Proses Hukum terhadap Presiden
Fokus

Proses Hukum terhadap Presiden

Hasil Sidang paripurna DPR pada 1 Februari 2000 menghasilkan dua keputusan. Pertama, memberi memorandum bagi Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kedua, terhadap hal-hal yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran hukum, DPR menyerahkan persoalan itu untuk diproses berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Yang menjadi masalah sekarang adalah bagaimanakah proses hukum terhadap presiden itu akan dilakukan?

Oleh:
Nay/APr
Bacaan 2 Menit
Proses Hukum terhadap Presiden
Hukumonline

Mengenai pelanggaran politik yang dilakukan oleh presiden, dalam UUD tidak diatur secara eksplisit mengenai mekanisme pertanggungjawaban presiden. Namun,   dalam Tap III/MPR/1978 dinyatakan bahwa MPR dapat menyelenggarakan Sidang Istimewa jika presiden dianggap telah melanggar haluan negara.

Karena itu, mekanisme meminta pertanggungwaban presiden secara poltik dapat dilakukan melalui memorandum yang bermuara ke Sidang Istimewa (SI). Akan tetapi, bagaimana pertanggungjawaban hukum seorang presiden jika ia diduga melakukan tindak pidana?

Undang-undang Dasar kita tidak mengenal adanya impeachment bagi presiden jika presiden diduga melakukan tindak pidana. Juga tidak ada aturan apakah presiden ketika masih memegang jabatan sebagai presiden dapat diperiksa oleh penyidik atau tidak. Di beberapa negara yang mengenal mekanisme impeachment, jika presiden diduga melakukan tindak pidana, presiden akan di-impeach terlebih dahulu. Setelah sudah tidak menjabat, baru dilakukan pemeriksaan terhadapnya.

Sebatas rekomendasi

Dengan tidak adanya peraturan mengenai hal ini, rekomendasi yang diberikan oleh DPR yang meminta dilakukannya proses hukum terhadap dugaan adanya pelanggaran hukum oleh presiden, logikanya hanya akan menjadi sebatas rekomendasi belaka. Pasalnya, hal ini merupakan kewenangan penuh dari aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti rekomendasi itu atau atau tidak.

Bahkan, Didi Supriyanto dari F-PDIP menyatakan bahwa sebenarnya tanpa adanya rekomendasi dari DPR pun, jaksa agung seharusnya memeriksa dugaan pidana ini. Alasannya, mengingat tuduhan yang diajukan adalah korupsi yang merupakan delik umum dan bukan delik aduan. Sehingga ketika ada indikasi seperti itu, jaksa agung harus segera melakukan penyidikan.

Jika proses penyidikan itu tergantung sepenuhnya pada "niat baik" jaksa agung,  masalahnya akan kompleks. Apakah jaksa agung sebagai pembantu presiden, orang yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden, memiliki keberanian untuk memeriksa presiden. Belum lagi jika kita ingat preseden selama ini di mana dalam memeriksa mantan presiden dan anak mantan presiden saja penyidik tampak "rikuh", sehingga proses penyidikan berjalan lambat dan berlarut-larut.

Selain itu, jaksa agung juga mempunyai kewenangan berdasarkan asas oportunitas. Jaksa agung dapat mengesampingkan perkara atas dasar kepentingan umum. Karena itu, mungkin saja jaksa agung akan mengesampingkan perkara yang melibatkan seorang presiden dengan dasar asas oportunitas ini. Namun, kalaupun jaksa agung dan jajarannya ternyata berani dan mau melakukan penyidikan, masalahnya tidak berhenti sampai di situ.

Halaman Selanjutnya:
Tags: