Kompolnas-Komnas HAM Telusuri Prosedur Pengamanan Demo
Tragedi UNAS

Kompolnas-Komnas HAM Telusuri Prosedur Pengamanan Demo

Kompolnas dan Komnas HAM berkolaborasi menyelidiki apakah ada perintah komando atau murni diskresi aparat di lapangan. Tragedi serupa juga terjadi di Mataram dan Semarang.

Oleh:
Nov/NNC
Bacaan 2 Menit
Kompolnas-Komnas HAM Telusuri Prosedur Pengamanan Demo
Hukumonline

 

Dihubungi terpisah, Anggota Komnas HAM Johny Nelson Simanjuntak mengatakan kasus kekerasan aparat terhadap mahasiswa tidak hanya terjadi di UNAS. Berdasarkan laporan Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), kasus serupa juga terjadi di beberapa daerah lain, seperti Mataram dan Semarang. Mereka merasa kinerja polisi dalam melaksanakan pengamanan terhadap mahasiswa yang berdemonstrasi sudah berbeda. Polisi bukan lagi melakukan pengamanan, tetapi malah menyerang, paparnya.

 

Menurut Johny, tragedi UNAS semestinya tidak terjadi karena seharusnya aparat melakukan pengamanan terhadap para demonstran, bukan malah melakukan pencegahan atau bahkan penyerangan. Apa benar cara mengamankan demonstrasi yang seperti ini? tanyanya. Ia juga menyayangkan tindakan aparat yang dinilai telah melampaui otoritas kampus. Sayang, Johny tidak bisa memberikan penilaian apakah mereka masuk kampus itu merupakan suatu pelanggaran atau bukan.

 

Idealnya memang kalau dalam lingkungan internal kampus kan ada rektorat yang bertanggung jawab. Jadi, harus ada koordinasi dulu dengan rektorat jika polisi mau masuk, ujar Johny. Faktanya, aparat sama sekali tidak koordinasi dan malah langsung masuk menyisir ratusan mahasiswa. Efek yang ditimbulkan malah huru-hara di internal kampus. Akibatnya, sejumlah properti kampus rusak dan beberapa mahasiswa luka-luka.

 

Pembelaan

Sikap Mabes POLRI sendiri sudah dapat ditebak, terkesan membela diri. Kapolri Sutanto mengaku tidak percaya jika anak buahnya melakukan pengrusakan dan penyerangan sebagaimana ramai diwartakan media. Polisi sudah dibekali Protap Pengendalian Masyarakat (Dalmas) tahun 2006, sehingga tidak mungkin polisi melakukan pengrusakan berbagai macam, kilahnya.

 

Senada, Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Jusuf Manggabarani berpendapat upaya represif yang dilakukan aparat sudah seimbang dengan tekanan yang mereka terima. Misalnya, saat berupaya membawa para demonstran yang mengamuk ke dalam kendaraan. Semakin dibiarkan akan semakin mengamuk, sehingga harus dilumpuhkan dulu. Kalau saja dia tidak mengamuk dan bilang 'saya siap dibawa ke mobil', kan selesai persoalan, ujarnya.

 

Soal penerobosan ke area kampus UNAS, justru menantang, sebutkan aturan mana yang tidak memperbolehkan polisi melakukan penanganan di kampus. Ia menegaskan jika dalam situasi kerusuhan semacam itu, maka polisi bisa masuk area kampus.

Peringatan 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional ternoda oleh peristiwa bentrokan antara mahasiswa dengan aparat Kepolisian. Kejadiannya berlangsung pada hari Sabtu pagi (24/5)  ketika sejumlah mahasiswa Universitas Nasional (UNAS) berdemonstrasi menentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Demonstrasi itu ternyata dianggap mengganggu ketertiban umum oleh aparat Kepolisian. Plus embel-embel dugaan penyalahgunaan narkoba, aparat kemudian menerobos ke dalam area kampus. Hasilnya, sekitar 34 mahasiswa terpaksa harus mendekam di tahanan Polres Jakarta Selatan.

 

Senin (26/5), mahasiswa UNAS bergerilya dari satu lembaga ke lembaga lainnya demi mengais dukungan. Beruntung, upaya mereka cukup menuai hasil. DPR berjanji akan membentuk Tim Pencari Fakta. Sementara, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) siap menggandeng Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengusut kasus ini. Fokus kerja sama kedua lembaga ini adalah menelusuri prosedur pengamanan demonstrasi.

 

Anggota Kompolnas Adnan Pandu Praja menjelaskan alasan Kompolnas berkolaborasi dengan Komnas HAM, karena keduanya walaupun memiliki wilayah kewenangan yang berbeda tetapi sangat dimungkinkan untuk bersinergi. Hanya saja, kolaborasi ini tidak harus melulu output-nya sama. Kami berada tetap di domain masing-masing, tinggal ditarik dimana sinerginya, tambahnya.

 

Tragedi UNAS, menurut Pandu, sarat dengan penyalahgunaan wewenang aparat yang dapat berakibat pada pelanggarah HAM. Untuk itu, Kapolri telah memberikan kesempatan kepada Kompolnas untuk melakukan penyelidikan dalam bentuk meminta keterangan atau klarifikasi pihak-pihak terkait, termasuk Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes POLRI. Apabila nanti kita melihat bahwa kerja Propam tidak sesuai dengan fakta yang berkembang, maka di situ lah otoritas kami, tukasnya lagi.

 

Kompolnas juga akan menelusuri kenapa aparat bisa sampai kebablasan. Oleh karenanya, penyelidikan Kompolnas akan mencermati Standard Operating Procedure (SOP) yang menjadi acuan aparat untuk melakukan pengamanan demonstrasi. Kompolnas ingin mengetahui apakah tindakan aparat didasarkan pada suatu instruksi atau murni diskresi mereka di lapangan. Kalau (memang) ini instruksi, maka institusinya yang harus bertanggung jawab, tegas Pandu. Hasil investigasi ini nantinya akan dijadikan referensi bagi Kompolnas untuk memberikan rekomendasi di level kebijakan makro demi perbaikan kinerja aparat.

Tags: