Pengertian Konsultan Hukum dan Advokat Dinilai Rancu
Berita

Pengertian Konsultan Hukum dan Advokat Dinilai Rancu

Saksi ahli yang satu kantor dengan pemohon menilai seorang sarjana hukum otomatis dapat bekerja sebagai konsultan hukum.

Oleh:
CR
Bacaan 2 Menit
Pengertian Konsultan Hukum dan Advokat Dinilai Rancu
Hukumonline

 

Ia menjelaskan sebelum terbitnya UU No. 18/2003 tentang Advokat bahwa mereka yang telah dinyatakan diangkat, dilantik sebagai pengacara praktek itu bukanlah konsultan hukum.

 

Kemudian setelah terbitnya UU Advokat mereka yang dinyatakan sebagai pengacara praktek, advokat, dan konsultan hukum yang telah diangkat itu kemudian secara otomatis menjadi advokat.

 

Ahli lainnya Haryadi Usman Djaka Sutapa, kemudian menegaskan  bahwa yang dimaksud dengan konsultan hukum dalam Pasal 32 UU Advokat ditujukan kepada konsultan hukum pasar modal.

 

Menurutnya, konsultan hukum adalah orang yang memberikan nasehat atau melaksanakan tugas non-litigasi. Sedangkan advokat selain bisa berfungsi sebagai konsultan hukum atau non-litigasi, bisa juga mewakili kliennya dalam persidangan alias litigasi.

 

Jadi berbeda sekali antara konsultan hukum pasar modal yang diakui keberadaan dan organisasinya, sedang konsultan hukum (secara umum-red) lain dengan konsultan hukum pasar modal, kata Haryadi.

 

Haryadi mengamini Bambang yang menyatakan untuk menjadi konsultan hukum tidak perlu memenuhi syarat-syarat kompetensi. Bahkan menurut Bambang seorang sarjana hukum bisa secara otomatis menjalani pekerjaan sebagai konsultan hukum.

 

Haryadi menilai Pasal 32 ayat (1) UU Advokat menyamakan antara advokat dengan konsultan hukum sehingga patut diuji karena bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM). Ia merujuk antara lain Pasal 28C UUD 1945 yang menyebutkan setiap orang berhak mengembangkan diri.

  

Akibat penerapan Pasal 32 ayat (1) UU Advokat banyak sarjana hukum yang tidak bisa mengembangkan diri karena tidak bisa memberikan jasa konsultasi. Padahal kebutuhan masyarakat akan konsultasi hukum sangat tinggi.

 

 

Pasal 32 UU 18/2003 tentang Advokat

(1)      Advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang           telah diangkat pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan           sebagai Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

 

(2)      Pengangkatan sebagai pengacara praktik yang pada saat Undang-Undang ini           mulai berlaku masih dalam proses penyelesaian, diberlakukan ketentuan           sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

 

Sementara itu Achmad Roestandi membantah pendapat kedua ahli yang memandang Pasal 32 ayat (1 ) UU Advokat itu menyamakan antara pengertian konsultan hukum dengan advokat. Roestandi justru berpendapat UU Advokat membedakan secara tegas antara konsultan hukum dengan advokat.

 

Pada persidangan sebelumnya dalam nota permohonannya, Wahyu Purwana meminta MK menyatakan Pasal 32 ayat (1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 28C ayat (1) dan (2), Pasal 28D ayat (1) dan (3), serta Pasal 28I ayat (2).

 

Wahyu menilai sebaiknya konsultan hukum dikecualikan dari UU Advokat karena pada dasarnya konsultan hukum tidak bisa disamakan dengan advokat. Akibat persamaan antara keduanya dalam UU Advokat, kantor-kantor hukum dengan jumlah advokat sangat terbatas mengalami kesulitan. Pasalnya, tugas-tugas mereka tentunya tidak dapat didelegasikan kepada staf yang belum menjadi advokat.

 

Berdasarkan catatan hukumonline MK pernah menolak uji materil UU Advokat soal lulusan Perguruan Tinggi Hukum Militer dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian dapat menjadi advokat bertentangan dengan Pasal 24 UUD 1945. Kemudian MK juga pernah mengabulkan permohonan uji materi UU Advokat terhadap Pasal 31 UU Advokat yang berisi ketentuan pidana.     

   

Sidang akan kembali digelar pada 28 Juni 2006 dengan agenda pembacaan putusan. Sebetulnya majelis belum mendengar keterangan dari termohon baik itu pemerintah maupun DPR. Kursi termohon pun kosong dalam sidang Rabu (14/6) kemarin. Namun ketua majelis menyatakan keterangan mereka tidak diperlukan lagi karena telah didengar dalam dua perkara sebelumnya.

Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (14/6) kemarin kembali menggelar sidang lanjutan uji materi terhadap Undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat dengan mendengarkan keterangan dua orang ahli yang diajukan pemohon.

 

Keduanya, yaitu Bambang Sudarsono dan Haryadi Usman Djaka Sutapa, diminta menjelaskan perbedaan antara konsultan hukum dengan advokat. Keduanya adalah magister hukum yang bekerja di kantor pemohon.

 

Sebelum didengar keterangannya, Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Mukhtie Fadjar memang tidak memeriksa maupun menanyakan status kepakaran dan independensi kedua saktu itu. Mukhtie hanya menanyakan keahlian kedua ahli dibidang apa yang kemudian hanya dijawab singkat hukum oleh Bambang Sudarsono.  

 

Menjawab pertanyaan pemohon soal perbedaan antara konsultan hukum dengan advokat, Bambang menjawab Kalau kita melihat konteks sejarahnya bahwa sesungguhnya konsultan hukum dengan advokat itu berbeda secara signifikan.

Tags: