Gaji Sudah Dibayar, Gugatan Pekerja Ditolak
Berita

Gaji Sudah Dibayar, Gugatan Pekerja Ditolak

Hakim menganggap ketika perusahaan sudah membayarkan kenaikan gaji dan pekerja menerimanya, 'obyek' perselisihan kepentingan sudah lenyap. Bukankah buruh memang berhak atas gajinya?

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit
Gaji Sudah Dibayar, Gugatan Pekerja Ditolak
Hukumonline

 

Majelis hakim PHI ternyata tidak sependapat dengan mediator Disnakertrans. Angka kenaikan upah 6,6 persen dipandang sudah sesuai dan karenanya tidak melanggar ketentuan PKB seperti yang dituduhkan pekerja. Pada pertimbangan hukumnya, hakim memakai dalil tergugat yang menyatakan bahwa kenaikan gaji sudah memperhatikan indeks harga konsumen BPS sebesar 6,6 persen.

 

Pada bagian lain hakim menyatakan bahwa kenaikan upah adalah hak mutlak pengusaha. Mengenai laba tahun 2006, hakim kembali memakai dalil tergugat. Ternyata laba pada tahun itu masih belum melampaui target, kata Anton Sumartono, anggota majelis hakim saat bergantian membacakan putusan. Sehingga, pengusaha berhak untuk menghitung kenaikan gaji berdasar komponen indeks harga konsumen saja.

 

Gaji Harus Diterima?

Setelah menyatakan kenaikan gaji sebesar 6,6 persen tidak melanggar PKB, hakim membacakan pertimbangan lain yang membikin gugatan pekerja ditolak. Majelis hakim mengacu pada bukti yang terungkap di persidangan, yaitu pemberitahuan pembayaran gaji dan slip gaji pegawai pada 2007.

 

Berdasarkan bukti itu, terbukti para penggugat sudah tidak mempermasalahkan lagi besaran kenaikan gaji, simpul hakim Anton. Alhasil, hakim menganggap sudah tidak ada perselisihan antara pekerja dengan perusahaan lagi.  Tuntutan pekerja untuk membatalkan surat keputusan kenaikan gaji 2007 harus ditolak, tandasnya. Singkatnya, gugatan dan seluruh tuntutan pekerja ditolak.

 

Pertimbangan hakim tentang tidak adanya lagi perselisihan lantaran pekerja menerima upah ini yang membikin Odie kecewa sekaligus bingung.  Pasalnya, sejak perkara ini bergulir di tingkat bipartit hingga putusan di PHI, para pekerja tetap bekerja sebagaimana mestinya. Artinya, pekerja tetap berhak atas upah itu, terlepas masalah besar kenaikan gajinya sedang diperselisihkan, kata Odie.

 

Lagi pula, kalau kita nggak menerima gaji itu, mau dikasih makan apa keluarga kita? Aneh banget putusan hakim. Masak iya kita nggak boleh terima gaji untuk nunjukin kalau kita sedang berselisih? Memang hakim mau menafkahi kita? timpal seorang pekerja yang mengaku kecewa berat.

 

Dihubungi terpisah, Yogo Pamungkas, pengajar Hukum Perburuhan Universitas Trisakti menerangkan bahwa kewajiban buruh adalah bekerja sesuai perintah kerja. Sementara kewajiban pengusaha adalah membayarkan upah. Nah, mengenai besar nominal upah maupun kenaikan gaji harus sesuai kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha, kata Yogo melalui gagang telepon pada Kamis (25/4).

 

Khusus ketika tidak terjadinya kesepakatan tentang besar gaji maupun kenaikan gaji, masih menurut Yogo, maka terjadi perselisihan kepentingan. Kenapa perselisihan kepentingan? karena menyangkut perselisihan tentang besar nominal kenaikan gaji itu tidak diatur dalam PKB, jelasnya. Pendapat Yogo ini sejalan dengan pertimbangan hakim yang menyatakan penggugat sudah tepat mengkualifikasikan gugatannya sebagai gugatan perselisihan kepentingan, bukan perselisihan hak.

 

Saat perselisihan kepentingan itu masih terjadi dan diproses di PHI, lanjut Yogo, maka pengusaha wajib membayar upah terakhir yang sudah disesuaikan. Diterimanya gaji itu oleh buruh, tidak menjadikan 'obyek' perselisihan kepentingan menjadi hilang. Kalau hakim mengabulkan gugatan pekerja untuk menambah lagi besaran kenaikan gaji, ya tinggal ditambahkan saja nanti, tandasnya.

 

Upaya hukum

Kuasa hukum Plaza Indonesia Realty kepada hukumonline menyampaikan, meski gugatan penggugat ditolak, Tidak ada yang kalah atau yang menang dalam perkara ini. Tidak ada juga yang didzalimi. Toh perusahaan sudah menaikan gaji, membayarkan gaji dan gaji itu sudah diterima oleh pekerja, demikian M. Ivan Falisha.

 

Tidak demikian halnya bagi FSPM. Penolakan hakim dalam perkara ini adalah suatu kekalahan bagi FSPM. Kami akan mengajukan upaya hukum. Menurut kami, ada kekeliruan dalam pertimbangan hakim. Jelas-jelas perusahaan untung besar, kenapa tidak mematuhi PKB? sergah Odie.

 

Penjelasan Bab Umum angka 10 UU No 2 Tahun 2004 tentang PPHI menyebutkan bahwa putusan PHI yang menyangkut perselisihan kepentingan adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan tidak dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung.

 

Tertutupkah upaya hukum Odie dkk? Yogo Pamungkas membantah pertanyaan itu. Menurutnya, pekerja bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Jika ditemukan bukti baru atau kekhilafan hakim yang nyata, perkara perselisihan kepentingan bisa diajukan PK, pungkasnya.

Kamis sore (24/4), adzan maghrib baru saja selesai berkumandang. Odie Hudiyanto melenggang keluar dari ruang sidang Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta dengan tertunduk. Putusan hakim ini luar biasa aneh, lirih Sekretaris Eksekutif Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) saat ditemui hukumonline di luar ruang sidang.

 

Satu jam sebelumnya, majelis hakim yang diketuai Makmun Masduki mengetuk palu pertanda dimulainya perkara bernomor 366/G.PHI/2007 dimana pihak yang berperkara adalah pekerja  Hotel Grand Hyatt Jakarta melalui kuasa hukumnya dari FSPM melawan PT Plaza Indonesia Realty (PIR), Tbk. Pada sidang kali ini, majelis hakim membacakan putusan. Hasilnya, hakim menolak gugatan pekerja.

 

Seperti diwartakan sebelumnya, perkara ini bermula ketika akhir Januari 2007, PIR -selaku pengelola hotel Grand Hyatt Jakarta- mengeluarkan keputusan tentang kenaikan upah pekerja sebesar 6,6 persen. Para pekerja keberatan dan menolak prosentase kenaikan gaji itu. Mereka berharap perusahaan bisa memberikan lebih. Pasalnya, pada tahun buku 2006, perusahaan membukukan laba yang sangat tinggi jika dibanding tahun sebelumnya.

 

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang berlaku di perusahaan itu menyebutkan, kenaikan dan penyesuaian gaji adalah hak perusahaan dengan menimbang dua komponen, yaitu kondisi penghasilan pengusaha dan indeks harga konsumen menurut Biro Pusat Statistik (BPS). Hal itu tertuang dalam Pasal 25 ayat (1) PKB.

 

Versi manajemen, angka kenaikan gaji yang 6,6 persen itu sudah sesuai dengan indeks harga konsumen. Sementara pekerja merasa pihak manajemen telah melanggar PKB lantaran tidak memperhatikan kondisi penghasilan pengusaha -khususnya pada 2006- sebagai faktor kenaikan gaji. Karena tidak menemukan kesepakatan, pekerja membawa perkara ini ke PHI Jakarta. Sebelumnya, Disnakertrans Jakarta menyatakan kebijakan perusahaan tidak sah dan menganjurkan agar angka kenaikan gaji diubah menjadi 9,9 persen.

Halaman Selanjutnya:
Tags: