Asas Praduga Tak Bersalah Tidak Bisa Diartikan Secara Letterlijk
Utama

Asas Praduga Tak Bersalah Tidak Bisa Diartikan Secara Letterlijk

Kalau diartikan demikian maka tugas kepolisian tidak akan bisa berjalan. Menurut saya, presumption of innocent adalah hak tersangka sebagai manusia.

Oleh:
Aru
Bacaan 2 Menit
Asas Praduga Tak Bersalah Tidak Bisa Diartikan Secara <i>Letterlijk</i>
Hukumonline

 

Selanjutnya, mengenai pertanyaan hakim konstitusi Harjono terkait keberlakuan pasal 21 ayat (1) KUHAP, Prof. Andi dengan tegas menyatakan penyusunan pasal 21 tersebut salah. Letak kesalahan penyusun KUHAP menurut dia adalah peletakan syarat sahnya penahanan di ayat kesatu. Seharusnya, di ayat satu diatur mengenai besaran tuntutan sebagai syarat penahanan seseorang, baru kemudian di tahapan berikutnya, apakah tersangka perlu ditahan atau tidak.

 

Sementara, Pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaluddin menyatakan sistem pengawasan pasal 21 KUHAP terletak pada batasan diskresi. Dari pihak Kepolisian, Kepala Divisi Hukum Mabes Polri Irjend (Pol) Teguh Soedarsono menyatakan pengawasan Kepolisian secara internal dilakukan oleh sebuah divisi. Divisi Profesi dan Pengamanan.  

 

Sistem Penahanan Baru

Terlepas dari materi pengujian, dalam kesempatan itu, Prof. Andi juga menjelaskan bahwa di RUU KUHAP lembaga praperadilan yang selama ini dianggap bermasalah akan dihapus. Digantikan dengan hakim komisaris. Dengan adanya lembaga hakim komisaris, yang menentukan penahanan nantinya adalah hakim.

 

Ke depan, sistematika penahanan akan berubah. Polisi nantinya hanya boleh menahan seseorang maksimal 15 hari. Selanjutnya, perlu mendapat persetujuan hakim komisaris jika penahanan seseorang dilanjutkan. Itu pun atas permintaan Jaksa Penuntut Umum. Sistem ini oleh Prof. Andi dipersamakan layaknya sistem Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Jaksa yang pegang kartu ATM, hakim yang pegang duitnya.

 

Diakui Prof. Andi sistem baru ini mendapat kritik dari Kepolisian. Menurut Kepolisian, urai Prof. Andi, sistem ini ibarat menara gading. Ya kita siapkan menaranya untuk dipanjat Polisi, ujarnya. Mencontohkan Prancis kala menerbitkan KUHAP Prancis yang baru. Di Prancis, pihak Kepolisian Prancis yang menentang KUHAP baru menunjukkannya dengan jalan melempar KUHAP ke jendela kamar Menteri Kehakiman Prancis. Toh setelah penolakan tersebut, Prancis menjalankan KUHAP barunya itu.

 

Sidang pengujian KUHAP ini akhirnya ditunda, menarik tentunya menunggu apa putusan MK, mengingat pemohon yakni Suwarna saat ini menghadapi dakwaan melakukan tindak pidana korupsi dan saat ini sidangnya masih digelar.    

 

Pantang menyerah agaknya menjadi semboyan Gubernur Kalimantan Timur Mayjend (Purn) Suwarna Abdul Fatah. Setelah permohonan prapradilannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kandas, Suwarna mengajukan permohonan pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terkait dengan penahanannya ke Mahkamah Konstitusi (MK).

 

Setelah beberapa kali persidangan, akhirnya sidang sampai pada agenda mendengarkan keterangan Pemerintah, DPR, pihak terkait (Kejaksaan dan Kepolisian) dan Prof. Andi Hamzah, sebagai ahli.

 

Dalam persidangan, hakim konstitusi Maruarar Siahaan menanyakan kepada Prof. Andi apakah pasal 21 KUHAP bermasalah dalam norma konstitusionalitasnya atau bermasalah dalam praktik. Menurut Prof. Andi yang juga Ketua Tim Perumus Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP, KUHAP yang ada saat ini pada dasarnya melanggar hak asasi manusia. Contohnya ada pasal yang mengatur mengenai penahanan dan pemenjaraan yang merupakan pelanggaran terhadap kebebasan atau kemerdekaan seseorang.

 

Karenanya, asas presumption of innocent (praduga tidak bersalah) menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Trisakti tidak bisa diartikan secara letterlijk (apa yang tertulis) Kalau diartikan demikian (letterlijk, red) maka tugas kepolisian tidak akan bisa berjalan. Menurut saya, presumption of innocent adalah hak-hak tersangka sebagai manusia diberikan, tukas Prof. Andi. Hak-hak itu misalnya kawin dan cerai, ikut pemilihan dan sebagainya.

Tags: