UU Ormas, Riwayatmu Kini
Berita

UU Ormas, Riwayatmu Kini

Ketika era reformasi bergulir, UU Ormas yang merupakan produk orde baru kembali dipersoalkan. Banyak yang menanyakan, relevansi UU tersebut dengan kondisi saat ini.

Oleh:
Ali/Sut
Bacaan 2 Menit
UU Ormas, Riwayatmu Kini
Hukumonline

Ery tak asal omong. Ia lantas menujukan risalah rapat yang membahas UU tersebut. Menurutnya, ada tiga pendekatan yang digunakan dalam membuat UU yang disahkan Presiden Soeharto tanggal 17 Juni 1985 ini. Pertama, pendekatan asas tunggal Pancasila. Ery mengatakan, pada 1980-an, Ormas Islam memang menjamur. "Pemerintah menilai Ormas-Ormas itu perlu ditertibkan," tuturnya. Lalu yang kedua, menyangkut usaha membasmi ideologi komunis. Dan ketiga, pengaruh doktrin wadah tunggal. "Pemerintah menginginkan agar setiap organisasi sejenis berada dalam satu pot," katanya.

Misalnya, kata dia, organisasi wartawan digabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), lalu Ormas kepemudaan dan kemahasiswaan berada di bawah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Prakteknya, doktrin wadah tunggal ini sudah mulai tergerus meski UU itu masih berlaku. Organisasi wartawan tumbuh menjamur, begitu pula dengan kepemudaan dan kemahasiswaannya. Walaupun sampai saat ini, KNPI masih mengklaim sebagai wadah tunggal.

Ketika era reformasi bergulir, produk orde baru ini kembali dipersoalkan. Banyak yang menanyakan, relevansi UU tersebut dengan kondisi saat ini. Makanya, revisi UU Ormas kembali menggema di Departemen Dalam Negeri (Depdagri).

Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Dirjen Kesbangpol) Depdagri Sudarsono Hardjosoekarto mengatakan, RUU Ormas sampai saat ini masih menunggu penjadwalan dari DPR. "Sudah masuk Prolegnas tapi belum dijadwalkan 2008 oleh Baleg (Badan Legislatif -red)," ujarnya kepada hukumonline, Senin (9/6).

Berbeda dengan Sudarsono, menurut Ery, Depdagri tak perlu repot-repot merevisi UU Ormas. "Cukup RUU Perkumpulan Badan Hukum dan UU Yayasan saja yang diterbitkan," ujarnya.

Perkembangan Ormas

Bila Ery dan Sudarsono berdebat mengenai teknis peraturan. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie punya teropong berbeda. Dalam kehidupan berdemokrasi, Jimly mengatakan ada tiga aspek yang memiliki porsi sama besar. Ketiga aspek itu adalah masyarakat madani (civil society), negara, dan pasar. "Oleh karenanya dalam melaksanakan demokrasi, kita harus melihat konfigurasi negara," jelasnya saat Pelantikan Pimpinan Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), bulan Maret 2008.

Seperti dilansir dalam situs mahkamahkonstitusi, Jimly menyoroti perkembangan kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia ini mengungkapkan, dalam sektor civil society, bangsa Indonesia merupakan negara yang paling banyak memiliki Ormas. "Di Saudi (Arab Saudi,-red) tidak ada Ormas. Begitu pun di Eropa, LSM baru ada setelah adanya revolusi Perancis dan revolusi industri di Inggris. Sehingga bisa dikatakan sejarah Ormas di Eropa datang belakangan setelah adanya organisasi negara," paparnya.

Akan tetapi sebaliknya, di Indonesia organisasi negara dibuat berdasarkan Ormas. "Hal ini ditandai dengan adanya Ormas yang dibentuk sebelum negara ini terbentuk. Misalnya, organisasi Boedi Oetomo dan pendahulunya, Sarekat Islam," tambahnya.

Namun, dalam sejarah perkembangan Ormas setelah kemerdekaan, Jimly menganggap sebagian besar Ormas tersebut 'dinegarakan'. Menurutnya, Ormas pada masa orde lama dimiliki negara yang segala sesuatunya diatur oleh negara. "Begitu pula pada zaman orde baru, Ormas merupakan perpanjangan tangan dari negara. Jadi banyak Ormas yang 'menyusu' pada negara," jelasnya.

Dalam era reformasi ini, Jimly mengharapkan harus ada pemisahan yang jelas antara negara dan masyarakat madani. Jimly mengatakan dalam jangka pendek hal ini akan menimbulkan masalah bagi Ormas dan LSM. Karena mereka tak dapat lagi menggantungkan hidup organisasi kepada bantuan negara. Namun jika ditilik pada kehidupan Ormas jangka panjang, hal ini akan menimbulkan kemandirian pada Ormas dan LSM tersebut. "Demokrasi tidak akan jalan dengan sempurna kalau ketiga unsur tersebut tak kuat," pungkasnya sebelum menutup orasi ilmiahnya.

Dari penjelasan Jimly ini, terkesan belum tak ada pembedaan Lembaga Swadata Masyarakat (LSM) dengan Ormas. Pandangan di masyarakat pun beragam. Ada yang beranggapan LSM termasuk ke dalam Ormas, ada juga yang berpendapat LSM dan Ormas merupakan dua makhluk yang berbeda.

Berangkat dari permasalahan tersebut, hukumonline dalam beberapa edisi ke depan, akan mengulas Ormas secara umum, mulai dari sejarah, pengaturan, hingga bentuk-bentuknya, termasuk pendanaan (funding) suatu Ormas.

Tak dapat dipungkiri, kemerdekaan Rupublik ini tak lepas dari peran organisasi kemasyarakatan (Ormas). Sejarah mencatat, kehadiran sejumlah Ormas pra kemerdekaan secara langsung ikut berperan dalam mengusir penjajah di bumi pertiwi ini. Sebut saja, organisasi pergerakan Boedi Oetomo. Ada yang mengatakan Boedi Oetomo sebagai Ormas tertua di Indonesia. Organisasi yang mencuat tanggal 20 Mei 1908 itu disebut-sebut sebagai garda depan dalam kebangkitan nasional. Memang, sempat ada perdebatan mengenai sejarah kebangkitan nasional. Kelompok pergerakan Islam mengklaim, Serikat Islam yang berdiri tanggal 16 Oktober 1905, dianggap pantas disebut sebagai dasar kebangkitan nasional.

Di sisi lain, pengaturan Ormas di Indonesia bisa dikatakan tak banyak berubah. Dimulai dengan dikeluarkannya Stb. 1870-64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum. Peraturan yang berisi 11 pasal ini bertahan cukup lama hingga 1985. Pada tahun tersebut lahirlah Undang-Undang No 8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas).

Dalam Pasal 1 UU No 8/1985 tentang Ormas disebutkan, Ormas adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berpranserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Eryanto Nugroho menceritakan proses kelahiran UU tersebut. Kala itu, kata Ery -sapaan akrab Eryanto- proses pembentukan UU itu lebih kepada faktor politis ketimbang sudut hukum. "UU Ormas itu makhluk politis," ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: