Pembahasan RUU Migas Tertunda
Berita

Pembahasan RUU Migas Tertunda

Jakarta, hukumonline. Pembahasan terhadap Rancangan Undang-undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) pada hari ini tertunda. RUU ini diharapkan rampung sebelum akhir 2001. Pasalnya, undang-undang yang berlaku saat ini belum dapat menterjemahkan tujuan dan cita-cita negara bidang minyak dan gas bumi.

Oleh:
Ari/Zae/APr
Bacaan 2 Menit
Pembahasan RUU Migas Tertunda
Hukumonline

Menurut rencana, pembahasan RUU Migas dilakukan pada Senin (29/1) dalam rapat paripurna DPR. Namun, akibat berlarut-larutnya pembahasan Pansus Buloggate dan Bruneigate, pembahasan RUU Migas dan RUU bidang Keuangan ditunda. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, yang telanjur datang, akhirnya hanya bertemu dengan pimpinan dan beberapa anggota komis VIII.

Kepada Ketua komisi VIII DPR, Irwan Prayitno, Purnomo menjelaskan maksud  dan tujuan konsep RUU Migas yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR. Menurut Iwan, selama ini mengenai minyak dan gas bumi ada dua UU yang mengatur; UU No. 44/Prp/1960 dan UU No. 8 Tahun 1971 tentang Pertamina.

Purnomo menyatakan, kedua UU tersebut belum dapat menterjemahkan tujuan dan cita-cita negara dalam hal pertambangan dan migas sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Pasalnya, dalam kedua UU tersebut terdapat beberapa kelemahan dan kendala yang tercermin secara jelas dalam substansi materi kedua perangkat peraturan tersebut.

Menurut Purnomo, kelemahan tersebut antara lain; pertama, ruang lingkup peraturan hanya terfokus pada kegiatan-kegiatan usaha di dalam negeri saja, sehingga kurang memberikan dorongan berusaha di luar negeri. Kedua, UU tersebut mengatur usaha yang mempunyai sifat monopolistik dan misai sosial. Ketiga, tidak mendukung kemandirian, pemupukan dana, dan kemampuan bersaing dalam era keterbukaan.

Kelemahan keempat, terdapat ketentuan khusus dalam hal perpajakan dan kepabeanan yang sering menimbulkan kesulitan dalam penerapanya. Serta adanya kerancuan dan tumpang tindihnya perangkat perundang-undangan antara pengaturan sektor dan pengaturan perusahaan yang mengakibatkan tugas pemerintah dan perusahaan menjadi tidak jelas.

Dalam RUU Migas yang diajukan pemerintah pada DPR secara umum mengatur tujuh hal. Pertama, penguasaan dan pengaturan usaha untuk pertambangan dan gas bumi. Kedua, pengaturan usaha untuk hulu. Ketiga, pengaturan usaha untuk hilir.

Keempat, pengaturan untuk penerimaan negara. Kelima, pola pengaturan usaha pengangkutan dan niaga minyak dan gas bumi. Keenam, hubungan usaha minyak dan gas bumi dengan hak atas tanah. Ketujuh, mengatur mengenai status hukum Pertamina. Kedelapan, mengenai pembinaan dan pengawasan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: