Supervisi Mandul, KPK Gandeng Kepolisian dan Kejaksaan Agung
Berita

Supervisi Mandul, KPK Gandeng Kepolisian dan Kejaksaan Agung

Ditengarai tidak ada mekanisme supervisi yang jelas, KPK belum maksimal dalam mengawal kasus korupsi yang ditangani kepolisian dan kejaksaan.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
Supervisi Mandul, KPK Gandeng Kepolisian dan Kejaksaan Agung
Hukumonline

 

Salah satu kasus pekerjaan rumah KPK adalah kasus Bank Likuiditas Bank Indonesia yang ditangani Kejagung. Itu akan masuk dalam pembahasan, tegas Antasari. Sekedar catatan, Kejagung, pada awal Maret lalu, menyatakan tidak ada unsur perbuatan melawan hukum dalam proses pengucuran dana BLBI I dan II. Padahal, pasca penghentian penyidikan kasus tersebut, Jaksa Urip Tri Gunawan, salah satu tim jaksa 35 BLBI, tertangkap tangan KPK karena menerima uang sejumlah Us $ 660.000 dari Arthalyta Suryani, perempuan yang diduga tangan kanan Syamsul Nursalim.

 

Begitu juga dengan kasus yang ditangani Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) yang dulu dipimpin oleh Hendarman. Perkara yang belum selesai ditangani Timtas Tipikor akan didiskusikan, kata Antasari. Namun ia memastikan lebih dari 50 persen perkara Timtas Tipikor sudah ditindaklanjuti kepolisian dan kejaksaan.

 

Tidak hanya supervisi dan koordinasi kasus, KPK, Kejagung dan kepolisian juga akan bekerja sama dalam melakukan pencegahan korupsi. Antasari menilai upaya pencegahan belum maksimal. Sebab meskipun para koruptor telah dibui dan dihukum berat. Korupsi masih saja terjadi. Untuk itulah, berbarengan dengan upaya penindakan, KPK juga akan mengkaji sistem administrasi dan kebijakan internal suatu institusi yang terindikasi korupsi. Kalau pencegahan meningkat mudah-mudahan penindakan berkurang. Kalau penindakan meningkat berarti pencegahan belum berhasil, imbuh Hendarman.

 

Ke depan, lanjutnya, harus ada konsep dan pola pencegahan yang jelas sehingga pencegahan lebih berhasil sehingga tidak ada lagi tindak pidana korupsi.

 

Pembenahan kebijakan internal itu mulai dilakukan KPK di tubuh Bank Indonesia. KPK berencana membentuk tim bersama BI untuk menyisir Peraturan Dewan Gubernur (PDG) BI yang berbau korupstif. Saat ini sudah ada tiga PDG BI yang diduga kuat jadi lahan korupsi. Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Mochammad Jasin mengungkapkan ketiga peraturan itu adalah Peraturan Dewan Gubernur (PDG) No. 4/13/PDG/2002 tentang Perlindungan Hukum Dalam Rangka Kedinasan Bank . Lalu PDG No. 8/18/PDG/2006 tentang Perjalanan Dinas Anggota Dewan Gubernur BI, dan PDG No. 4/14/PDG/2002 tentang Manajemen Logistik BI.

 

Kalau pencegahan meningkat mudah-mudahan penindakan berkurang. Kalau penindakan meningkat berarti pencegahan belum berhasil. Ke depan harus ada konsep dan pola sehingga kedepan penegahan lebih berhasil sehingga tidak ada tindak pidana korupsi. Hingga berita ini diturunkan, belum ada bentuk konkrit dari upaya kerja sama pencegahan dan supervisi serta koordinasi itu. Semuanya masih wacana. Menurut Antasari masih dibahas ditingkat jajaran teknis ketiga lembaga itu.

 

Gaung supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Kejaksaan dan Kepolisian tidak seramai gema upaya-upaya penindakan terhadap para koruptor. Bukan berarti tidak ada penindakan. Hanya, mekanisme supervisi itu tampaknya belum jelas sehingga banyak kasus korupsi yang dilimpahkan KPK ke kejaksaan dan kepolisian menggantung.

 

Jaksa Agung Hendarman Supandji menuturkan sejak tahun 2004 hingga 2008, lebih dari 360 kasus korupsi yang dilimpahkan KPK ke kejaksaan daerah tidak jelas penanganannya. Pemantauan kasus  yang semula berasal dari pengaduan masyarakat itu tidak terdeteksi. Hanya beberapa kasus yang menarik perhatian masyarakat yang termonitor, sisanya jadi tunggakan di daerah, jelas Hendarman di gedung KPK, Kamis (10/4).

 

Untuk menuntaskan tunggakan itu, KPK bersama Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI merapatkan barisan. Ketiga lembaga penegak hukum itu berencana menuntaskan prosedur pengawasan dan koordinasi penanganan kasus korupsi. Masih dipertimbangkan apakah KPK bisa langsung turun (supervisi) atau melalui kepolisian dan kejaksaan, imbuh Ketua KPK, Antasari Azhar. Yang penting, lanjutnya, tidak terjadi tumpang tindih dalam pemberantasan korupsi. KPK bukan kompetitor dari kejaksaan dan kepolisian, KPK hanya trigger mechanism, tandas Antasari.

 

Senada, Kapolri Sutanto menyatakan persamaan paradigma soal prosedur itu penting untuk menyamakan langkah dan tindakan memberantas korupsi. Secara periodik kita (KPK, Kejagung dan Kepolisian) akan mengevaluasi kendala-kendala yang dihadapi sehingga tidak ada yang menghambat pemberantasan korupsi, tutur Sutanto.

 

Selain soal mekanisme, kesimpangsiuran data jumlah perkara yang limpahkan juga akan diluruskan. Hal itu untuk mengetahui perkembangan penanganan kasus yang masih abu-abu. Kalau sudah jelas, KPK bisa memposisikan untuk masuk dalam mensupervisi, tandas Antasari.

Halaman Selanjutnya:
Tags: