Dua Tahun Bekerja, Timtas Tipikor Dinilai Gagal Galang Koordinasi
Berita

Dua Tahun Bekerja, Timtas Tipikor Dinilai Gagal Galang Koordinasi

Timtas Tipikor mencatat prestasi dengan mengungkap sejumlah kasus baru seperti kasus pemerasan oleh hakim dan panitera PN Jakarta Selatan, kasus pemerasan oleh jaksa, dan kasus Bulog.

Oleh:
Rzk/CRP
Bacaan 2 Menit
Dua Tahun Bekerja, Timtas Tipikor Dinilai Gagal Galang Koordinasi
Hukumonline

 

Dalam perjalanannya, Timtas Tipikor ternyata hanya mampu merampungkan beberapa kasus saja. Dari 10 kasus dugaan korupsi yang diserahkan Presiden, hanya lima yang berlanjut ke proses pengadilan yakni kasus Jamsostek, kasus Departemen Agama, kasus Petral Pertamina, kasus Gelora Senayan, dan kasus Pupuk Kalimantan Timur. Untuk kasus yang terakhir ini bahkan JPU kalah di PN Jakarta Selatan, walaupun sekarang sedang proses pengajuan kasasi.

 

Sementara itu, empat kasus yang berasal dari Kementerian Negara BUMN yakni kasus PT Jiwasraya, Bank Mandiri, Bank BRI dan PT PLN masih tersendat pada tahap penyelidikan dan penyidikan. Diluar itu, Timtas Tipikor mencatat prestasi dengan mengungkap sejumlah kasus baru. Misalnya, kasus pemerasan yang dilakukan hakim dan panitera PN Jakarta Selatan terhadap seorang saksi dalam kasus Jamsostek.

 

Timtas Tipikor juga memperkarakan dua orang jaksa, Cecep Sunarto dan Burdju Ronni yang didakwa melakukan pemerasan terhadap salah satu terdakwa kasus Jamsostek, Achmad Djunaidi. Kasus terakhir yang cukup ramai diberitakan adalah terbongkarnya sejumlah kasus korupsi di Badan Urusan Logistik (Bulog) dengan tersangka kakak-beradik, Widjonarko Puspoyo dan Widjokongko Puspoyo.

 

Kelemahan Timtas Tipikor

Mengkritisi kiprah Timtas Tipikor, Koordinator ICW Teten Masduki mengatakan Timtas Tipikor memang sudah selayaknya dibubarkan. Dia menilai keberadaan Timtas Tipikor sejauh ini tidak menampakkan hasil yang signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi. Kelemahan utama Timtas Tipikor, menurut Teten, terletak pada ketidakmampuannya menggalang koordinasi antar instansi terkait.

 

Sebagaimana dinyatakan dalam Keppres No. 11 Tahun 2005, pembentukan Timtas Tipikor dimaksudkan untuk menggalang koordinasi dalam rangka upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di negeri ini. Instansi yang perlu dikoordinir pun tidak terbatas pada Kejaksaan, Kepolisian dan BPKP, tetapi juga BPK, KPK, PPATK, Komisi Ombudsman Nasional dan instansi pemerintah lainnya.

 

Fungsi kordinasi yang seharusnya dijalankan Timtas Tipikor selama ini tidak nampak berjalan, tukasnya. Teten justru mengusulkan perlunya dilakukan penguatan kelembagaan, baik itu Kejaksaan, Kepolisian, dan BPKP atau instansi terkait lainnya.

 

Sependapat dengan Teten, Pengajar Hukum Pidana  Universitas Islam Indonesia, Mudzakkir juga menekankan soal penguatan institusi penegak hukum diantaranya melalui  spesialisasi personel terkait kasus-kasus korupsi. Sebab, menurut mudzakkir, kasus korupsi tergolong tindak pidana khusus, sehingga diperlukan personil khusus yang cukup terdidik.

 

Rumor itu akhirnya menjadi kenyataan. Plt Jampidsus Hendarman Supandji resmi menggeser Abdul Rahman Saleh dari kursi nomor satu di Kejaksaan Agung (Kejagung). Pergantian ini resmi dilakukan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono bersamaan dengan perombakan beberapa pos di Kabinet Indonesia Bersatu. Dengan posisi yang baru, Hendarman tidak hanya meninggalkan biduk Jampidsus, melainkan juga Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor).

 

Seperti diketahui, berdasarkan Keppres No. 11 Tahun 2005 Hendarman dipercaya menjadi Ketua Timtas Tipikor membawahi anggota multi-instansi yang terdiri dari 15 orang dari Kejaksaan, 15 orang dari Kepolisian dan 15 orang dari BPKP. Sementara, pimpinan masing-masing lembaga yaitu Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BPKP didudukkan sebagai Penasihat. Timtas Tipikor diserahi tugas melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan termasuk penangkapan terkait suatu tindak pidana korupsi,  menelusuri serta mengamankan seluruh aset.

 

Seiring dengan berakhirnya masa kerja dua tahun yang ditetapkan dalam Keppres No. 11 Tahun 2005, Presiden memutuskan untuk menyudahi eksistensi Timtas Tipikor. Kepastian tidak diperpanjangnya masa kerja Timtas Tipikor disampaikan sendiri oleh Hendarman (7/5). "Saya melaporkan mengenai tugas-tugas saya, yaitu pemberantasan tipikor dan laporan mengenai Timtas Tipikor. Itu sudah berhenti setelah selesai dua tahun," jelasnya.

 

Pada kesempatan yang lain (4/5), Hendarman mengatakan Timtas Tipikor sudah melakukan inventarisasi kasus yang sedang ditangani. Selanjutnya, Tim ini  akan meneruskan kasus-kasus tersebut ke Kejaksaan Agung dan Mabes Polri. Selama dua tahun bekerja, Hendarman mengklaim Timtas Tipikor telah berhasil mengembalikan uang negara sebesar Rp3,95 triliun yang artinya lebih besar dari pencapaian mereka pada tahun pertama yakni Rp2,7 triliun.

 

Pada awal kiprahnya, Timtas Tipikor diserahi 21 laporan masyarakat yang masuk ke Presiden tentang sejumlah kasus dugaan tindak pidana korupsi. Namun, setelah ditelaah ternyata hanya 10 kasus yang benar-benar berindikasi tindak pidana korupsi. Selain itu, Timtas Tipikor juga menerima empat kasus dari Kementerian Negara BUMN yang setelah dikaji seluruhnya berindikasi tindak pidana korupsi.

Tags: