Mencari Format Peradilan yang Independen dan Tak Memihak
Kolom

Mencari Format Peradilan yang Independen dan Tak Memihak

Mungkinkah hal itu dilakukan dengan bertolak pangkal dari doktrin hukum yang klasik mengenai kepastian hukum dan kenetralan hukum?

Bacaan 2 Menit
Mencari Format Peradilan yang Independen dan Tak Memihak
Hukumonline

Kepastian hukum--sebagaimana keadilan dan kemanfaatan hukum -- adalah sesungguhnya sebuah doktrin.  Doktrin kepastian hukum mengajarkan kepada setiap pelaksana dan penegak hukum untuk (demi terkendalikannya kepatuhan warga agar ikut menjaga ketertiban dalam setiap aspek kehidupan) mendayagunakan hukum yang sama untuk kasus yang sama.  

Inilah doktrin kaum positivis, yang dikenali pula sebagai doktrin the supreme state of law yang mengajarkan dan meyakini adanya status hukum yang mengatasi kekuaasaan dan otoritas lain, semisal otoritas politik.  Inilah doktrin yang berkonsekuensi pada ajaran lebih lanjut agar setiap ahli hukum, khususnya yang tengah bertugas sebagai hakim, tidak menggunakan rujukan-rujukan normatif lain selain yang terbilang norma hukum guna menghukumi sesuatu perkara.

Demikianlah menurut ajaran ini, demi kepatuhan, hanya norma hukum yang telah diundangkan dan disebut hukum positif itu sajalah yang secara murni dan konsekuen boleh dipakai untuk menghukumi sesuatu perkara.  Norma hukum ini tidak boleh dicampuri pertimbangan-pertimbangan yang merujuk ke sumber-sumber normatif yang lain. Misalnya norma moral, rasa keadilan, ideologi politik, keyakinan pribadi, atau apapun lainnya.  Diyakini orang, jika doktrin seperti itu secara murni dan konsekuen diapatuhi, maka hukum (sebagai suatu institusi) akan amat berdaya untuk mengefektifkan berlakunya kaidah-kaidahnya guna menata kehidupan dan menegakkan tertib di dalamnya.

Tak pelak lagi, doktrin kepatuhan hukum yang memberikan arahan kepada para pelaksana hukum seperti terpapar di muka itu, berkaitan erat dengan doktrin lain yang lebih bersifat falsafati, ialah doktrin positivisme yang pada asasnya juga mengajarkan pemahaman hukum sebagai hukum murni. 

Doktrin positivisme

Doktrin positivisme ini juga mengajarkan bahwa hukum harus memiliki sosok yang tidak berada di ranah yang metayuridis, melainkan di ranah yang -- menampak dan terbaca tegas dan jelas-- dengan sifatnya yang objektif.  Oleh sebab itu, setiap norma yang terbilang hukum harus dirumuskan (karena itu juga mesti tertulis!) secara eksplisit, cermat, dan tepat oleh pejabat dan/atau institusi yang berwenang untuk itu.  Dari doktrin positivisme inilah asal muasal pendapat bahwa setiap hukum (ius) itu harus diwujudkan dalam bentuk undang-undang (lege, lex).

Doktrin positivisme ini pulalah yang mengajarkan agar setiap ahli hukum yang mendayagunakan hukum berkewajiban menjaga kemurnian hukum (dalam artinya sebagai undang-undang), agar hak dan kewajiban sebagaimana ditentukan di dalam aturan-aturan hukum/undang-undang dapat diketahui dengan pasti dan segala konsekuensinya pun dapat diprediksikan dengan pasti. 

Pengacauan hukum dengan norma-norma lain yang bukan hukum dikhawatirkan hanya akan mengganggu kepastian itu.  Hanya hukum yang telah dipositifkan tegas-tegas sebagai ius constitutum -- alias "hukum yang telah selesai dibentuk dan punya bentuk yang positif" -- itu sajalah yang secara sah boleh menetapkan perbuatan hukum apa yang akan berakibat hukum, dalam suatu hubungan sebab-akibat yang pasti.

Tags: