Menipu Konsumen Lewat Iklan Tarif Murah
Berita

Menipu Konsumen Lewat Iklan Tarif Murah

Sejumlah pengamat mendesak pemerintah dan KPPU menyelidiki iklan tarif murah operator telekomunikasi. Buntutnya, pemerintah diminta untuk merancang ketentuan soal periklanan.

Oleh:
Sut
Bacaan 2 Menit
Menipu Konsumen Lewat Iklan Tarif Murah
Hukumonline

 

Pendapat Udin diamini oleh mantan Ketua KPPU Sutrisno Iwantono. Menurutnya, jika iklan tersebut dirancang sedemikian rupa dalam rangka membunuh kompetitor yang lain, maka KPPU bisa masuk ke wilayah itu. Meski belum mau berkesimpulan apakah ada indikasi pelanggaran terhadap Undang-undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, namun Sutrisno menyarankan agar KPPU memantau praktek bisnis semacam ini.

 

Modusnya kan, dia (operator telekomunikasi, red) bikin tarif yang paling murah, tapi dalam rangka membunuh pelaku usaha yang lain. Dalam lingkungan yang logis tidak mungkin harga bisa sebegitu murah. Nah, ini yang dinamakan persaingan yang tidak sehat, tuturnya.

 

Strategi pelaku usaha tadi bukan semata-mata karena memang dia menerapkan tarif murah, tetapi dalam rangka membubuh pelaku usaha yang lain. Nanti, kalau pelaku usaha yang lain sudah mati, tinggal dia take offer (ambil alih, red), sehingga dia kembali naikan harganya, karena sudah menjadi dominan di pasar, kata Sutrisno mencontohkan.

 

Prediksi Sutrisno bisa saja benar. Namun, yang jelas, maraknya iklan tarif murah yang ditayangkan hampir di semua stasiun teve dan media cetak nasional itu, menurut Udin Silalahi, timbul karena lemahnya kontrol dari pemerintah. Apalagi, kata dia, negeri ini belum mempunyai aturan soal periklanan.

 

Aturan itu dianggap penting oleh Udin Silalahi. Alasannya, supaya pelaku usaha yang mengiklankan produknya tidak asal-asalan. Selain itu, aturan itu juga bisa menjadi alat bagi pemerintah untuk memberi sanksi bagi pelaku usaha yang menipu masyarakat dengan iklannya.

 

Undang-undang periklanan perlu dibuat, supaya etika periklanan bisa dipantau atau diawasi. Sejauh ini yang ada cuma etika pariwara. Jadi, tidak ada instrumen hukum yang bisa menjerat seperti yang sudah terjadi sekarang, yakni persaingan tarif secara jor-joran tersebut, tutur ekonom ini. Untuk itu, Udin Silalahi mendesak pemerintah untuk segera merancang aturan tentang periklanan.

 

Laporkan ke BPSK

Berbeda dengan keduanya, kuasa hukum PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Panji Prasetyo menjelaskan, Undang-undang Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999) sebenarnya sudah memfasilitasi masalah keluhan konsumen.

 

Justru ini jalur yang benar. Karena pelaku usaha dilarang menjual barang yang tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan. Konsekuensinya, jika tidak benar, maka produsen harus memberikan ganti rugi, tegas advokat dari kantor hukum Adnan Buyung Nasution & Partners itu.

 

Sekedar informasi, dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 10 disebutkan, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: harga atau tarif suatu barang dan /atau jasa; kegunaan statu barang dan/atau jasa; kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas statu barang dan /atau jasa; tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; dan bahaya penggunaan barang dan atau jasa.

 

Lalu, Pasal 17 ayat (1) menjelaskan, pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang: mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa; mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa; memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa; tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;     mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan; dan melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

 

Panji mengatakan, ada beberapa cara yang bisa dilakukan konsumen kalau merasa ditipu oleh produsen yang membuat iklan menyesatkan. Pertama, konsumen bisa langsung mengklarifikasinya ke produsen. Kedua, mengadukannya ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Dan ketiga, menggugatnya ke pengadilan.

 

Ia sendiri menyarankan cara yang kedua. Alasannya, penyelesaian perkara di BPSK bisa diselesaikan lebih singkat dan lebih mudah, tanpa harus ke pengadilan. Walaupun di UU Perlindungan Konsumen tidak mensyaratkan harus ke BPSK dulu. Tapi saya sarankan sih konsumen agar ke lembaga itu (BPSK, red) dulu, terangnya.

 

Panji menambahkan, iklan tarif murah yang kini sedang dipermasalahkan masyarakat, bisa menjadi pelajaran bagi pengiklan agar lebih berhati-hati. Bagi Telkomsel sendiri, terlalu beresiko untuk memberikan janji-janji yang tidak benar, tandasnya.

Para operator telepon selular dan CDMA (Code Division Multiple Access) musti waspada. Gara-gara perang iklan tarif murah yang sering muncul dilayar teve, mereka bisa digugat oleh konsumen ke pengadilan. Bukan hanya itu, kalau ternyata iklan itu bertujuan membunuh pelaku usaha telekomunikasi yang lain, maka bisa dilaporkan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

 

Pemerintah sendiri sebetulnya telah mengambil tindakan terhadap ulah sejumlah operator telekomunikasi. Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi Departemen Komunikasi dan Informatika  (Ditjen Postel Depkominfo) dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), pekan lalu sudah mengingatkan operator telekomunikasi agar berhati-hati dalam berpromosi. Jangan sampai yang diiklankan berbeda dengan kenyataan, kata Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar, pekan lalu.

 

Sayangnya, upaya pemerintah itu belum memuaskan. Pengamat telekomunikasi dari Centre for Strategic and International Sudies (CSIS) M. Udin Silalahi, mengatakan iklan tarif itu sudah mengarah pada saling mematikan antar pelaku usaha. Iklan itu, lanjutnya, juga telah menipu konsumen.

 

Kalau sudah ada penipuan, tentu konsumen bisa menggugat operator telepon, tegas Udin Silalahi saat menyampaikan pendapatnya dalam dialog khusus Pro-3 RRI bertema 'Consumer Loss' (kerugian konsumen) dan class action pada industri selular Indonesia, di Kantor Radio Republik Indonesia (RRI), Jakarta, Selasa (15/4).

 

Selain itu, kata dia, KPPU juga dapat menyelidiki iklan tarif murah jika ternyata ditujukan untuk membunuh pelaku usaha telekomunikasi yang lain.

Halaman Selanjutnya:
Tags: