Inovasi Bidang HKI Belum Tersikapi dengan Baik
Berita

Inovasi Bidang HKI Belum Tersikapi dengan Baik

Membangun kesadaran masyarakat atas hak kekayaan intelektual tidak gampang.

Oleh:
Mys/Mon
Bacaan 2 Menit
Inovasi Bidang HKI Belum Tersikapi dengan Baik
Hukumonline

 

Masyarakat merasa tidak bersalah kalau menjual atau membeli produk bajakan dan pemalsuan. Padahal, pemahaman dan kesadaran masyarakat merupakan unsur penting dalam perlindungan HKI, ujar Dirjen HKI, Andi Noorsaman Sommeng.

 

Walhasil, pada tingkat represi semakin banyak warga yang terjerat hukum gara-gara pelanggaran HKI. Data kasus yang ditangani Ditjen HKI pada 2007 misalnya menunjukkan ada 9 perkara pidana dan 147 perdata. Yang ditangani Kejaksan Agung pada periode yang sama berjumlah 198 kasus, jauh meningkat dibanding tahun sebelumnya yang ‘hanya' 68 kasus. Tentu, lebih banyak lagi kasus yang ditangani pihak kepolisian. Tahun lalu berjumlah 705 kasus. Bandingkan dengan tahun 2006 yang mencapai 1.516 kasus. Kalau dihitung dari jumlah cakram yang dipalsukan atau dibajak dan berhasil disita kepolisian, jumlahnya malah lebih dari dua juta keping dalam setahun.

 

Menurut Freddy, kombinasi antara kurangnya penghargaan dan kesadaran masyarakat itulah yang membuat sejumlah produk tradisional Indonesia diklaim sebagai hasil karya negara lain. Kopi Gayo misalnya, malah didaftarkan di Belanda, padahal jelas-jelas namanya menunjukkan daerah Gayo di Aceh.

 

Pembentukan Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran HKI, sesuai Keppres No. 4 Tahun 2006, mestinya bisa menjadi faktor pendorong penegakan hukum terhadap para pelanggar HKI, khususnya pembajakan dan pemalsuan. Sayang, pembajakan dan pemalsuan sangat memprihatinkan. Produk-produk bajakan dijajakan secara terbuka dan gampang diakses pembeli.

 

Selain diharapkan menumbuhkan kesadaran HKI masyarakat, Tim ini juga berusaha mendorong kerjasama antar instansi. Dalam proses hukum penindakan, kerja sama antara Ditjen HKI, polisi dan jaksa merupakan keniscayaan. Dalam peringatan Hari Kekayaan Intelektual –yang rencananya dibuka Wakil Presiden Jusuf Kalla--, gaung HKI juga akan diperluas hingga melibatkan tak kurang dari 16 departemen. Bagaimanapun, penegakan HKI butuh langkah komprehensif, tak melulu menjadi urusan Ditjen HKI. Pandangan yang menganggap urusan HKI adalah tugas Dephukham, kata Freddy, adalah salah.

 

Koordinasi tersebut dilandaskan pada Kebijakan Nasional Kekayaan Intelektual (KNKI). Menurut Freddy, tujuan utama KNKI adalah menjadikan kekayaan intelektual sebagai sebuah mesin baru pertumbuhan dalam meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi.

 

Gusti Randa, aktor yang berprofesi sebagai advokat, juga mendukung langkah Dephukham menekan semaksimal mungkin pembajakan dan pemalsuan. Jika terus berlangsung, ia khawatir inovasi dan kreativitas para seniman terus berkurang. Ia mengatakan akan terus menggalang kesadaran hukum di kalangan artis dan seniman, khususnya yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual.  

 

Peringatan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia ke-8 yang jatuh pada 26 April tahun ini mengambil tema tentang inovasi. Di Indonesia, yang menjadi sorotan dalam peringatan kali ini adalah gerakan anti pembajakan dan pemalsuan dalam rangka meningkatkan inovasi dan kreasi.

 

Direktur Teknologi Informasi Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Dephukham Freddy Harris percaya bahwa masyarakat Indonesia memiliki inovasi dan kreativitas yang tinggi di bidang HKI. Sayang, inovasi dan kreativitas itu dinodai oleh tingginya angka pembajakan dan pemalsuan. Menurut dia, kalau hak-hak inventor dan kreator dihancurkan dengan pembajakan atau pemalsuan, sama saja dengan memandulkan kreativitas. Orang menjadi malas mencipta atau menemukan hal-hal yang baru.

 

Sekalipun daya inovasi dan kreativitas masyarakat tinggi, kondisi itu belum diimbangi dengan penyikapan yang baik. Di satu sisi, penghargaan terhadap pemilik hak kekayaan intelektual masih kurang. Royalti kepada pencipta masih tergolong rendah. Di sisi lain, kesadaran masyarakat akan hak-hak intelektualnya pun belum tumbuh sebagaimana yang diharapkan.

 

Bisa jadi, salah satu faktor yang membuat sulitnya menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat lantaran kebijakan hak kekayaan intelektual selama ini lebih banyak dipengaruhi luar. Akademisi Universitas Indonesia, Prof. Agus Sardjono, kebijakan HKI di Indonesia bersifat top-down policy. Tidak mengherankan, regulasi HKI pun kurang tersosialisasi dengan baik.

Tags: