Penyelenggaraan Pemeriksaan Tambahan Berdasarkan PERMA No. 3/2005
Oleh: Jani Purnawanty Jasfin *)

Penyelenggaraan Pemeriksaan Tambahan Berdasarkan PERMA No. 3/2005

Apabila pelaku usaha keberatan atas Putusan KPPU, maka upaya hukum yang dapat ia lakukan adalah mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri (PN) selambat-lambatnya 14 hari setelah pemberitahuan putusan.

Bacaan 2 Menit
Penyelenggaraan Pemeriksaan Tambahan Berdasarkan PERMA No. 3/2005
Hukumonline

 

Pasal 5 (4) Perma No. 3/2005 menyatakan bahwa pemeriksaan keberatan dilakukan hanya atas dasar Putusan KPPU dan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (2) Perma No. 3/2005. Artinya, Majelis Hakim dalam memeriksa dan memutus keberatan adalah berdasarkan Putusan KPPU dan berkas perkara yang diserahkan KPPU pada hari pertama persidangan pemeriksaan permohonan keberatan terhadap Putusan KPPU.

 

Atas permohonan Pemohon Keberatan, PN dapat memerintahkan KPPU untuk menyelenggarakan Pemeriksaan Tambahan. Putusan dimaksud dituangkan dalam bentuk Putusan Sela. Oleh karena itu, penting untuk dipahami bahwa Putusan Sela yang memerintahkan diselenggarakannya Pemeriksaan Tambahan dikeluarkan oleh PN sebagai upaya lebih lanjut menelaah Putusan KPPU dan berkas perkara guna mendapatkan pemahaman dan kejelasan permasalahan yang lebih seksama sehingga dapat dilahirkan keputusan yang lebih tepat.

 

Pemeriksaan Tambahan merupakan forum yang memeriksa atau mengungkap hal-hal yang telah pernah disampaikan oleh Terlapor pada tahapan Pemeriksaan Lanjutan tetapi terabaikan atau tidak dijadikan pertimbangan oleh KPPU dalam memutuskan perkara. Oleh karenanya, dalam forum Pemeriksaan Tambahan, PN wajib memerintahkan kepada KPPU secara rigid materi-materi apa saja yang harus diperiksa. Apabila KPPU telah menyelenggarakan Pemeriksaan Tambahan, maka hasilnya akan menjadi bagian dari Putusan KPPU dan berkas perkara yang menjadi dasar PN untuk memeriksa keberatan terhadap Putusan KPPU.

 

Kalau pun toh dalam Pemeriksaan Tambahan, PN memandang perlu diajukannya materi-materi yang belum pernah diajukan Terlapor atau belum pernah diperiksa pada tahapan Pemeriksaan Lanjutan, maka pemeriksaan atas materi-materi seperti ini diperbolehkan. Ingat, esensi penyelenggaran Pemeriksaan Tambahan adalah untuk mendapatkan kejelasan masalah. Untuk itu jika dalam upaya memperjelas permasalahan PN memandang perlu diperiksanya materi-materi baru, maka sewajarnya pengajuan materi-materi baru tersebut diperkenankan.

 

Meskipun hakikatnya, materi yang belum pernah diajukan atau belum pernah diperiksa merupakan materi baru, akan tetapi materi-materi tersebut tidak dikualifikasi sebagai bukti baru. Tidak dapat dikatakan sebagai bukti baru karena hasil pemeriksaan atas materi-materi ini akan menjadi bagian dari Putusan KPPU dan berkas perkaranya. Sehingga, sepanjang materi-materi baru tersebut diperiksa pada forum KPPU dan hasil pemeriksaannya dijadikan bagian dalam Putusan KPPU dan berkas perkara, maka materi yang baru diajukan pada Pemeriksakaan Tambahan ini selanjutnya dapat dipergunakan PN sebagai bahan memeriksa keberatan atas Putusan KPPU.

 

Untuk itu, upaya Temasek Holding Pte. (Temasek) sebagai Pemohon Keberatan atas Putusan KPPU No. 07/KPPU-L/2007 yang menuntut diselenggarakannya Pemeriksaan Tambahan di forum persidangan PN Jakarta Pusat karena menilai KPPU telah tidak mempertimbangan keterangan ahli yang diajukan Temasek pada saat KPPU melakukan pemeriksaan perkara tidak dapat dipenuhi (Hukumonline, 21 Februari 2008). Penyelenggaraan Pemeriksaan Tambahan di luar forum KPPU jelas tidak dimungkinkan karena secara formil akan melanggar Pasal 5 (4) Perma No. 3/2005, terutama karena hasil Pemeriksaan Tambahan yang diselenggarakan di luar forum KPPU akan dikualifikasi sebagai bukti baru, sedangkan PN sendiri tidak diperkenankan memeriksa bukti baru karena Pasal 5 (4) Perma No. 3/2005 hanya memperbolehkan Putusan KPPU dan berkas perkara saja yang menjadi dasar pijakan substansi dalam penyelenggaraan pemeriksaan.

 

Terhadap Putusan KPPU dan berkas perkara (yang di dalamnya termuat materi hasil Pemeriksaan Tambahan) Putusan PN nantinya akan berupa penolakan keberatan Pemohon yang artinya PN sependapat dan menguatkan Putusan KPPU atau menerima keberatan Pemohon yang artinya PN tidak sependapat dengan Putusan KPPU dan membatalkannya. 

 

Syarat Penyelenggaraan Pemeriksaan Tambahan

Persyaratan formil penyelenggaraan Pemeriksaan Tambahan terdapat pada Pasal 6 (1) Perma No. 3/2005 yang memberikan kewenangan mutlak kepada PN untuk menentukan perlu atau tidaknya Pemeriksaan Tambahan diselenggarakan. Dalam Perma No. 3/2005 tidak terdapat persyaratan tertentu yang harus dipenuhi PN jika hendak memutuskan perlu atau tidaknya diadakannya Pemeriksaan Tambahan. Sehingga benar jika dikatakan bahwa perlu atau tidaknya diselenggarakan Pemeriksaan Tambahan semata-mata didasarkan pada pandangan subyektif PN dalam upaya memperoleh kejelasan permasalahan.

 

Jika Pemeriksaan Tambahan diperintahkan untuk diselenggarakan, maka sesungguhnya hal ini memberikan keuntungan bagi Pemohon Keberatan, karena –lagi-lagi-- forum Pemeriksaan Tambahan ini dapat ia pergunakan untuk memperkuat argumentasinya bahwa ia tidak melakukan pelanggaran UU Persaingan Usaha sebagaimana diputusakan oleh KPPU. Untuk itu, jika Pemohon Keberatan berkeinginan agar forum Pemeriksaan Tambahan dapat diselenggarakan, maka  Pemohon Keberatan harus secara jelas menyampaikan kepada PN materi apa saja yang ia mohonkan untuk ditinjau ulang agar  selanjutnya materi-materi tersebut dapat diterima oleh KPPU dan menjadi bagian dari Putusan KPPU dan berkas perkaranya. Selain itu, Pemohon Keberatan wajib pula menyatakan alasan kuat yang menjelaskan pentingnya materi-materi tersebut untuk ditinjau ulang. Apabila PN menilai permohonan penyelenggaraan Pemeriksaan Tambahan memiliki urgensi dan argumentasi yang kuat, maka PN dapat mengeluarkan Putusan Sela yang memerintahkan KPPU untuk menyelenggarakan forum Pemeriksaan Tambahan.

 

Oleh karena PN merupakan pihak yang perlu mendapat kejelasan yang lebih baik atas permasalahan, maka wajib pula PN mengartikulasikan dengan jelas dan rigid perihal apa saja yang masih belum jelas baginya. Untuk itu dalam Putusan Selanya yang ditujukan kepada KPPU, PN harus mencantumkan materi apa saja yang harus ditinjau kembali, bukti-bukti apa saja yang harus diperiksa kembali, atau argumentasi-argumentasi Terlapor apa saja yang harus dipertimbangkan kembali berikut jangka waktu pemeriksaan. Ketentuan tentang hal ini diatur dalam Pasal 6 (2) Perma No. 3/2005.

 

Kelemahan Pemohon Keberatan dalam menegaskan urgensi penyelenggaraan Pemeriksaan Tambahan akan menyebabkan PN pun –apabila PN mengeluarkan Putusan Sela-- lemah dalam menetapkan materi yang harus diperiksa ulang oleh KPPU. Pula, KPPU tentu akan kesulitan menyelenggarakan Pemeriksaan Tambahan jika kepadanya tidak diperintahkan secara jelas materi-materi apa saja yang harus diperiksa ulang. Bagi KPPU, Putusan Sela yang memerintahkan diselenggarakannya Pemeriksaan Tambahan tetapi tidak disertai dengan perintah rigid dan jelas tentang materi-materi apa saja yang harus digali lebih jauh merupakan hal yang membingungkan bagi KPPU karena bagi KPPU, putusannya telah dikonstruksi dalam format yang jelas dengan presisi tinggi. Oleh karena itu, jika atas putusan yang telah dikonstruksi sedemikian lengkap dan rinci, masih saja terdapat hal-hal yang dianggap tidak jelas, sangat perlu dinyatakan secara eksplisit hal-hal apa saja yang masih perlu dijelaskan lebih lanjut.

 

Dinamika Penyelenggaraan

Penerapan Perma No. 3/2005 dalam rangka melengkapi tata cara penanganan perkara di KPPU sebagaimana diatur dalam UU Persaingan Usaha --terutama dalam hal permohonan penyelenggaraan Pemeriksaan Tambahan yang dituangkan dalam Putusan Sela-- pada praktiknya masih dalam tataran ‘pembelajaran'. Hakim PN dan Hakim Agung MA pada beberapa kasus mengeluarkan putusan yang beragam.

 

Pertama, dalam Perkara VLCC Pertamina dimana yang menjadi Pemohon Keberatan adalah Pertamina, Goldman Sachs, Frontline Pte, Ltd, PT Equinox di PN Jakarta Pusat dengan pokok perkara mengenai penjualan tanker Pertamina yang dinyatakan oleh KPPU melanggar Pasal 22 UU Persaingan Usaha mengenai persekongkolan. Dalam kasus ini, KPPU menilai Pertamina telah bersekongkol dalam tender penjualan tanker Pertamina untuk memenangkan Frontline. Dalam kasus ini PN Jakarta Pusat mengeluarkan pertimbangan dan sikap yang beragam terkait dengan pengajuan bukti, meski pada akhirnya PN memutuskan untuk tidak mengeluarkan Putusan Sela berkenaan dengan penyelenggaraan Pemeriksaan Tambahan.

 

PN Jakarta Pusat berpendapat bahwa kepada para pihak diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengajukan alat bukti, untuk itu PN Jakarta Pusat menerima bukti baru yang diajukan Pertamina. Pihak Pertamina sendiri menyatakan bahwa bukti baru yang diajukannya sebenarnya tidak seluruhnya merupakan bukti baru, terdapat bukti-bukti yang sebelumnya telah pernah diserahkan ke KPPU tetapi tidak dipertimbangkan pada Pemeriksaan Lanjutan. Sehingga dalam hal ini tampak bahwa PN Jakarta Pusat tidak konsisten dan tidak linier dalam mempertimbangkan penerimaan bukti, karena bukti tertulis ia terima, sedangkan pengajuan ahli di persidangan ia tolak dengan dalil bahwa pemeriksaan ahli harus dilakukan pada forum Pemeriksaan Tambahan. Seharusnya, jika PN Jakarta Pusat konsisten dengan Perma No. 3/2005 maka pengajuan bukti –baik yang berupa bukti tertulis dan pemeriksaan ahli-- hanya boleh dilakukan dalam forum Pemeriksaan Tambahan di KPPU sebagaimana dituangkan dalam Putusan Sela. Apabila bukti tertulis tidak diserahkan kepada KPPU ata saksi ahli tidak diperiksa oleh KPPU dalam Pemeriksaan Tambahan, maka bukti-bukti tersebut bukanlah menjadi bagian dari berkas perkara KPPU yang untuk itu tidak dapat dijadikan dasar untuk memutus perkara keberatan tersebut.

 

Kedua, dalam Putusan MA mengenai Perkara Abacus Connection dalam kasus Garuda, KPPU mendalilkan bahwa Putusan Sela PN Jakarta Pusat No. 001/KPPU/2003/PN.JKT.PST tanggal 23 September 2003 telah melanggar Pasal 6 Perma No. 1/2003 (sebagaimana telah dicabut dan digantikan oleh Perma No. 3/2005) karena (i) Putusan Sela tidak cukup menegaskan urgensi diperlukannya Pemeriksaan Tambahan dan (ii) Putusan Sela tidak menyebutkan secara rinci bukti baru dan perihal apa saja yang harus diperiksa dalam Pemeriksaan Tambahan.  Selanjutnya, Mahkamah Agung mengambil sikap membatalkan Putusan Sela PN Jakarta Pusat dengan pertimbangan bahwa (i) dalam Pemeriksaan Tambahan tidak untuk memeriksa bukti baru dan (ii) Putusan Sela PN Jakarta Pusat yang memerintahkan KPPU memeriksa bukti baru merupakan pelanggaran terhadap Pasal 41 (1) UU Persaingan.

 

Atas Putusan MA ini terdapat pola pikir yang tidak linier dalam pembatalan Putusan Sela PN Jakarta Pusat oleh MA. Pertama, dalam putusannya MA menyatakan bahwa ‘Pemeriksaan Tambahan adalah demi kejelasan permasalahan menurut Majelis Hakim (PN) setelah memeriksa berkas perkara dan putusan KPPU.' Akan tetapi dalam upaya mendapatkan kejelasan permasalahan, MA menyalahkan PN yang memerintahkan KPPU untuk memeriksa bukti baru. Bagaimana jika bukti baru memang diperlukan untuk kejelasan permasalahan? Kedua, Pasal 41 (1) UU Persaingan Usaha berisi tentang kewajiban pihak-pihak yang diperiksa oleh KPPU untuk menyerahkan alat bukti yang diperlukan dalam penyelidikan dan pemeriksaan di KPPU. Penting untuk dicatat bahwa Pasal 41 (1) UU Persaingan Usaha diperuntukkan pada tahapan penyelidikan dan pemeriksaan di KPPU, bukan pada tahapan pemeriksaan keberatan di PN.

 

Untuk itu, dapat dikatakan Putusan MA yang membatalkan Putusan Sela PN Jakarta Pusat dalam kasus ini telah memberikan pertimbangan yang tidak relevan dengan dalil Memori Kasasi yang disampaikan KPPU. Pula, Hakim Agung telah khilaf dalam memahami ketentuan Pasal 41 (1) UU Persaingan Usaha yang tidak memiliki relasi dan relevansi dengan Putusan Sela PN Jakarta Pusat karena ketentuan Pasal 41 (1) UU Persaingan Usaha diperuntukkan pada tahapan penyelidikan dan pemeriksaan di KPPU, sedangkan permohonan untuk mengajukan bukti baru terjadi pada saat pemeriksaan Keberatan di PN.

 

Ketiga, dalam kasus Temasek cs melawan KPPU di PN Jakarta Pusat, terhadap permohonan untuk menyelenggarakan Pemeriksaan Tambahan sebagaimana disampaikan oleh Pemohon Keberatan dalam hal ini adalah Temasek Holding Pte Ltd dan Singapore Technologies Telemedia Pte, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Putusan Sela tanggal 26 Februari 2008 telah menyatakan perlu dilakukannya suatu Pemeriksaan Tambahan dalam perkara Keberatan atas Putusan KPPU No. 07/KPPU-L/2007 dan memerintahkan kepada KPPU untuk melakukan Pemeriksaan Tambahan terhadap beberapa ahli, yaitu:

  1. Dr. Frank Montag, alasan pemeriksaan saksi ahli Dr. Frank Montag adalah karena Dr. Frank Montag telah memberikan keterangan tertulis pada saat pemeriksaan oleh KPPU tetapi belum pernah dilakukan cross-examination (tanya jawab) dan sangat kompeten untuk menjelaskan perihal beberapa permasalahan tersebut di atas khususnya perihal beberapa permasalahan penerapan Single Economic Entity dan saham mayoritas berdasarkan Hukum Uni Eropa atau Jerman;
  2. Dr. Michael Kende Alasan pemeriksaan saksi ahli Dr. Michael Kende adalah karena Dr. Michael Kende telah memberikan keterangan tertulis pada saat pemeriksaan oleh KPPU tetapi belum pernah dilakukan cross-examination (tanya jawab) dan sangat kompeten untuk menjelaskan perihal beberapa permasalahan tersebut di atas khususnya perihal beberapa analisis dampak cross ownership bagi persaingan usaha; dan
  3. Prof. Dr. Rudhi Prasetya, S.H. Alasan pemeriksaan saksi ahli Prof. Dr. Rudhi Prasetya, S.H., adalah diharapkan dapat menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan kepemilikan saham mayoritas serta memerintahkan pula KPPU untuk menerima dan memeriksa bukti-bukti yang diajukan oleh Para Pemohon terkait dengan dalil-dalil Para Pemohon Keberatan khususnya mengenai: suatu entitas ekonomi yang berdiri sendiri, PT Telkom mempunyai saham mayoritas dan pengendali Telkomsel, dan PT Telkom mempunyai hak istimewa dalam peralihan saham berkaitan dengan saham yang dimiliki oleh SingTel Mobile di Telkomsel.

 

Di samping itu, Putusan Sela PN Jakarta Pusat tersebut juga memerintahkan KPPU untuk menerima dan memeriksa bukti-bukti yang diajukan para Pemohon Keberatan terkait dengan dalil-dalil yang diajukan para Pemohon Keberatan khususnya mengenai (i) suatu entitas ekonomi yang berdiri sendiri, (ii) PT Telkom memiliki saham mayoritas dan menjadi pengendali atas Telkomsel, (iii) PT Telkom memiliki hak istimewa dalam peralihan saham berkaitan dengan saham yang dimiliki oleh SingTel Mobile di Telkomsel.

 

Pasal 6 (2) Perma No. 3/2005 pada pokoknya mengatur bahwa perintah dalam Putusan Sela kepada KPPU untuk melakukan pemeriksaan tambahan harus memuat (i) hal-hal yang harus diperiksa, (ii) alasan-alasan yang jelas, serta (iii) jangka waktu pemeriksaan. Putusan Sela PN Jakarta Pusat tanggal 26 Februari 2008 telah memuat hal-hal yang harus diperiksa secara rinci khususnya mengenai hal-hal yang harus ditanyakan kepada ketiga saksi Ahli yang diperintahkan untuk diperiksa oleh KPPU. Dengan demikian secara garis besar Putusan Sela PN Jakarta Pusat tersebut telah memenuhi ketentuan Pasal 6 ayat (2) Perma 3/2005, karena telah memuat hal-hal yang harus diperiksa dan alasan yang jelas berkaitan dengan perintah dimaksud.

 

Meskipun, secara formil Putusan PN Jakarta Pusat dalam kasus Temasek ini telah memenuhi Pasal 6 Perma No. 3/2005, tidak tertutup kemungkinan KPPU akan mempermasalahkan perintah PN Jakarta Pusat dalam Putusan Selanya yang berisi:

(i)                 perintah kepada KPPU untuk menerima bukti baru jika merujuk pada Putusan Mahkamah Agung No. 01 K/KPPU/2004 serta tidak adanya pengaturan yang jelas dalam Perma No. 3/2005 mengenai boleh tidaknya penyerahan bukti baru pada saat pemeriksaan tambahan; dan

(ii)               perintah kepada KPPU untuk memeriksa Prof. Dr. Rudhi Prasetya, S.H. dengan alasan saksi ahli dimaksud telah pernah didengar kesaksiannya dalam forum Pemeriksaan Lanjutan sehingga dalam hal ini Prof. Dr. Rudhi Prasetya, S.H. Bukanlah ahli benar-benar baru dan sudah pernah ada dalam proses pemeriksaan di KPPU sebelumnya.

 

Namun, hal demikian tampaknya tidak perlu ada, mengingat sebagaimana telah dipaparkan di atas, Putusan MA pada kasus Pertamina di atas mengandung cacat materiil dan persoalan tentang bukti baru pun tidak perlu menjadi perdebatan yang tidak perlu mengingat pada prinsipnya sepanjang bukti baru sebagaimana diperintahkan oleh PN untuk diperiksa oleh KPPU dalam forum KPPU sebagai upaya memperjelas permasalahan dan hasilnya dituangkan dalam berkas perkara, maka bukti baru tersebut dapat dijadikan dasar memeriksa permohonan keberatan atas Putusan KPPU.

 

Apabila dievaluasi dan dikomparasikan penerapan Perma No. 3/2005 pada ketiga perkara di atas, dapat disimpulkan bahwa Putusan Sela PN Jakarta Pusat tentang Kasus Temasek yang paling memenuhi persyaratan formil dan materiil dilakukannya Pemeriksaan Tambahan dan substansi Putusan Sela itu sendiri memenuhi kaidah hukum penyelenggaraan Pemeriksaan Tambahan. Diharapkan pada masa-masa mendatang, dengan semakin seringnya Perma No. 3/2005 ini dimanfaatkan dan semakin mendalam pemahaman para penegak hukum akan materi UU Persaingan Usaha, Perma No. 3/2005 ini dapat lebih tepat diaplikasikan agar keadilan dapat lebih ditegakkan setidaknya bagi para pihak yang berperkara.

 

----

*) Penulis adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, dan pemerhati masalah Hukum Persaingan Usaha.

 

Selanjutnya, PN harus memberikan putusan dalam waktu 30 hari sejak dimulainya pemeriksaan. Dasar hukum bagi tata cara pengajuan keberatan atas Putusan KPPU ini adalah Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 3/2005 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan terhadap Keputusan KPPU.

 

Pemahaman Bukti Baru Berdasarkan Perma No. 3/2005

Jika diasumsikan bahwa pengajuan keberatan terhadap Putusan KPPU pada PN ini sebagai pengadilan banding, maka tahapan pemeriksaan keberatan atas Putusan KPPU ini merupakan kesempatan bagi Pemohon Keberatan untuk menyatakan bahwa ia tidak melakukan pelanggaran UU No. 5/1999 (UU Persaingan Usaha) sebagaimana ditetapkan KPPU dalam putusannya. Dalam rangka ini, Pemohon Keberatan memohon PN untuk menyelenggarakan Pemeriksaan Tambahan agar Putusan KPPU dan berkas perkara ditelaah lebih lanjut sehingga dapat disimpulkan Pemohon Keberatan tidak melakukan pelanggaran UU Persaingan Usaha.

 

Telaah lebih lanjut Putusan KPPU dan berkas perkara pada tahapan pemeriksaan keberatan ini secara literal menimbulkan permasalahan karena dapat diasumsikan bahwa Pemohon Keberatan tidak dapat mengajukan bukti-bukti baru yang lebih mendukung dan lebih menegaskan argumentasi Pemohon Keberatan bahwa ia tidak melakukan pelanggaran UU Persaingan Usaha.  Benarkah Pemohon Keberatan tidak dapat mengajukan bukti baru?

Halaman Selanjutnya:
Tags: