Pemberhentian Kepala Daerah Berlaku Adagium Ubi Eadem Ratio, Ibi Idem Jus
Berita

Pemberhentian Kepala Daerah Berlaku Adagium Ubi Eadem Ratio, Ibi Idem Jus

Tidak ada pelanggaran konstitusi ketika Mendagri atas nama Presiden memberhentiukan Bupati Sarolangun. Pemberhentian sementara itu justeru untuk memberikan kepastian hukum.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Pemberhentian Kepala Daerah Berlaku Adagium <i>Ubi Eadem Ratio, Ibi Idem Jus</i>
Hukumonline

 

Dalam hubungan dengan pemberhentian sementarai, berlaku adagium yang berbunyi Ubi eadem ratio, ibi idem jus, pada alasan yang sama berlaku hukum yang sama. Oleh karena itu, tidaklah tepat apabila pemberhentian sementara terhadap Pemohon dari jabatan Bupati Sarolangun dikatakan bersifat diskriminatif dengan cara membandingkannya dengan pejabat publik atau pihak lain dalam kualifikasi yang berbeda dan diatur oleh undang-undang yang berbeda.

 

Kasus Akbar Tanjung, misalnya, selaku Ketua DPR RI yang pernah berstatus sebagai terdakwa di pengadilan, tetapi tidak diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai Ketua DPR RI, bukanlah merupakan diskriminasi karena tunduk pada undang-undang yang berbeda dan bukan tergolong pejabat tata usaha negara sebagaimana halnya kepala daerah. MK menegaskan, benar bahwa dalam pengertian diskriminasi terdapat unsur perbedaan perlakuan tetapi tidak setiap perbedaan perlakuan serta-merta merupakan diskriminasi.

 

Dalil pemohon mengenai adanya pelanggaran asas praduga tak bersalah (presumption of innocent) juga ditepis Mahkamah. Menurut Mahkamah,  berdasarkan ketentuan baik dalam hukum internasional maupun hukum nasional telah nyata bahwa prinsip atau asas praduga tak bersalah hanya berlaku dalam bidang hukum pidana, khususnya dalam rangka due process of law. Asas tersebut sesungguhnya berkaitan dengan beban pembuktian (burden of proof, bewijslast) di mana kewajiban untuk membuktikan dibebankan kepada negara, c.q. penegak hukum, sedangkan terdakwa tidak dibebani kewajiban untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah, kecuali dalam hal-hal tertentu di mana prinsip pembuktian terbalik (omgekeerde bewijslast) telah dianut sepenuhnya.

Demikian antara lain pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi ketika memutus perkara permohonan pengujian Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang diajukan oleh Muhammad Made. Bupati Sarolangun itu merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya pasal 31 ayat (1) UU dimaksud beserta penjelasannya.

 

Pasal 31 ayat (1) merugikan karena atas dasar itulah Mendagri atas nama Presiden memberhentikan pemohon untuk sementara dari jabatannya sebagai Bupati Sarolangun, Jambi. Surat pemberhentian itu dibuat atas permintaan Gubernur Jambi setelah Madel dinyatakan sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan ponton senilai Rp2,5 miliar.

 

Dalam permohonananya, tim kuasa hukum Madel menegaskan bahwa pemberhentian sementara itu tidak memberikan kepastian hukum. Apalagi tidak melalui mekanisme DPRD. Lebih tegas lagi, melanggar asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence). "Pemberhentian itu justeru menerapkan praduga bersalah. Padahal klien kami belum tentu terbukti bersalah," ujar Suhardi Somomoeljono, pengacara Madel.

 

Suhardi menunjuk contoh kasus Akbar Tanjung. Meskipun sudah duduk sebagai terdakwa dan divonis bersalah di tingkat pertama, Akbar tak kunjung lengser dari kedudukannya sebagai Ketua DPR. Dalam praktek, pemohon berdalih ada banyak pejabat setingkat bupati atau gubernur yang tidak diberhentikan sementara meskipun sudah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa. Apa yang dialami Madel dianggap sebagai bentuk diskriminasi hukum.

 

Namun, dalam persidangan Rabu (29/3) lalu, Mahkamah menolak permohonan pemohon. Mahkamah menganggap apa yang didalilkan pemohon tidak bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon dinilai Mahkamah telah mencampuradukkan antara rezim hukum administrasi dengan hukum pidana, juga menyamakan dakwaan dengan putusan. Apa yang dilakukan Mendagri adalah tindakan administratif, bukan suatu putusan pidana. Putusan pidana hanya ada di tangan hakim di pengadilan tempat pemohon duduk sebagai terdakwa (sudah divonis –red).

Tags: