Gadai Saham Berujung pada Dua Putusan Berbeda
Ongko vs BFI

Gadai Saham Berujung pada Dua Putusan Berbeda

Dua advokat perang iklan karena dua putusan PK berbeda menyangkut sengketa gadai saham. Masing-masing pihak pun mengklaim paling benar. Perjanjian gadai ada jangka waktunya?

Oleh:
Kml/Sut
Bacaan 2 Menit
Gadai Saham Berujung pada Dua Putusan Berbeda
Hukumonline

 

Hakim PK APT vs. BFI menganggap perjanjian gadai saham ini adalah perjanjian dengan suatu ketetapan waktu, sebagaimana diatur Pasal 1268 KUHPerdata. Jadi, menurut majelis PK, saham hanya terikat sebagai jaminan utang sampai 1 Desember 2000. Tindakan BFI yang menjual di bawah tangan saham BFI untuk melunasi utang mereka juga dinilai salah.

 

Majelis PK menolak pertimbangan hakim di tingkat banding yang mengalahkan APT. Saat itu hakim tinggi mendasari pertimbangannya pada pengertian umum gadai. Jaminan pelunasan utang yang mana bila utang tersebut tidak dibayar atau perjanjian berakhir, pemegang gadai berhak menjual objek gadai untuk pelunasan hutang. Lanjut hakim banding, karena setelah gadai saham berakhir utang pokok belum lunas, maka BFI berhak mengeksekusi.

 

Selain jangka waktu perjanjian gadai telah berakhir, hal lain yang menjadi pertimbangan hakim dalam menolak eksekusi saham oleh BFI adaalah sebagian anggota Direksi BFI kemudian membeli kembali saham-saham tersebut.

 

Putusan PK kedua dalam sengkarut gadai saham ini ialah antara OM dengan BFI. OM menggugat BFI, Law Debenture Trust Corporation (sebagai trustee), Badan Pengawas Pasar Modal sebagai tergugat dan APT sebagai turut tergugat (OM vs. BFI).

 

Majelis PK yang pimpinan German Hoediarto menolak PK OM dan menguatkan putusan pengadilan tinggi dan kasasi. Dua pengadilan ini menganggap gadai tetap melekat pada piutang, dan ekskusi saham OM oleh BFI kepada para krediturnya juga dinilai sah oleh hakim.

 

Penjualan saham OM dan APT pada BFI, membuat kedua perusahaan itu menggugat BFI pada 2003 dan 2004, karena BFI dinilai melakukan perbuatan hukum dengan menjual saham. Dalam petitum mereka meminta pengadilan menggugurkan perjanjian gadai, dan penjualan saham oleh BFI.

 

Berawal dari gadai saham

Awal mulanya, OM mengadakan perjanjian Domestic Recourse Factory dan Financial Leasing (perjanjian pokok) sejak 1997 hingga 1998 dengan BFI (dulu bernama PT Bunas Finance International yang masih merupakan grup Ongko). Sebagai jaminan, dibuat perjanjian gadai saham yang ditandatangani pada 1 Juni 1999, dimana OM menjaminkan 98 juta lembar sahamnya di BFI. Bertindak sebagai penjamin ialah APT–perusahaan dalam lingkaran Grup Ongko pula-yang juga menaruh 111 juta lembar sahamnya di BFI sebagai jaminan. Lewat pemilikan kedua perusahaan itu, saham Ongko di BFI sebesar 66%.

 

Batas waktu pembayaran utang dalam perjanjian pokoknya tidak jelas. Mungkin karena itu dalam putusan perjanjian pokok jarang disinggung. Sementara perjanjian gadai saham itu mencantumkan jangka waktu berlaku gadai saham, yakni 18 bulan. Perjanjian berlaku satu tahun hingga 1 Juni 2000 dan kemudian diperpanjang 6 bulan hingga berakhir pada 1 Desember 2000.  Menurut OM, sejak 1 Desember gadai jatuh tempo dan tidak pernah diperpanjang lagi. APT berpandangan sama, saham-saham itu sudah tidak terikat sebagai jaminan pada tergugat.

 

Karena terlilit utang kepada beberapa kreditur, BFI mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke pengadilan Niaga yang akhirnya dikabulkan. Berdasarkan perjanjian perdamaian yang dibuat bersama kreditur yang disahkan pengadilan pada 19 Desember, BFI mengalihkan saham milik APT dan OM kepada Law Debenture Trust yang bertindak sebagai trustee (wali amanat) yang kemudian disebarkan ke para krediturnya lewat berbagai perjanjian. Setelah eksekusi BFI mengeluarkan surat lunas kepada OM.

 

Perjanjian gadai ada jangka waktunya?

Lawyer BFI Anthony LP Hutapea bingung dengan adanya dua putusan ini, Gimana? BFI jelas-jelas menolak putusan yang satu itu (dimana dia dikalahkan-red). Cuma pihaknya beda yakni OM dan satu lagi APT tuturnya kepada hukumonline.

 

Menurutnya saat itu status grup Ongko gagal bayar dan karena itu kemudian sahamnya di eksekusi. Sebagaimana yang menjadi pemahaman umum, BFI merasa berhak mengeksekusi jaminan, apabila utang tidak dibayar lunas. Putusan PK juga menyatakan begitu, Saham bisa dieksekusi waktu OM tidak membayar utang ujarnya.

 

Selain itu, menurut Anthony, dalam perjanjian disebutkan gadai berlaku sampai lewat jangka waktu (1 Desember-red) atau utang yang dijamin dibayar lunas.

 

Pasal 4.2 Perjanjian Gadai Saham

Perjanjian gadai tunduk dengan pengakhiran sebelum berakhirnya jangka waktu atau perpanjangan waktu dengan pilihan penerima gadai yang setiap saat diberitahu kepada pemegang gadai.

Sumber:Kutipan dalam pertimbangan putusan PK

 

Sayangnya Lucas tidak dapat dikonfirmasi. Meski begitu, dalam memori PK-nya, ia mendalikan selama tidak ada larangan mengatur jangka waktu gadai, hal tersebut bukan merupakan masalah. Ia juga berpendapat seharusnya BFI tidak menjual saham APT untuk melunasi utang BFI kepada para krediturnya.

 

Eksekusi putusan PK dinilai Anthony sebagai sesuatu yang sulit dilakukan. Pasalnya, sahamnya scriptless (tanpa warkat) dan telah tersebar, juga telah banyak berpindah tangan. Oleh karena itu menurutnya BFI akan bersikap pasif sambil menunggu apa yang akan dilakukan pihak lawan.

 

Kedua putusan tersebut mengandung komplikasi, bila eksekusi akan dilakukan. Bagaimana mau ngembaliin sahamnya? tanyanya.

Pada 22 Agustus 2007 Lucas memasang iklan di harian Kompas, yang isinya mengutip amar putusan Peninjauan Kembali yang memenangkan kliennya, PT Aryaputra Teguharta (APT), dalam sengketa gadai saham melawan PT BFI Finance, Tbk (BFI) dan para direksinya. Seminggu kemudian, Hotman Paris Hutapea, kuasa hokum BFI balas mengumumkan kemenangan kliennya dalam sengketa gadai saham melawan PT Ongko Multicorpora (OM) di tingkat peninjauan kembali (PK) lewat putusan tertanggal 19 Juli 2007.

 

Sengketa gadai saham yang sempat ramai dan menjadi persoalan ini bertambah runyam dengan keluarnya dua putusan tingkat akhir yang bertentangan satu sama lain.

 

Dalam perjanjian gadai saham antara OM dengan BFI, APT bertindak sebagai penjamin. APT dan OM mempermasalahkan eksekusi berdasarkan perjanjian gadai yang menurut keduanya telah berakhir, juga teknis eksekusi saham oleh BFI ke krediturnya. Dalam kedua kasus tersebut, OM dan APT menang di Pengadilan Negeri (PN), namun kalah di tingkat banding serta kasasi. Nah, di tingkat PK inilah salah satu majelis memenangkan OM dan APT, sedangkan majelis lainnya memenangkan BFI.

 

Dalam perkara pertama, APT mengajukan gugatan dua tahun setelah saham-saham itu dialihkan. GUgatan dilayangkan terhadap BFI, Law Debenture Trust Coorporation, JP Morgan Chase Bank, The Royal Bank of Scotland, PT Ernst & Young Consulting, Cornellius Hendry dan Yan Peter Wangkar sebagai Direktur, dan Alwi Syahri (APT vs. BFI).  PK perkara ini putus sejak 20 Februari 2007 oleh majelis PK yang diketuai Abdul Kadir Mappong. Amar putusan mengabulkan sebagian gugatan APT.

 

Majelis itu menilai perjanjian gadai saham antara APT dan BFI gugur, dan kemudian memerintahkan BFI serta direksinya mengembalikan saham pada APT yang menurut hakim dibeli secara tidak sah, dan perjanjian telah lewat. Meski begitu, hakim menentukan lain. Saham yang telah dialihkan kepada kreditur lainnya seperti JP Morgan, Royal Bank of Scotland, serta Ernst & Young tak perlu dikembalikan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: