Kelompok Kerja Ornop yang terdiri Elsam, LBH Apik, YLBHI, Kontras, Komnas Perempuan, PBHI, Alperudi, dan Jatam, mengemukakan bahwa kasus pelanggaaran HAM yang melibatkan para pejabat sipil dan aparat militer/kepolisiam serta beberapa petinggi dan karyawan PT Kelian Equatorial Mining (KEM) di Kelian Kalimantan Timur hingga saat ini belum diusut secara tuntas.
Padahal sejak tahun 1999, Tim Pencari Fakta (TPF) dari Komnas HAM (Hak Asasi Manusia) yang diketuai Benjamin Mangkoedilaga, hakim agung yang saat itu menjadi anggota Komnas HAM, telah membuat laporan hasil investigasi tentang serangkaian kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Kelian sejak tahun 1982.
Laporan tersebut menyebutkan sejak tahun 1982, telah terjadi serangkaian pelanggaran HAM di lingkungan PT KEM, baik berupa kekerasan terhadap warga maupun pelecehan dan perkosaan terhadap perempuan.
Kasus yang cukup menonjol antara lain pengusiran para pengrebo (penambang rakyat) dengan cara pembakaran ratusan rumah atau pondok, penghalauan, pengrusakan alat-alat dulang, penangkapan, penganiayaan dan penggusuran makam masyarakat tanpa kesepakatan dengan ahli waris.
Belum ditindaklanjuti
Haris Zainal dari Kontras mengemukakan hingga saat ini, pihak pemerintah maupun Komnas HAM sendiri belum menindaklanjuti dokumen laporan TPF tertanggal 22 Februari 2000. Padahal TPF sudah merekomendasikan perlunya penyelesaian secara hukum terhadap setiap bentuk pelanggaran HAM yang terjadi.
Kelompok kerja Ornop menilai, seluruh pelanggaran HAM yang terjadi di Kelian, dilakukan PT KEM dalam rangka kegiatan pertambangan emas. Kegiatan ini, menurut koalisi, secara sistematis dilakukan dengan melibatkan aparat sipil, militer dan kepolisian setempat.
Tuntutan masyarakat untuk penyelesaian kasus HAM tidak mendapat tanggapan serius dari pemerintah. Bahkan, terkesan aparat kepolisian maupun pemda sengaja menutup-nutupi setiap kejadian.