Gagasan Kongres Advokat dan Peleburan Organisasi
Fokus

Gagasan Kongres Advokat dan Peleburan Organisasi

Mempercepat kongres dinilai bisa menjadi solusi bagi masalah laten di dalam organisasi advokat. Namun usulan kongres belum tentu diakomodir.

Oleh:
IHW/ISA/Rzk
Bacaan 2 Menit
Gagasan Kongres Advokat dan Peleburan Organisasi
Hukumonline

 

Ternyata usaha pembentukan cabang ternyata tidak semudah membalikan telapak tangan. Meskipun sudah berhasil membentuk cabang di Bekasi beberapa waktu lalu, Harry menuturkan, di daerah lain kendala datang dari luar PERADI. Bahkan, ada organisasi yang menentang pembentukan cabang. Kalau seperti ini, bagaimana dong? ujarnya.

 

Berdasarkan Pasal 32 Ayat (1) Anggaran Dasar (AD) PERADI, ditentukan bahwa Musyawarah Nasional hanya bisa dikatakan sah jika dihadiri oleh lebih dari setengah anggota PERADI yang diwakili oleh utusan dari tiap cabang. Jadi, mengacu pada ketentuan AD tersebut, maka PERADI merasa perlu untuk membentuk cabang terlebih dahulu sebelum menyelenggarakan kongres. Ditambah lagi ketentuan Pasal 46 Ayat (1) AD yang mengatur masa jabatan kepengurusan Otto Hasibuan adalah lima tahun sejak tahun 2005. Artinya, Kongres baru bisa dilaksanakan pada 2010.

 

Ponto mengaku, masih banyak pekerjaan rumah lain yang harus segera dibenahi PERADI. Seperti masalah sertifikasi, manajemen organisasi, dan penegakkan kode etik. Ini bukan perkara mudah. Kami butuh dukungan dari banyak pihak, terangnya.

 

Lantas bagaimana dengan usulan percepatan kongres pada tahun 2008? Harry tidak mau menanggapi secara langsung. Yang jelas, kami menargetkan pada akhir tahun 2008, pembentukan cabang-cabang sudah bisa diselesaikan dengan catatan adanya dukungan para banyak pihak tadi,' ungkapnya. Penjelasan Harry mengisyaratkan bahwa Kongres Advokat ataupun Munas, bakal sulit terealisasi pada tahun 2008 nanti.

 

Meskipun begitu, Soleh, Zen dan advokat lain yang mendesak percepatan kongres, jangan langsung gigit jari. Pasalnya, Arbab Paproeka, anggota Komisi III DPR RI menyambut baik usulan Soleh. Saya kira itu sebuah jalan keluar. Ini menjadi aspirasi, mudah-mudahan dalam rapat internal Komisi III, saya bisa menyampaikan gagasan ini ke teman-teman, tutur Arbab.

 

Peleburan organisasi

Selain isu percepatan kongres advokat, wacana lain yang kembali bergulir pasca peristiwa Ikadin adalah seputar peleburan organisasi advokat. Pasalnya, ada beberapa kalangan yang berpendapat organisasi profesi advokat hanya digunakan sebagai 'batu loncatan' untuk posisi yang lebih strategis, yaitu PERADI.

 

Dalam kasus Ikadin misalnya, Soleh berpendapat, Kalau kita melihat lebih jauh mengenai ambisi para pihak. Secara logika politiknya, ada beberapa pihak yang ingin kembali menjabat sebagai pimpinan di organisasi agar tetap dapat mempertahankan kedudukannya di PERADI. Soleh lantas menyebutkan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) sebagai contoh lainnya. Denny Kailimang kembali terpilih (sebagai Ketua AAI), sehingga kedudukannya di Peradi semakin kuat, ungkap Soleh.

 

Ketika melihat komposisi pimpinan di Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI, terlihat bahwa tiap pimpinan 8 organisasi advokat duduk disana. Memang ada pengecualian dimana Soemarjono tetap duduk sebagai pengurus di DPN meski sudah tidak lagi menjabat sebagai Ketua Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM). Namun, pandangan yang mengisyaratkan bahwa organisasi advokat seolah-olah hanya dijadikan semacam 'kendaraan politik' untuk duduk di PERADI tetap tidak bisa dieliminasi. Pandangan tersebut antara lain datang dari para wakil rakyat di Senayan.

 

M. Akil Mokhtar, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golkar, menegaskan bahwa UU Advokat sebenarnya membawa semangat penyatuan seluruh organisasi advokat dalam satu wadah. Bagaimana  penyatuannya diserahkan kepada semua organisasi yang sudah ada, katanya.

 

Menurut Akil, peleburan seluruh organisasi advokat – bukan hanya 8 organisasi yang membidani terbentuknya PERADI- sangat diperlukan sebagai bentuk perlindungan tidak hanya kepada advokat, tapi juga masyarakat  yang menjadi klien. Meskipun harus diakui, realisasinya pasti sulit karena meilbatkan ego masing-masing organisasi yang masih menonjol. Namun, idealnya mereka harus melebur. Kondisi sekarang sebenarnya harus dipahami sebagai masa transisi, Akil menguraikan.

 

Pandangan senada datang dari Arbab Paproeka. Menurut Arbab, seharusnya PERADI bisa diposisikan sebagai wadah tunggal bagi para advokat. Dengan terbentuknya PERADI, seharusnya organisasi advokat yang lain tidak ada lagi. Itu yang menjadi tujuan dan cita-cita UU Advokat, terang anggota Komisi III DPR dari Fraksi PAN ini.

 

Peleburan seluruh organisasi advokat ke dalam satu wadah tunggal menurut Arbab adalah harga mati.  Sayangnya lebih banyak yang sepakat untuk tidak meleburkannya. Akibatnya ya seperti kondisi yang ada sekarang.

 

Menghilangkan eksistensi organisasi-organisasi advokat memang bukan hal yang mudah. Pasalnya, organisasi-organisasi advokat tersebut sudah memiliki akar historis yang teramat kuat ketimbang PERADI. Kendati demikian, bukan berarti cita-cita untuk memperjuangkan wadah tunggal bagi advokat sebagaimana tertuang dalam UU Advokat harus dikandaskan.

 

Zen Smith menawarkan solusi. Wadah tunggal advokat harus tetap diperjuangkan tanpa harus menghilangkan eksistensi organisasi advokat. Dengan catatan, organisasi-organisasi advokat yang sekarang ada, nantinya tidak lagi menjalankan fungsi seperti sekarang. Jadikan saja seperti semacam klub advokat, tempat kumpul-kumpul advokat berdiskusi dan semacamnya, pungkasnya.

 

Meskipun, harus pula diakui bahwa kongres advokat, bukan jaminan mutlak perpecahan tidak akan terjadi lagi.

 

Orang bijak berpesan, Ambilah hikmah dari setiap peristiwa. Pesan itu mungkin selalu terekam dalam benak Soleh Amin. Karenanya, ketika terjadi perpecahan di tubuh Ikadin, ketua DPC Ikadin Jakarta Pusat ini langsung berupaya untuk mencari hikmah yang tersembunyi di dalamnya.

 

Kepada hukumonline, Soleh mengaku memaknai pecahnya Ikadin sebagai trigger untuk mempercepat diselenggarakannya Kongres Advokat Indonesia. Delapan organisasi advokat yang ada, harus bisa mendorong segera dilangsungkannya Kongres Advokat Indonesia, ujarnya. Tidak main-main, Soleh pun mendesak supaya pada tahun 2008 mendatang, hajatan akbar Advokat itu bisa segera digelar.

 

Soleh menceritakan, saat ini ada sebuah forum yang berisikan advokat dari beberapa organisasi advokat yang memperjuangkan percepatan Kongres Advokat. Ada beberapa advokat dari berbagai organisasi, yang tentunya bukan bagian dari pengurus, berpikir untuk mendesak PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia, red) secepatnya melangsungkan Kongres Advokat. Bagi Soleh, mempercepat pelaksanaan kongres Advokat sekaligus dapat semakin memperkuat legitimasi PERADI di mata advokat.

 

Lontaran ide yang dilakukan Soleh, disambut hangat beberapa advokat. Zen Smith, salah satunya. Menurut dia, usulan menyegerakan Kongres Advokat sangat perlu dilakukan agar peristiwa Ikadin tidak menular ke organisasi lain. Selain itu, agar advokat memiliki persepsi yang sama terhadap keberadaan organisasi advokat.

 

Soleh dan Zen tampaknya harus bisa menerima kenyataan bahwa PERADI kemungkinan belum bisa mewujudkan Kongres Advokat  pada 2008 mendatang. PERADI beralasan, belum terbentuknya pengurus PERADI di tingkat cabang akan menyulitkan penyelenggaraan Kongres Advokat. Bagaimana bisa Kongres (Advokat), kalau tidak ada pengurus cabangnya? ucap Harry Ponto ketika dihubungi hukumonline via telepon.

Tags: