Kedudukan Kreditor dalam Hukum Jaminan Lemah
Utama

Kedudukan Kreditor dalam Hukum Jaminan Lemah

Benarkah selaku kreditor, kedudukan bank masih lemah dalam sistem hukum Indonesia?

Oleh:
M-3/CRC
Bacaan 2 Menit
Kedudukan Kreditor dalam Hukum Jaminan Lemah
Hukumonline

 

Prof. Arie Hutagalung berdasarkan pengalamannya sebagai praktisi menemukan beberapa kasus dimana debitor menyembunyikan benda jaminan di lahan milik TNI agar tidak dapat dieksekusi.

 

Satrio, dosen pascasarjana Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, memandang  UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia sangat aneh. Ia menunjuk pasal 1 angka 1 yang menyebutkan fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Semenjak fidusia jatuh atas benda maka hak miliknya beralih kepada kreditor. Penguasaan benda memang masih pada debitor, tapi debitor bukan lagi pemilik benda. Bagaimana mungkin UU masih menganggap debitor pemilik padahal kenyataannya debitor hanyalah bezitter.

 

Kesulitan bank sebagai kreditor lagi-lagi dikuatkan oleh pendapat M. E. Eliyana, mantan hakim tinggi. Dalam gadai, hak khusus kreditor untuk parate eksekutie dapat gugur akibat ketidaksetujuan debitor, sesuai dengan Pasal 1155 KUHPerdata padahal debitor sudah wanprestasi. Dalam kondisi ini, kata dosen UNIKA Atmajaya ini, Masih bagus kedudukan debitor seimbang dengan debitor, biasanya justru kedudukan debitor menjadi lebih tinggi daripada kreditornya, ujarnya.

 

Ada kebiasaan dalam praktek, bahwa kreditor untuk mengeksekusi haknya atas benda jaminan harus menunggu fiat eksekutie dari pengadilan padahal hal demikian tidak pernah tertulis dalam UU. Selain itu pelaksanaan eksekusi sendiri masih dapat ditunda karena adanya bantahan dari pihak ketiga. Walaupun pada dasarnya bantahan hanya dapat diajukan oleh pemegang hak milik, tapi tetap saja berbagai jenis bantahan terus berdatangan. Eksekusi sudah tidak nyaman lagi. Ada satu kasus bisa sampai 32 tahun, tambah Prof. Arie.

 

Prof. Hikmahanto Juwana, dekan FHUI, dalam keynote speechnya mengingatkan bahwa solusi atas kendala tersebut bukan pada banyaknya peraturan perundang-undangan yang terbit atau dibentuknya lembaga-lembaga terkait dengan pelaksanaan perjanjian dan peraturan perundang-undangan. Solusi yang harus dilakukan terletak pada penguatan penegakan hukum yang dihinggapi berbagai kelemahan, ujarnya.

Pada umumnya, kreditor berkedudukan lebih kuat secara ekonomi. Debitur datang kepada kreditur karena kebutuhannya akan uang. Untuk memenuhi kebutuhannya, segala klausula yang diajukan oleh kreditur akan disetujui. Namun, hukum positif di Indonesia, sebaliknya, justru melemahkan kekuatan kreditur untuk mendapatkan pengembalian kreditnya.

 

Kelemahan kreditur dalam perspektif hukum inilah yang mencuat dalam Seminar Sehari Perbankan Aspek Hukum Jaminan Dalam Corporate Financing Oleh Perbankan di Indonesia yang diselenggarakan pekan lalu di Balai Sidang Djokosoetono Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok. Seminar yang diselenggarakan oleh Jurnal Hukum dan Pembangunan ini menekankan pada penegakan dan penyelesaian sengketa hukum dalam hubungan kreditor dan debitor.

 

Ahlan Irslan Sjarif, praktisi perbankan mengkhawatirkan sejumlah masalah dalam praktik corporate finance. Menurut Ahlan, sebaiknya bank tidak membuat perjanjian yang berhubungan dengan corporate financing. Alumnus FHUI 1963 ini menganggap perjanjian corporate financing tidak tertentu objeknya sehingga perjanjian tersebut seharusnya batal demi hukum.

 

Corporate financing juga membuka banyak kemungkinan untuk penyalahgunaan kredit. Nantinya karyawan bank yang bertugas untuk menyetujui kredit rentan tuduhan tindak pidana korupsi. Hal ini disebabkan karena seakan-akan corporate financing tidak utuh menilai prinsip 5C. Maka itu sebaiknya bank sebagai kreditor hanya mengikatkan diri pada perjanjian dengan objek project financing. Bisa-bisa gedungnya sudah berdiri, utangnya dianggap tidak pernah ada.

 

Pengajar Fakultas Hukum UGM, J. Satrio, memandang kedudukan bank sebagai kreditor lemah dalam hal hukum jaminan karena pengaturan UU. Khususnya dalam hal fidusia, kreditor tidak dapat langsung membawa objek jaminan ke kantor lelang untuk dieksekusi karena benda jaminan tidak berada dalam tangannya.

Tags: