Kejaksaan Gunakan Teori Hukum Baru Menjerat Pembunuh Munir
Berita

Kejaksaan Gunakan Teori Hukum Baru Menjerat Pembunuh Munir

Mantan pilot Garuda Pollycarpus Budi Priyanto kembali diperiksa Bareskrim Mabes Polri. Ada sejumlah bukti yang sudah disiapkan untuk mengajukan Peninjauan Kembali.

Oleh:
CRA
Bacaan 2 Menit
Kejaksaan Gunakan Teori Hukum Baru Menjerat Pembunuh Munir
Hukumonline

 

Karena itu, bila teori conditio sine qua non ingin digunakan  dalam PK Munir maka kejaksaan harus menyiapkan beberapa sebab yang mengakibatkan kematian Munir. Hendarman Supandji memahami bahwa menyiapkan beberapa sebab merupakan konsekuensi dari penggunaan teori tersebut.

 

Chaerul Huda menilai usaha kejaksaan dengan menggunakan teori baru dalam PK kasus Munir akan sulit untuk menuai hasil yang maksimal. Teori yang digunakan oleh kejaksaan adalah teori conditio sine qua non. Menurut dia teori conditio sine qua non, apa yang menjadi sebab dari suatu kejadian itu adalah beberapa sebab tertentu yang mempunyai hubungan satu sama lain. Jadi sebabnya ada banyak. Dengan kata lain, ada beberapa sebab yang satu sama lain tidak ada yang utama, tetapi semua itu menyebabkan timbulnya akibat. Padahal, menurut pandangan Chairul teori keseimbangan jauh lebih mudah membuktikan. Dalam prakteknya, yang lebih mudah untuk membuktikan adalah teori adequat, ujarnya.

 

Chairul menduga Kejaksaan terpaksa memilih teori conditio karena tidak menemukan bukti langsung (direct evidence) yang menyebabkan Munir meninggal. Kejaksaan mencoba menghubungkan beberapa bukti-bukti tidak langsung (indirect evidence) satu sama lain yang seolah-olah berhubungan sehingga mengakibatkan Munir meninggal, ujarnya menganalisis. Adequat yang menggunakan bukti langsung saja tidak berhasil, apalagi conditio sine qua non, ujarnya.

 

Namun Chaerul Huda mengingatkan digunakannya teori ini harus menunjukan bahwa meninggalnya Munir itu karena gabungan antara beberapa sebab. Bukan soal arseniknya, tetapi bagaimana arsenik itu masuk ke dalam tubuh Munir, tambahnya. Menurutnya harus dibuktikan ada beberapa rangkaian perbuatan yang satu sama lain saling berhubungan dengan sedemikian rupa sehingga menyebabkan Munir meninggal diracun.

 

Huda menambahkan bahwa yang akan menjadi novum adalah sebab-sebab itu. Kalau Jaksa Agung bilang ada enam sebab, mungkin diantara sebab-sebab itu belum ada yang ditemukan. Inilah yang dapat menjadi novum, ujarnya.

 

Dibutuhkannya beberapa rangkaian sebab yang menjadi satu kesatuan sangat dipahami oleh Jampidum Abdul Hakim Ritonga. Bahan-bahan yang ada belum cukup, Mabes Polri akan menambahnya. Bukan jumlah bahannya, tetapi bagaimana bahan tersebut menjadi satu kesatuan. Sekarang kan masih tercerai berai, ujarnya.

 

 

 

Hingga akhir pekan ini, Kejaksaan memang belum mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) melalui PN Jakarta Pusat. Namun Kejaksaan tampaknya optimis bisa ‘memenangkan' kasus ini setelah Mahkamah Agung pada tingkat kasasi membebaskan Pollycarpus. Untuk memperkuat dalil PK, Jaksa Agung Hendarman Supandji menegaskan pihaknya akan menggunakan teori pembuktian conditio sine qua non. Dengan teori ini, semua sebab yang muncul dalam proses perkara bisa menimbulkan kematian. Pendeknya, ada banyak sebab yang menimbulkan aktivis HAM Munir meninggal dunia dalam penerbangan menuju Belanda.

 

Sejauh ini, Kejaksaan sudah mengumpulkan sekitar sepuluh dugaan penyebab kematian Munir. Sebab-sebab itulah nanti yang dimasukkan ke dalam memori PK. Kami sedang mengumpulkan alat bukti agar bisa lebih banyak lagi sebab-sebab yang menimbulkan akibat itu, tandas Herndarman.

 

Sementara itu, polisi pun terus berusaha mengumpulkan bukti untuk diserahkan ke Kejaksaan. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto mengatakan salah satu bukti baru yang diserahkan penyidik polisi kepada Kejaksaan adalah berita acara pemeriksaan Ongen Latuihamalo. Dalam pernyataan persnya Rabu (06/6) lalu, Ongen mengaku melihat Munir bersama seseorang di Coffe Bean, Bandara Changi Singapura, ketika pesawat Garuda transit.

 

Bukti demi bukti terus dikumpulkan Kejaksaan untuk mendukung PK. Penjelasan Jaksa Agung Hendarman Supandji menunjukkan perubahan teori yang dianut Kejaksaan untuk menjerat terdakwa Pollycarpus. Sebelumnya, Kejaksaan menggunakan teori adequat alias keseimbangan. Salah satu yang menyebabkan membuktikan teori keseimbangan itu adalah tidak adanya saksi yang melihat siapa yang memasukkan racun ke dalam tubuh Munir.

 

Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda menjelasan bahwa penggunaan teori a de quat karena cara berpikir yang sederhana. Ada satu sebab yang terdekat saja, yaitu ada orang yang memasukan racun ke dalam minuman dan makanan Munir dalam penerbangan Jakarta-Singapura. Jadi sebabnya hanya itu saja, ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: