Pengusaha Harus Berusaha Hindari PHK
Putusan PHI

Pengusaha Harus Berusaha Hindari PHK

Hakim PHI menolak PHK terhadap 51 pekerja Sogo Plaza Indonesia. Menurut hakim, pengusaha belum maksimal menghindari terjadinya PHK. Hakim menerapkan dwangsom.

Oleh:
KML
Bacaan 2 Menit
Pengusaha Harus Berusaha Hindari PHK
Hukumonline

 

 

Pasal 151 UU Ketenagakerjaan

(1)                             Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.

 

SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan PHK Massal
Apabila dalam hal suatu perusahaan mengalami kesulitan yang dapat membawa pengaruh terhadap ketenagakerjaan, maka pemutusan hubungan kerja haruslah merupakan upaya terakhir, setelah dilakukan upaya sebagai berikut :

a.                              Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan     direktur ;

b.                              Mengurangi shift ;

c.                               Membatasi/menghapuskan kerja lembur ;

d.                              Mengurangi jam kerja ;

e.                              Mengurangi hari kerja ;

f.                                Meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu ;

g.                              Tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya ;

h.                              Memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.

 

 

Masih cukup waktu

Sebelumnya PLI menunjuk keadaan memaksa relatif yakni pemutusan perjanjian sewa tempat usaha oleh PT Plaza Indonesia Realty Tbk terhadap PLI pada 28 Februari 2007. Plaza Indonesia ingin mengubah konsep gerai dari food hall menjadi good hall gourmet. Keadaan memaksa yang menimpa kliennya tak bisa dihindari. Kuasa Hukum SOGO Andi Abdurrahman Nawawi menganalogikan yang dialami kliennya dengan keadaan memaksa akibat perubahan undang-undang.  

 

Menurut hakim, rencana pemutusan perjanjian sewa telah diketahui sejak 16 Oktober 2006. Sampai dikeluarkan surat PHK pada 28 Februari 2007, pengusaha dianggap majelis punya waktu cukup lama untuk memikirkan cara untuk tetap mempekerjakan para karyawan yang terikat perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). Oleh karena itu alasan keadaan memaksa atau force majeure harus ditolak, ungkap Heru.

 

Hakim menemukan pengakuan PLI sebagai penggugat, yang menyatakan perusahaan tidak bermaksud menutup outletnya di Plaza Indonesia begitu saja, dan masih mencari tempat lain yang pas untuk menaruh outlet. Selain itu anak perusahaan PT Mitra Adhi Perkasa ini juga dianggap punya banyak outlet lain. Walau hakim juga menghargai usaha PLI untuk memindahkan sebagian karyawan lain.

 

Hal lain yang menyebabkan gugatan permohonan PHK PLI harus ditolak Hakim ialah Kesepakatan Kerja Bersama (KKB). Dalam Perjanjian yang dirundingkan pekerja dan pengusaha dinyatakan PHK hanya dapat dilaksanakan atas alasan efisiensi atau rasionalisasi apabila pengusaha  terbukti kesulitan keuangan sebagaimana diatur UU Kepailitan.

 

Odie Hudianto, Sekretaris Federasi Serikat Pekerja yang menjadi pendamping para pekerja menyambut baik putusan ini. Ia sependapat dengan mayoritas pertimbangan majelis hakim. Ini membuktikan bahwa pekerja tidak kalah dengan pengacara dalam berperkara di Pengadilan Hubungan Industrial ujarnya sambil nyengir. Sementara Andi, pengacara yang menjadi kuasa hukum PLI tidak mengangkat kedua ponselnya saat dihubungi.  

 

Menariknya, dalam putusan perkara ini ada perintah hakim kepada pengusaha untuk membayar uang paksa. Hakim menetapkan denda sebesar Rp50.000 terhadap para pekerja sebagai tergugat untuk setiap hari keterlambatan pembayaran. Selain itu majelis juga mewajibkan PLI untuk membayar upah selama proses. Meski demikian, seperti lazimnya putusan PHI Jakarta, permohonan sita jaminan dari pekerja dalam gugatan rekonvensi ditolak oleh hakim.

 

Putusan yang menolak permohonan PHK terhadap ke-51 pekerja itu dibacakan dalam sidang Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Kamis (19/7) pekan lalu. Majelis hakim yang dipimpin Heru Pramono menolak PHK yang diajukan PT Panin Lestari Internusa (PLI) karena perusahaan ini dinilai belum maksimal mengusahakan agar pemutusan hubungan kerja tidak terjadi.

 

Majelis hakim mendasarkan putusannya pada ketentuan Pasal 151 (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Berdasarkan pasal ini, PHK seharusnya menjadi langkah terakhir yang ditempuh. Sebelum langkah terakhir itu, para pihak seharusnya terlebih dahulu mengupayakan supaya PHK tidak terjadi.

 

Cara seperti itu, urai majelis, juga dijelaskan secara detail dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Nomor SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan PHK Masal. Dalam Surat Edaran (SE) ini terdapat 8 hal yang layaknya dilakukan pengusaha yang mengalami kesulitan, sebelum melakukan PHK terhadap para pekerjanya. Kedelapan langkah itu adalah mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, mengurangi shift, membatasi/menghapus kerja lembur, mengurangi jam kerja, mengurangi hari kerja, meliburkan atau merumahkan pekerja secara bergilir untuk sementara waktu, tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya, memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat (lihat tabel).

 

Masih mengutip SE dimaksud, majelis hakim berpendapat seharusnya pengusaha membahas langkah-langkah alternatif dengan serikat pekerja untuk memperoleh kesepakatan bipartit. Bila langkah yang mau diambil sudah merupakan kesepakatan bersama, posisinya akan lebih kuat dalam mengambil keputusan.

Tags: