Komisi IX Berharap Draft RUU Kesehatan Selesai Sebelum Reses
Berita

Komisi IX Berharap Draft RUU Kesehatan Selesai Sebelum Reses

Draft RUU Kesehatan diharapkan dapat diserahkan pada pimpinan DPR sebelum 25 Maret mendatang, atau sebelum DPR memasuki masa reses. Akhir 2006 diproyeksikan sudah disahkan.

Oleh:
Tif
Bacaan 2 Menit
Komisi IX Berharap Draft RUU Kesehatan Selesai Sebelum Reses
Hukumonline

 

Aborsi

Mariani menambahkan bahwa Pasal 63 juga tidak bisa diterima semua pihak, karena seperti melegalisir aborsi. Ia menegaskan bahwa kesehatan reproduksi sangat luas dan tidak hanya aborsi. Oleh karena itu, ia sangat berhati-hati karena tidak mau kesehatan reproduksi sampai gagal karena aborsi.

 

Dengan reproduksi yang tidak terjamin maka kita akan merugi di masa depan. Ibu yang tidak sehat akan menghasilkan bayi yang tidak sehat yang akan menjadi pemimpin bangsa 20 tahun berikutnya. Memang harus didiskusikan apakah akan dimasukkan seperti ini atau menerima usulan untuk memperjelas apa yang kita maksudkan, imbuh ia.

 

Sementara dalam usulan pasal aborsi disebutkan bahwa pada dasarnya pengguguran kandungan dilarang kecuali ada indikasi kedaruratan. Kondisi darurat adalah jika kehamilan dapat mengancam jiwa ibu apabila dilanjutkan. Keputusan tentang keadaan darurat ini ditetapkan oleh minimal dua dokter yang teregistrasi pada Konsil Kedokteran Indonesia dan memiliki surat izin praktik dan atau dokter yang merawat serta seorang psikolog dan tokoh agama.

 

Aborsi juga diusulkan diizinkan pada kehamilan akibat perkosaan atau incest. Namun harus disertai bukti bahwa peristiwa itu telah dilaporkan pada kepolisian. Selain itu, janin yang menderita penyakit genetik berat dan atau cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki yang dideteksi sejak usia dini kehamilan juga diusulkan dapat diaborsi. Hal ini perlu dibuktikan dengan hasil pemeriksaan dokter spesialis.

 

Pengguguran kandungan hanya boleh dilakukan dokter yang memiliki surat izin praktik dan telah memperoleh pelatihan khusus. Dokter tersebut harus membuat rekam medik lengkap dan membuat laporan mengenai kegiatan secara tertulis pada dinas kesehatan dan ikatan profesi.

Masalah aborsi dalam konteks kesehatan reproduksi perempuan diakui menjadi salah satu materi perdebatan selama ini. Namun, perdebatan itu seyogianya tidak menghalangi DPR dan semua pihak untuk segera merampungkan penyusunan RUU Kesehatan itu.

 

Harapan itu disampaikan Ketua Pokja Kesehatan Komisi IX Mariani Akib Baramuli di Jakarta, Rabu (25/1). RUU ini masih menerima masukan. Kami akan mengundang akademisi dari FKUI, FK UGM dan lainnya. Kami juga akan mengundang pakar hukum bidang kedokteran, kata Mariani.

 

Salah satu alasan mengamandemen UU Kesehatan adalah untuk memasukkan kesehatan reproduksi. Dalam draft terbaru RUU Kesehatan yang menjadi usul inisiatif DPR, khusus kesehatan reproduksi menjadi bab tersendiri. Adapun pasal yang masuk dalam bab tersebut adalah Pasal 61-63.

 

Masalah Kesehatan Reproduksi dalam draft RUU Kesehatan

Pasal 60

(1)    Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental & sosial yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi pada perempuan dan lelaki

(2)    Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terbatas pada saat hamil dan melahirkan, melainkan juga mencakup sebelum dan sesudah melahirkan dan masalah kesehatan sistem reproduksi meliputi masa pertumbuhan sampai dewasa, kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi setelah melewati usia subur

 

Pasal 61

(1) Berkenaan dengan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60.

a.       Setiap orang mempunyai hak untuk dapat menjalani reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, bebas dari paksaan dan atau kekerasan

b.       Setiap orang mempunyai hak menentukan kehidupan reproduksi  dan bebas dari diskriminasi, paksaan dan atau kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia

c.       Setiap orang mempunyai hak menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi, dan

d.       Setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh informasi, edukasi dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan

(2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu dan terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana

 

Pasal 62

(1)    Setiap pelayanan ksehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan atau rehabilitatif, termasuk reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan memperhatikan aspek yang khas, khususnya fungsi reproduksi perempuan

(2)    Reproduksi dengan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 63

(1)    Pemerintah wajib melindungi perempuan dari praktik penghentian kehamilan yang tidak bermutu, tidak aman dan tidak bertanggung jawab.

(2)    Penghentian kehamilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tindakan :

a.       dengan paksaandan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan

b.       yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional

c.       tanpa mengikuti standar profesional dan pelayanan yang berlaku

d.       diskriminatif, atau

e.       lebih mengutamakan imbalan materi daripada keselamatan perempuan yang bersangkutan

(3)    Penghentian kehamilan yang bermutu, aman, bertanggung jawab dilakukan atas indikasi kegawatan medis yang ditentukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang

(4)    Penghentian kehamilan yang bermutu, aman, bertangung jawab, diatur dalam UU tersendiri

Sumber : draft Amandemen RUU Kesehatan dari Komisi IX DPR

 

Mariani menyatakan bahwa masih banyak yang tidak mau menerima Pasal 61 huruf a, terutama kata ‘bebas', karena hal ini menunjukkan seolah tidak mau hamil. Sementara Pasal 61 huruf c adalah tentang keluarga berencana.  Perempuan itu memang selalu dianggap sebagai obyek, karena untuk berKB juga harus minta izin suami. Padahal campur tangan suami sejauh apa sih dalam hal ini, ujarnya.

Tags: