Pembantu Rumah Tangga pun akan Diatur Undang-Undang
Utama

Pembantu Rumah Tangga pun akan Diatur Undang-Undang

Draft sementara RUU Pekerja Rumah Tangga sudah mulai disusun Depnakertrans. Padahal naskah akademiknya belum ada.

Oleh:
Tif
Bacaan 2 Menit
Pembantu Rumah Tangga pun akan Diatur Undang-Undang
Hukumonline

 

Soka Handina Katjasungkana dari Samitra Abaya Kelompok Perempuan Pro Demokrasi (SAKPPD) menyatakan bahwa naskah yang ditampilkan belum memiliki naskah akademik, sehingga tidak jelas masalah yang terjadi di masyarakat yang harus diatasi UU ini. Ia juga menegaskan perlunya mengikuti prosedur dalam menyusun sebuah produk hukum agar hasil akhir menjadi maksimal.

 

Ia menilai keberadaan UU ini penting karena perlu ada UU yang lebih khusus mengatur pekerja domestik. Undang-undang yang ada masih terlalu umum. Beberapa peraturan yang bisa dikaitkan dengan pekerja domestik antara lain UU Ketenagakerjaan, UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) dan UU Perlindungan Anak.

 

Kepala Penasihat Teknis Proyek ILO untuk Perlindungan Pekerja Domestik dari Kerja Paksa dan Trafiking Lotte Kejser menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan lima kali pertemuan dengan Depnakertrans, inter departemen dan konsultasi publik. Acara yang dilakukan kali ini merupakan konsultasi publik lagi dengan draft yang sudah direvisi. ILO juga menilai peran Depnaker dan masyarakat saling melengkapi.

 

Menurut Kejser, pada 2005, Human Right Watch International dan Amnesty International mengomentari bahwa Indonesia tidak melindungi pekerja domestik. Hal ini juga menjadi keluhan ke ILO dan komite pakar regulasi dan konvensi. Pasalnya, jika Indonesia menolak membuat regulasi tentang pekerja domestik maka artinya Indonesia tidak melakukan kewajiban perlindungan dalam hukum internasional. Dengan demikian akan ada lebih banyak komentar, laporan dan perhatian dari dunia internasional.

 

Kejser menyatakan bahwa RUU ini akan melindungi pekerja domestik di Indonesia. Namun, ia menambahkan bahwa negara asing seperti Arab Saudi, Malaysia akan mempertanyakan bagaimana Indonesia minta perlindungan untuk TKI di luar negeri, jika tidak melindungi warga yang melakukan pekerjaan serupa di dalam negeri. Itulah hukum di internasional. Jika Anda minta sesuatu dari pemerintah asing, Anda harus berikan hal yang sama pada warga Anda yang ada di dalam negeri, kata Kejser.

 

Anggota Komisi III DPR dari F-PKB Nursyahbani Katjasungkana menyatakan bahwa sudah ada Pasal 1602 KUHPerdata tentang perlindungan pekerja sektor domestik. Selain itu, lanjut ia, ada pula Perda DKI Jakarta No. 6 Tahun 1993 mengenai hukum kontraktual yang harus diketahui suku dinas ketenagakerjaan Jakarta.

 

Meskipun demikian, UU Perlindungan Hukum bagi Pekerja Rumah Tangga sudah ada dalam daftar Prolegnas. Oleh karena itu, lanjut ia, jika Depnakertrans ingin RUU ini menjadi prioritas Prolegnas 2007, maka harus diselesaikan sebelum September 2006.

 

Menurut ia, Depnaker perlu memberitahukan ke Dephukham untuk disetujui bersama. RUU ini juga perlu segera dilengkapi naskah akademik. Nursyahbani menambahkan bahwa RUU ini bukan hanya konstruksi hukum antara majikan-PRT tapi juga untuk mencegah forced labour (kerja paksa). Saya sudah bicara dengan penyusun RUU untuk menyempurnakan draft sebelum menyerahkan ke DPR. Saya akan memperjuangkan agar menjadi prioritas sehingga bisa segera diundangkan, tegas Nursyahbani.

 

Nursyahbani mengusulkan agar RUU PRT ini menjadi payung, dalam artian berisi hal yang pokok saja dan menjadi landasan bagi Pemda dalam menyusun Perda. Dengan demikian, lanjut ia, jika Pemda membuat Perda yang bertentangan dengan UU maka bisa dibatalkan Mendagri atau MA. Ia juga menilai hak reproduksi, cuti hamil dan cuti haid masih belum tercantum dalam draft RUU ini.

 

Substansi

Berdasarkan draft per 29 Juni 2006, RUU PRT terdiri atas 14 bab dan 30 pasal. Beberapa hal yang dielaborasi dalam RUU tersebut antara lain hak dan kewajiban baik PRT maupun pengguna jasa PRT, perjanjian kerja, pengupahan, penyelesaian perselisihan, pengakhiran hubungan kerja, pengawasan dan sanksi.

 

Bab XI mengenai Pengawasan mendapat perhatian cukup besar. Pasalnya, dicantumkan bahwa pengawasan pelaksanaan UU ini dilakukan pegawai pengawas ketenagakerjaan bersama aparat kelurahan/desa dan ketua RT/RW setempat.

 

Soka Handina menilai pelibatan RT/RW dalam proses pengawasan merupakan hal yang dapat diperdebatkan. Pasalnya, RT/RW bukanlah lembaga formal dan bukan aparat pemerintah, berbeda dengan aparat kelurahan.

 

Akhyar mengakui bahwa pengawasan oleh RT/RW hanya berupa gagasan, oleh akrena itu bukanlah harga mati. Depnakertrans akan terus melakukan diskusi dengan Pemerintah untuk membahas siapa yang paling pantas melakukan pengawasan.

Akhyar menyatakan belum tahu apakah nantinya akan membentuk sebuah lembaga independen/komisi khusus. Menurut ia, pihaknya akan melihat dari dinamika pembahasan di DPR.

 

Di Depnakertrans kan ada pengawas tapi jumlahnya terbatas. Sekitar 3000 orang. Padahal jumlah perusahaan sudah mencapai 60–70 ribuan. Untuk mengatasi kekurangan bisa ditambah dari aparat desa dan kelurahan, kata Akhyar.

Kepala Bagian Peraturan Perundangan-undangan Depnakertrans Akhyar HZ menyatakan belum ada naskah akedemik untuk RUU pekerja Rumah Tangga (RUU PRT). Namun, Depnakertrans sudah menyusun beberapa pokok pikiran untuk nantinya disusun menjadi naskah akademik. Pokok pikiran tersebut antara lain latar belakang, sosiologis, filosofis, masalah keadaan PRT, perlakuan upah, kurang istirahat, dan kekerasan terhadap PRT.

 

Sebelum RUU itu, Depnakertrans sudah lebih dahulu mempersiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan PRT. Namun RPP tersebut tidak bisa dikeluarkan karena belum ada peraturan yang lebih tinggi yang memerintahkannya. Oleh karena itu, Depnakertrans menilai lebih baik berupa UU yang disetujui bersama DPR dan Pemerintah.

 

Mengenai naskah akademik, kami punya rencana untuk juga menyiapkan secara paralel dengan penyusunan RUU PRT sehingga bisa diketahui latar belakang pembuatan RUU ini, kata Akhyar dalam workshop bertema Menuju Perlindungan bagi PRT di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (10/7).

 

Jika RUU PRT jadi disusun, berarti menambah daftar undang-undang yang mengatur tenaga kerja. Sebelumnya Indonesia sudah memiliki UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dan UUU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Tags: