembagaan, tidak memuat elemen 1 tetapi hanya memuat elemen 2. Dengan membandingkan rumusan Prancis dengan Inggris dan Jerman, kelihatannya rumusan dalam pasal 1(1) UUPT kita adalah hasil perpaduan dari teori perjanjian dan kelembagaan.

 

Kelihatannya perpaduan tersebut tidak ada pertentangan dan bahkan saling mengisi. Tidak bertentangan misalnya syarat sebab yang tidak terlarang (yang halal) sebagai sahnya perjanjian menurut pasal 1320 KUH Perdata, yang selaras dengan Pasal 2 UUPT menyatakan tujuan perseroan tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan. Saling mengisi misalnya Pasal 1320 KUH Perdata mensyaratkan kecakapan para pihak dalam melakukan perjanjian, sedangkan UUPT tidak mengatur tentang batas usia seorang pendiri.

 

Tetapi, menurut hemat penulis, perpaduan tersebut secara teori dapat menimbulkan pertentangan (kontradiksi). Ini bisa dilihat pada Pasal 7 ayat(3) dan (4) UUPT. Pasal 7 ayat(3) menyatakan: Dalam hal setelah perseroan disahkan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, maka dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain.

 

Kemudian Pasal 7 ayat(4) berbunyi: Setelah lampau jangka waktu [tersebut], ...… pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan tersebut.

 

Ketentuan tersebut dapat dipahami bahwa di dalam sebuah PT yang didirikan oleh dua orang, salah satu pemegang saham (pendiri)-nya dapat membatalkan perjanjian pendirian PT dengan keluar dari PT tersebut. Pembatalan tersebut tidak berdampak pada keberadaan atau keabsahan PT tersebut karena pemegang saham yang masih bertahan dapat dengan bebas melakukan aktivitas atas nama PT, sebelum ada tindakan hukum yang menganulirnya, walaupun sebenarnya sudah tidak ada "perjanjian" yang menjadi tonggak berdirinya PT tersebut.

 

Konsep ini bertolak belakang dengan konsep yang tersirat dalam KUH Perdata tentang akibat hukum pembatalan suatu perjanjian yang disepakati oleh para pihak dimana perjanjian itu sendiri berakhir sejak pembatalannya menjadi efektif.

 

Solusi bagi situasi yang kontradiktif tersebut tidaklah mudah. Ketentuan tentang perjanjian (elemen 1) diatur dalam buku ketiga KUH Perdata (undang-undang) sehingga hirarki dasar hukum elemen 1 dan elemen 2 di atas adalah sederajat. Salah satu kemungkinan solusinya adalah mengacu pada asas lex specialis derogat legi generali ("lex specialis").

 

Tetapi kalau ditilik lebih dalam lagi, kekuatan mengikat dalam Pasal 7 ayat (3) dan (4) UUPT adalah berasal dari Pasal 1 ayat(1) UUPT (elemen 2). Hal yang sama juga terjadi dengan dasar pijakan buku ketiga KUH Perdata (elemen 1) yang pemberlakuannya diberikan oleh Pasal 1(1) UUPT. Kalau analisa ini diterima, maka asas lex specialis tidak dapat diterapkan dalam kasus ini karena dasar pijakannya adalah sama persis, yaitu Pasal 1 ayat(1) UUPT. Kalaupun asas lex specialis diterima, kontradiksi tersebut masih belum dapat dipecahkan karena Pasal 1 ayat(1) dirumuskan dengan kata "dan" di antara elemen 1 dan elemen 2.

 

Kesimpulan dan saran

Tulisan ini mempunyai dua masukan untuk revisi UUPT yang baru. Pertama, untuk meninjau kembali keabsahan teori bahwa PT didirikan berdasarkan perjanjian sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat(1) UUPT dan RUU PT. Kedua, untuk membuka wacana tentang dimungkinkannya sebuah PT tertutup didirikan oleh hanya satu orang pendiri.

 

Argumen untuk masukan pertama secara singkat telah dikemukan di atas. Apabila isi Pasal 1 ayat(1) UUPT dipertahankan, kita harus dapat menjustifikasikannya menurut teori ilmu hukum modern. Negara di sekitar kita yang sama-sama pengimpor sistem hukum dari Eropa, misalnya Malaysia (common law) dan Cina (civil law), tidak mendefinisikan bahwa PT didirikan berdasarkan perjanjian (elemen 1), walaupun mereka masih mengharuskan PT didirikan oleh sedikitnya oleh 2 orang pendiri. 

 

Sebagian argumen untuk masukan kedua telah dikemukakan di atas, yaitu kecenderungan di belahan dunia lainnya dan (secara sekilas) untuk mendorong pertumbuhan pengusaha kecil dan menengah. Peraturan bahwa PT dapat didirikan oleh satu orang pendiri telah membumi di Eropa. Peraturan tersebut cepat atau lambat akan menyebar ke belahan bumi lainnya. Tetangga kita, Singapura, telah mengizinkan PT didirikan oleh hanya satu orang. Masukan ini perlu dicermati karena untuk merevisi sebuah UU, termasuk UUPT, biasanya memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar.

Sebelum UUPT diberlakukan, Pasal 36-51 KUHD tidak memuat aturan yang menyatakan PT didirikan berdasarkan perjanjian. Bersumber pada buku Prof. Sudargo Gautama, KUH Perdata di Belanda tidak mendefinisikan NV (PT terbuka) maupun BV (PT tertutup) sebagai suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian. Meskipun Belanda mengharuskan PT didirikan oleh sedikitnya dua orang, syarat tersebut tidak berhubungan dengan konsep bahwa PT didirikan berdasarkan perjanjian sebagaimana dianut dalam UUPT kita.

 

Penganut fanatik konsep bahwa PT didirikan berdasarkan perjanjian adalah Prancis. Tetapi pendirian negara yang terkenal dengan menara Eiffelnya itu mulai goyah ketika pada awal 1980, Jerman dan Belanda—sekutu Prancis dalam civil law system--mengumumkan bahwa PT tertutup dapat didirikan oleh hanya satu orang pendiri. Tujuan peraturan tersebut adalah mendorong individu pengusaha menengah dan kecil untuk memanfaatkan keuntungan berbisnis dalam bentuk badan hukum. 

 

Kemudian, setelah enam tahun berdebat apakah konsep "perjanjian" masih perlu dipertahankan atau tidak dalam pendirian sebuah PT tertutup, akhirnya tahun 1985 Prancis mengambil jalan tengah. Di satu sisi mempertahankan konsep perjanjian, dan di sisi lain mengizinkan PT tertutup didirikan oleh satu pendiri. Walaupun terkesan bertentangan, peraturan tersebut dapat dipahami dalam konteks persaingan pengaruh teori hukum antara tradisi common law dan civil law maupun antarsesama negara tradisi civil law.

 

Sejak tahun 1992, peraturan bahwa PT tertutup dapat didirikan oleh satu orang pendiri merupakan peraturan yang wajib dimiliki oleh seluruh negara Uni Eropa (sekarang berjumlah 25 negara). Dari Inggris, peraturan ini menyebar ke negara-negara penganut tradisi common law, misalnya Australia, Afrika Selatan, dan Singapura.

 

Berakhirnya teori perjanjian 

Teori bahwa PT didirikan berdasarkan perjanjian ("teori") itu sendiri sangat populer di Eropa pada awal abad ke-19, seiring dengan didengungkannya supremasi asas kebebasan berkontrak. Di Prancis, PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian diantara para pendiri, yang dituangkan dalam konstitusi perusahaan (AD/ART), dan tidak memerlukan pengesahan dari pemerintah. Satu-satunya alat kontrol sah tidaknya pendirian perusahaan tersebut adalah sah tidaknya perjanjian itu sendiri menurut hukum perdata mereka, yang isinya sama persis dengan Pasal 1320 KUH Perdata Indonesia (Nicholas Foster).

Halaman Selanjutnya:
Tags: