Divonis Delapan Tahun Penjara, Mantan Dirut Jamsostek Ngamuk
Berita

Divonis Delapan Tahun Penjara, Mantan Dirut Jamsostek Ngamuk

Mantan Direktur Utama PT Jamsostek, Achmad Djunaidi marah setelah mendengar pernyataan Jaksa Penuntut Umum Heru Chairuddin yang menyatakan banding. Sebuah papan nama bertuliskan penuntut umum diarahkan ke kepala Heru.

Oleh:
CR
Bacaan 2 Menit
Divonis Delapan Tahun Penjara, Mantan Dirut Jamsostek Ngamuk
Hukumonline

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Achmad Djunaidi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan dijatuhi pidana delapan tahun penjara.

    

"Menyatakan terdakwa Achmad Djunaidi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan menjatuhkan pidana delapan tahun penjara," kata Ketua Majelis Hakim Sri Mulyani saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (27/04).

    

Selain menjatuhkan pidana penjara, Hakim juga menghukum Achmad Djunaidi untuk membayar denda Rp200 juta subsider enam bulan berikut kewajiban membayar uang pengganti Rp66,625 miliar yang bila tidak dibayar dalam waktu satu bulan putusan itu berkekuatan tetap maka akan dilakukan penyitaan harta untuk dilelang atau tambahan pidana satu tahun penjara.

     

Pada sidang sebelumnya, JPU menuntut Djunaidi dijatuhi pidana 16 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider enam bulan dan pengganti kerugian negara Rp133,250 miliar. 

    

Majelis Hakim menyatakan, unsur-unsur pasal dakwaan telah terbukti dalam pemeriksaan perkara yang dimulai sejak Desember 2005 itu.

    

Dalam dakwaan Penuntut Umum, Djunaidi dinyatakan melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak  Pidana Korupsi jo UU 20/2001 jo pasal 55 jo pasal 65 KUHPidana dan pasal 3 ayat (1) jo pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU 20/2001.

      

Menurut Majelis Hakim, perbuatan terdakwa menyetujui investasi surat utang jangka menengah (medium term notes) dari empat perusahaan total senilai Rp311 miliar bersama Direktur Investasi PT Jamsostek Andy Rahman Alamsyah itu dilakukan secara melawan hukum yang memperkaya diri sendiri atau orang lain serta mengakibatkan kerugian keuangan negara.

    

Pembelian surat utang jangka menengah (MTN) total senilai Rp311 miliar itu diberikan atas penawaran empat perusahaan masing-masing PT Dahana (Rp97,8 miliar), PT Sapta Pranajaya (Rp100 miliar), PT Surya Indo Pradana (Rp80 miliar), dan PT Volgren (Rp33,2 miliar).

   

Dari MTN pada PT Dahana diperoleh pengembalian sebesar Rp53 miliar, PT Surya sebesar Rp41 miliar, sedangkan PT Sapta dan PT Volgren belum dilunasi baik pokok maupun bunga masing-masing sebesar Rp116 miliar dan Rp49 miliar.

    

Pembelian investasi itu, menurut Hakim, dilakukan tanpa analisa mendalam yang disebut pelanggaran prosedur dan asas kehati-hatian (prudential).

     

Dalam penjatuhan vonis, Hakim menilai perbuatan Djunaidi sebagai perbuatan melanggar kewenangan Dirut Jamsostek.

       

Perbuatan terdakwa Djunaidi dinilai merupakan perbuatan melanggar hukum karena menyalahi UU 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Keputusan Direksi PT Jamsostek tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Tahun 2003.

   

Namun, Hakim juga mempertimbangkan keringanan bahwa terdakwa telah berusia lanjut dan pernah berjasa menghasilkan keuntungan selama menjabat Direktur Utama PT Jamsostek yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

     

Dalam sidang putusan yang berlangsung mulai pukul 10.50 hingga 12.10 WIB itu, terdakwa Djunaidi hadir didampingi tim kuasa hukumnya yang diketuai Tjokorda Made Ram.

      

Atas putusan tersebut, Djunaidi dan pengacaranya menyatakan masih pikir-pikir untuk mengajukan banding namun tim Penuntut Umum yang diketuai Heru Chairuddin langsung menyatakan akan mengajukan banding atas vonis penjara delapan tahun itu.

    

Mendengar perkataan Jaksa, Hakim menutup sidang dan disambut Djunaidi yang berdiri dan mengambil papan pengenal di meja Penuntut Umum lalu mengacung-acungkannya didepan jaksa sambil berkata dengan nada emosi, "Ini dendam pribadi ya? Kalian ingin lihat saya mati?," lalu melemparkan papan kayu itu kearah jaksa namun tidak mengenai tubuh jaksa dan jatuh menimpa dinding kayu dibelakang penuntut umum. Ruangan sidang berubah ricuh karena pengunjung pengadilan berbondong-bondong melihat keributan di ruang sidang empat PN Jakarta Selatan.

    

Kepada wartawan yang meminta komentarnya atas putusan terhadap dirinya, Djunaidi menjawab bahwa dirinya telah memberikan Rp600 juta pada jaksa juga Rp1 miliar dari PT Sapta Prana Jaya kepada saksi Walter Sigalingging.

 

Sementara itu Humas PN Jaksel, Johanes Suhadi menyesalkan terjadinya keributan usai sidang pembacaan putusan perkara korupsi PT Jamsostek yang diwarnai pelemparan kayu dari terdakwa mantan Dirut Achmad Djunaidi kepada JPU.

    

"Kami menyesalkan terjadinya pelemparan itu di ruang sidang PN Jakarta Selatan," kata Humas PN Jakarta Selatan, Johanes Suhadi. Usai sidang, ketua majelis hakim Sri Mulyani melakukan pertemuan dengan Ketua PN Jakarta Selatan Andi Samsan Nganro di ruang kerjanya.

    

Disinggung mengenai penilaian tentang terjadinya contempt of court atau penghinaan kepada pengadilan, Humas PN Jaksel menyatakan hal tersebut tidak termasuk. "Kan sidangnya sudah ditutup, Hakim sudah mengetuk palu," kata Johannes.

    

Menurut dia, penghinaan terhadap sidang terjadi saat sidang berlangsung, atau bila dilakukan terhadap majelis hakim. "Karena pelemparan itu terjadi terhadap jaksa, jaksa bisa melaporkan hal itu kepada polisi untuk diproses lebih lanjut," ujarnya. Ia menambahkan, laporan tersebut dapat diajukan dengan pasal perbuatan pidana pada aparat penegak hukum.

Tags: