Desentralisasi Penegakan HAM
Fokus

Desentralisasi Penegakan HAM

"The closer the government, the better it serves" David Osborne dan Ted Gaebler

Oleh:
AWi/APr
Bacaan 2 Menit
Desentralisasi Penegakan HAM
Hukumonline

Mendekat ke rakyat. Di Pidie (Aceh) orang mati kena peluru; di Sambas (Kalimantan Barat) orang luka kena bacok; di Purwokerto orang dibakar hidup-hidup; di Kupang anak mati karena busung lapar; di Papua orang-orang ditangkapi karena membuat konferensi pers tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), mengibarkan bendera dan menyuarakan pendapat; di Surabaya buruh dipecat karena mogok kerja. Cerita-cerita semacam kerap terdengar.

Ribuan kasus pelanggaran HAM terjadi di tingkat lokal, tetapi penyelesaiannya dibebankan pada pusat, seakan-akan pusat mampu (dan mau) melakukan segala hal untuk menyelesaikannya. Namun, pada akhirnya para korban harus menyadari bahwa ternyata harapan penyelesaian tersebut tiada kunjung selesai.  Belum lagi karena hambatan infrastruktur yang terbatas.

Tidak bisa diingkari bahwa kendala geografis sering kali menjadikan persoalan HAM juga sulit diatasi. Untuk itulah sebenarnya mekanisme penegakan HAM tidak cukup terhenti di tingkat internasional, regional, ataupun nasional, tapi kini kebutuhan tersebut mengarah pada kebutuhan lokal.

Kebutuhan akan mekanisme lokal

Ungkapan pembuka di atas sebenarnya menggambarkan betapa mekanisme lokal sangat dibutuhkan untuk bisa mengatasi persoalan di tingkat lokal tanpa harus melibatkan atau menunggu pusat.

Artinya, institusi pemerintahan dan juga institusi publik -- termasuk di dalamnya lembaga-lembaga yang independen dan tidak berpihak di dalam upaya penegakan dan pemajuan HAM -- perlu didekatkan kepada rakyat. Tujuannya, agar pelayanan yang diberikan kepada masyarakatnya menjadi lebih baik dan lebih mampu mengakomodasi kebutuhan komunitasnya.

Soepomo pernah menyebut otonomi daerah semestinya dipahami sebagai "prinsip" yang menghormati kehidupan regional menurut riwayat, adat, dan sifat-sifat sendiri-sendiri, dalam kadar negara kesatuan.

Sesungguhnya tiap daerah memiliki  sejarah dan sifat khusus yang berlainan dari riwayat dan sifat daerah lain. Karena itu, pemerintah yang bijak semestinya mampu menjauhkan segala urusan yang bermaksud menguniformisasi (baca: menyeragamkan) seluruh daerah menurut satu model.

Halaman Selanjutnya:
Tags: