Bukit Asam Gugat Bupati Lahat
Utama

Bukit Asam Gugat Bupati Lahat

Gara-gara kuasa pertambangannya dicabut, perusahaan pertambangan batubara Bukit Asam menggugat Bupati Lahat. Perusahaan pelat merah ini menunutu ganti rugi sebesar Rp206 miliar plus AS$2,34 miliar.

Oleh:
Sut
Bacaan 2 Menit
Bukit Asam Gugat Bupati Lahat
Hukumonline

 

Sekedar informasi, PTBA telah memperoleh ijin KP Penyelidikan Umum dari Dirjen Pertambangan Umum terhadap wilayah seluas 45.750 Ha, pada 20 Desember 1990. Wilayah itu seluruhnya masuk dalam bagian Provinsi Sumsel, antara lain: Arahan, Banjarsari, Air Selero, Kungkilan, Bunian, Sukamerindu dan Bukit Kendil. Namun, dalam beberapa kali masa perpanjangan, wilayah itu tak lagi seluas saat pertama kali saat PTBA memperoleh ijin KP Penyelidikan Umum.

 

Dari penyeldikian umum, perusahaan yang berdiri tahun 1950 itu akhirnya memperoleh ijin KP Eksplorasi atas ketujuh wilayah tersebut. Untuk wilayah Bukit Kendil, Kungkilan, Bunian dan Sukamerindu (kode KP Eksplorasi: DU 1477) ijin eksplorasi diperoleh pada 1992. Sedangkan wilayah Arahan, Banjarsari dan Air Selero (DU 1587) diperoleh pada 1995.

 

Ijin itu kemudian diperpanjang beberapa kali. Untuk wilayah Kungkilan, Bunian dan Sukamerindu, perpanjangan terakhir KP Eksplorasi dikeluarkan pada 2 Desember 1997. Namun, kode wilayahnya diganti menjadi KW 97 PP 0350 seluas 10.310 Ha. KP itu berlaku hingga 26 Oktober 1998. Sedangkan ijin KP Eksplorasi DU 1587 perpanjangan terakhir dikeluarkan pada 14 April 2000, dengan kode KW 98 PP 0042 seluas 16.180 Ha. Ijin itu sekaligus menggabungkan KP KW 97 PP 0350, yang berlaku selama satu tahun.

 

Total luas wilayah penggabungan kedua KP tersebut (KW 98 PP 0042 dan KW 97 PP 0350) menjadi 26.670 Ha. Wilayahnya meliputi Arahan, Banjarsari, Air Serelo, Kungkilan, Bunian dan Sukamerindu. Kode wilayahnya kemudian ditetapkan menjadi KW 97 PP 0350. Setelah adanya penggabungan tersebut, ijin KP Eksplorasi kemudian diperpanjang dan berlaku sampai 25 Oktober 2003. Ijin KP ini lah yang kemudian dicabut oleh Bupati Lahat.

 

Pencabutan ijin itu membuat berang PTBA. Bukan hanya Bupati Lahat saja, tapi juga ada tujuh pihak lain yang digugat perusahaan yang tahun ini menargetkan volume penjualan sebesar 13 juta ton tersebut. Ketujuh pihak itu antara lain: Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat, Kepala Dinas Pertambangan dan Pengembangan Energi Provinsi Sumsel c.q. Gubernur Sumsel. Lalu PT Mustika Indah Permai, PT Bukit Bara Alam, PT Muara Alam Sejahtera, PT Bara Alam Utama, dan PT Bumi Merapi Energi. Kelima tergugat yang terakhir disebutkan adalah perusahaan pertambangan swasta yang mendapat izin KP baru dari Bupati Lahat. Rencananya sidang perdana akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Lahat pada 18 Februari 2007.

 

Menurut kuasa hukum PTBA, Perry Cornelius, tindakan Bupati Lahat yang membatalkan KP milik PTBA dan menerbitkan lima KP baru telah melebihi batas kewenangannya sebagai penguasa. Soalnya, penerbitan lima KP baru itu menimbulkan tumpang tindih (overlap) dengan wiliyah KP milik perusahaan yang sebagian kegiatan penambangannya berada di Unit Pertambangan Tanjung Enim–wilayah Lahat dan Kabupaten Muara Enim–milik PTBA.

 

Apalagi, sambung Perry, PTBA sudah lebih dulu memiliki hak KP terhadap wilayah yang dibatalkan oleh Bupati Lahat. Buktinya, kata dia, selama belasan tahun perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (dahulu Bursa Efek Jakarta) tahun 2002 itu telah melakukan penyelidikan umum, eksplorasi, bahkan eksploitasi di lintas kabupaten antara Lahat dan Muara Enim. Bupati Lahat telah mengabaikan hak-hak hukum PTBA untuk mendapatkan prioritas atau hak untuk didahulukan, tuturnya kepada hukumonline. 

 

Akibat pencabutan ijin tersebut, PTBA mengalami kerugian. Perusahaan yang awalnya bernama Perusahaan Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA) itu menuntut kepada para tergugat untuk membayar ganti rugi sebesar Rp206 miliar ditambah AS$2,34 miliar. Jumlah itu merupakan kerugian yang diderita PTBA setelah izin KP-nya dicabut. Para tergugat juga diminta membayar ganti rugi immateriil sebesar Rp1 triliun yang dibayarkan secara tunai.

 

Selain itu, dalam gugatannya yang didaftarkan pada 31 Januari 2008, PTBA meminta Bupati Lahat, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lahat, dan Kepala Dinas Pertambangan dan Pengembangan Energi Provinsi Sumsel, untuk mencabut atau membatalkan ijin-ijin yang telah diberikan kepada kelima perusahaan yang diberikan izin KP baru.

 

Kesalahan Administrasi

Kasus ini sendiri berawal dari pembatalan ijin KP Eksploitasi yang diberikan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sumsel. Alasannya, pada saat pemberian ijin tersebut terdapat  kesalahan administratif, dimana Gubernur Sumsel saat itu mengeluarkan ijin KP Eksploitasi untuk PTBA tanpa meminta rekomendasi leobh dulu kepada Bupati Lahat, sebagai pejabat yang berwenang di Wilayah Lahat.

 

Setelah membatalkan ijin, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sumsel melimpahkan kewenangan untuk pengurusan ijin peningkatan KP Eksplorasi menjadi KP Eksploitasi kepada Bupati Lahat. Pelimpahan kewenangan itu, kata Perry, disalahgunakan secara melawan hukum oleh Bupati Lahat. Anehnya, meski sudah tahu disalahgunakan, namun Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sumsel tidak mengambil tindakan apapun terhadap Bupati Lahat. Dia (Bupati Lahat) telah melakukan tindakan yang tidak bertanggung jawab, mengingat adanya pelimpahan kewenangan adalah berasal dari Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sumsel, tutur Perry.

 

Sementara itu, alasan pencabutan ijin seperti yang dikemukakan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sumsel dinilai Perry terlalu mengada-ada. Soalnya, kata dia, masalah rekomendasi pada dasarnya hanya permasalahan internal antara Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sumsel dengan Bupati Lahat.

 

Menurutnya, kewajiban untuk meminta rekomendasi dari Bupati Lahat–terkait dengan dikeluarkannya ijin KP Eksploitasi–sepenuhnya kewajiban Gubernur Sumsel, dan sama sekali tidak dapat dibebankan kepada PTBA, selaku pemohon KP. Hal ini, demikian Perry, diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 75/2001 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1969 (PP No. 75/2001). Gubernur itu nggak boleh mendisposisikan ke Bupati. Seharusnya, dia (gubernur, red) yang mengawasi. Soalnya ini kan sudah lintas kabupaten, terangnya.

 

PP No. 75/2001

Pasal 1 ayat (2) Kuasa Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan oleh :

  1. Bupati/Walikota apabila wilayah Kuasa Pertambangan-nya terletak dalam wilayah kabupaten/kota dan/atau di wilayah laut sampai 4 (empat) mil laut;
  2. Gubernur apabila wilayah Kuasa Pertambangannya terletak dalam beberapa wilayah Kabupaten/Kota dan tidak dilakukan kerja sama antar Kabupaten/Kota maupun antara Kabupaten/Kota dengan Propinsi, dan/atau di wilayah laut yang terletak antara 4 (empat) sampai dengan 12 (dua belas) mil laut;
  3. Menteri apabila wilayah Kuasa Pertambangannya terletak dalam beberapa wilayah Propinsi dan tidak dilakukan kerja sama antar Propinsi, dan/atau di wilayah laut yang terletak di luar 12 (dua belas) mil laut.

 

Ia menambahkan, walaupun PTBA bukan pihak yang berkewajiban untuk meminta rekomendasi, namun PTBA tetap mengikuti keputusan dari Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sumsel. Salah satunya dengan menjalankan proses administrasi kembali.

 

Masalah pun timbul. Saat PTBA mengurus kembali proses perijinan KP tersebut, Bupati Lahat justru membatalkan seluruh hak perseroan yang tahun lalu berhasil mencapai pendapatan Rp4,11 triliun itu, atas wilayah KP yang dimilikinya. Parahnya lagi, sambung Perry, Bupati Lahat malah memberikan sebagian wilayah KP yang dimiliki PTBA kepada lima perusahaan tambang yang disebutkan tadi.

 

Sayang, hingga berita ini diturunkan, Hukumonline belum mendapat keterangan dari Harunata. Beberapa kali telepon genggamnya dihubungi, selalu tidak diangkat.

 

Pernah Kandas di PTUN

Perkara ini sebenarnya pernah juga disengketakan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Waktu itu, PTBA mengajukan pembatalan SK 540/29 ke PTUN Palembang. Saat ini perkara tersebut telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde) dari Mahkamah Agung (MA). Sialnya, dewi fortuna belum berpihak ke PTBA. Benar, MA menyatakan gugatan PTBA tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Terhadap putusan itu, PTBA mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK).

 

Meski tidak dikabulkan, bukan berarti tertutup peluang bagi PTBA untuk menguasai kembali ijin KP yang pernah dimilikiknya. Pasalnya, dalam putusan  No. 326 K/TUN/2006 itu, MA masih merujuk pada butir kedua SK No. 540/29. Butir kedua SK tersebut memerintahkan kepada PTBA untuk mengajukan kembali permohonan baru peningkatan Kuasa Pertambangan Eksplorasi ke Kuasa Pertambangan Eksploitasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pertambangan umum yang berlaku.

 

Beleid tersebut, kata Perry, membuktikan bahwa masih ada hak dari PTBA untuk mengajukan kembali permohonan baru atas ijin peningkatan KP Eksplorasi ke KP Eksploitasi. Ironisnya, sambung Perry, Bupati Lahat tidak pernah mengabulkan permohonan peningkatan yang diajukan PTBA. Dia (Harunata) hanya hanya memberikan ijin KP Penyelidikan Umum saja, ujar advokat dari Kantor Hukum Lubis, Sentosa dan Maulana ini.

 

Di sisi lain, lanjutnya, Bupati Lahat justru mengeluarkan ijin KP baru kepada lima pihak tadi. Dimana ijin KP tersebut masih berada di dalam wilayah KP Eksplorasi (KW 97 PP 0350) yang dimiliki PTBA,  perusahaan yang menargetkan volume penjualan untuk tahun 2008 sebesar 13 juta ton. Kelima ijin KP yang diberikan kepada lima perusahaan tambang itu, berupa ijin KP Eksplorasi dan bukan berupa KP Penyelidikan Umum.

Keinginan Bupati Lahat, Harunata, untuk mempercepat pembangunan di wilayahnya malah berujung di pengadilan. Bukannya mendapat apresiasi, Bupati yang kabarnya sebentar lagi bakal pensiun ini, justru harus menghadapi gugatan perbuatan melawan hukum dari PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA).

 

Pencabutan kuasa pertambangan (KP) itu ditegaskan melalui Surat Keputusan Bupati Lahat No. 540/29/KEP/PERTAMBEN/2005 (SK 540/29) tertanggal 24 Januari 2005. SK Bupati itu berisi tentang Penetapan Status Wilayah Eks Kuasa Pertambangan Eksplorasi (KW 97 PP 0350) dan Kuasa Pertambangan Eksploitasi (KW.DP.16.03.04.01.03) PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk.

 

Di dalam SK tersebut memang tidak ada kata-kata pencabutan ijin. Namun, dalam butir kedua disebutkan, PTBA diperintahkan untuk mengajukan kembali permohonan baru guna meningkatkan status dari KP Eksplorasi ke KP Eksploitasi.

 

Perusahaan pertambangan batubara yang sahamnya mayoritas dimilik pemerintah itu karuan saja kecewa. Apalagi, setelah mengetahui, kalau pria kelahiran Lahat, 28 Juli 1953 itu, justru memberikan ijin baru KP kepada lima perusahaan tambang batubara swasta. Pemberian ijin itu kabarnya terkait dengan keinginan untuk mempercepat pembangunan ekonomi di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).

 

Kabar lainnya adalah adanya beberapa investor swasta yang ingin masuk ke wilayah KP milik PTBA. Keinginan investor untuk maraup untung di wilayah itu cukup beralasan. Pasalnya, kandungan batubara di wilayah tersebut disinyalir masih melimpah ruah. Buktinya, setiap kali perpanjangan KP, baik penyelidikan umum maupun eksplorasi, wilayah KP PTBA selalu menyusut. Dari ijin awal seluas 45.750 Ha, terakhir PTBA hanya mendapatkan jatah eksplorasi hanya sekitar 3 ribu Ha untuk ketujuh wilayah yang disebutkan tadi. Wilayah-wilayah yang dipotong itu lantas diberikan kepada perusahaan tambang lain.

Tags: