Penuntut Umum atau Jaksa Penuntut Umum?
Utama

Penuntut Umum atau Jaksa Penuntut Umum?

Dua term itu berbeda arti. KUHAP menyebut seorang penuntut umum. Jaksa adalah jabatan. Penuntut umum bukan jabatan, melainkan hanya kewenangan fungsional yang diberikan oleh UU. Namun, ada UU lain yang punya istilah Jaksa Penuntut Umum.

Oleh:
NNC
Bacaan 2 Menit
Penuntut Umum atau Jaksa Penuntut Umum?
Hukumonline

 

Kesalahan Redaksional dalam Surat Dakwaan

Halaman 1, tanggal lahir semula tertulis 55 tahun diubah jadi 57 tahun. Semula tertulis kelahiran 1952 diganti menjadi 1951.

Halaman 10, semula ditulis (satu miliar empat ratus duapuluh lima ribu rupiah) diganti menjadi (satu miliar empat ratus duapuluh juta rupiah).

Halaman 11 baris ke-19 dan ke 22, semula ditulis (seratus empat puluh lima rupiah) diganti menjadi (seratus empat puluh juta rupiah), dan pada kalimat (dua ratus tujuh puluh tiga rupiah) diperbaiki menjadi (dua ratus tujuh puluh tiga juta rupiah).

Halaman 22 semula tertulis (satu miliar empat ratus duapuluh lima ribu rupiah) diperbaiki menjadi (satu miliar empat ratus duapuluh lima juta rupiah).

Halaman 24, semula ditulis (seratus empat puluh lima rupiah) diperbaiki menjadi (seratus empat puluh lima juta rupiah). Semula tertulis (dua ratus tujuh puluh tiga rupiah) diperbaiki menjadi (dua ratus tujuh puluh tiga juta rupiah). Semula tertulis (sembilan puluh juta juta empat ratus lima puluh rupiah) diperbaiki menjadi (sembilan puluh juta empat ratus lima puluh ribu rupiah).

 

Dengan dalih-dalih itu, tim penasihat hukum berpendapat, penulisan jaksa penuntut umum dalam surat dakwaan itu termasuk dalam kategori surat dakwaan yang tidak cermat seperti dalam Pasal 143 (2) KUHAP. Banyak ketidakcermatan penuntut umum di situ. Paling fatal adalah banyaknya kesalahan penulisan dalam surat dakwaan, terang Arifin. Redaksional banyak yang salah. Bahkan tanggal lahir terdakwa saja salah tulis. Ini dakwaan yang tidak cermat. Dakwaan ini harusnya bisa batal demi hukum.

Dihubungi terpisah, Zairida, Penuntut Umum dalam perkara itu, belum mau menanggapi lantaran sedang berkabung. Saya sedang di rumah duka, mohon maaf, ujarnya lewat saluran telepon, Rabu (11/6) malam.

Kronologis

Eddy Sofyan mulai diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhir Mei lalu. Pengamat sepak bola itu didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus jual-beli utang jangka menengah (medium term note/MTN) dengan PT Jamsostek (persero).

Kasus bermula dari penandatanganan perjanjian jual-beli MTN pada 26 Juli 2001. Saat itu Direktur Utama Jamsostek Ahmad Djunaidi dan Direktur Investasi Jamsostek Andy Rahman Alamsjah menyetujui pinjaman yang diajukan Eddy sebesar Rp 33,2 miliar. Sebelumnya, pada April 2006, Djunaidi dan Andy Rahman telah divonis delapan tahun penjara dalam kasus korupsi ini.

Sedianya pinjaman itu akan digunakan untuk pengadaan dan pengoperasian 60 unit bus Patas AC. Dalam temuan Penuntut Umum Zairida, diketahui dana itu tidak dipergunakan sesuai dengan permohonan pinjaman.

Dalam dakwaan disebutkan,  sebagian dana tersebut justru digunakan untuk memperkaya terdakwa dan orang lain, antara lain membayar utang pribadi Rp 240 juta, membeli tanah dan rumah di Lebak Bulus-Jakarta Selatan senilai Rp 604 juta, membeli lima unit mobil sejumlah Rp 1,035 miliar, ditransfer kepada Walter Sigalingging —staf PT Jamsostek— Rp 25 juta, serta ditansfer untuk Habil Marati Rp 1,425 miliar.

Menurut hasil penyidikan, dana itu juga digunakan untuk membeli 40 unit rangka bus merek Nissan, pembayaran kontribusi dan sewa depo kepada PPD, membayar utang pribadi ke Bank Mandiri dan membiayai ibadah haji keluarga.

Walhasil, PT Volgren tak bisa membayar utangnya. Rumah Eddy Sofyan  disita. Eddy kemudian  ditetapkan sebagai tersangka pada 20 Mei 2005. Kerugian negara yang diakibatkan dari perbuatan ini, menurut Tim Penuntut Umum, mencapai Rp 33,2 miliar.

"Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara," kata jaksa Zairida saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Usai sidang pembacaan gugatan, Eddy mengatakan perjanjiannya dengan Jamsostek murni masalah bisnis. Dia berujar, tindakan itu dilakukan untuk membantu  Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD) yang tengah dikecamuk persoalan. Atas perbuatannya itu, ia mengaku sudah ada jaminan harta pribadinya atas perjanjian utang tersebut

 

Seorang penuntut umum

Dihubungi terpisah, dosen pidana dan acara pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda setuju dengan tim penasihat hukum Eddy. Penggabungan kata menjadi jaksa penuntut umum itu sebenarnya tidak tepat. Jaksa, ujar Chairul, adalah sebutan jabatan. Sedangkan penuntut umum hanyalah sebutan untuk seseorang yang diberi kewenangan untuk melakukan penuntutan di muka hakim. Sifatnya hanya fungsional saja.

Jaksa adalah jabatan yang diatributi kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan juga pelaksanaan putusan pengadilan (eksekusi). Sedangkan penuntut umum hanya sebuah fungsi yang melekat pada jaksa.

Mengacu KUHAP, jelas Chairul, penuntut umum dan jaksa memiliki fungsi dan tugas yang berbeda. Secara prinsipil keduanya berbeda, ujarnya. Redaksional dalam KUHAP, lanjut Chairul, juga menyebutnya kata 'penuntut umum' saja.

Bahkan KUHAP menyebut seorang penuntut umum. Jadi sebenarnya penuntut umum itu haya satu orang. Yang boleh menjadi penuntut umum di muka hakim itu hanya satu orang. Lainnya sebagai anggota tim, ujarnya. Dengan begitu, di depan hakim, yang berhak memakai toga dan bertindak selaku penuntut umum, urai Chairul, hanya satu orang saja. Sebab, di persidangan, hal tersebut berhubungan dengan hak interupsi dan menyampaikan keberatan.

UU lain belum konsisten

Soal penyebutan jaksa dan penuntut umum, Chairul menilai KUHAP tergolong konsisten. Lain halnya dengan Undang-undang lain. Beberapa menyebut Jaksa Penuntut Umum atau JPU. Misalnya di UU KPK. Itu menyebut Jaksa Penuntut Umum. Jadi memang penggunaan kata penuntut umum itu belum konsisten, urainya. Hal itu juga dianggap lazim dalam praktek. Sehingga alasan penulisan yang keliru itu tidak juga bisa dipakai sebagai alasan menyatakan surat dakwaan itu tidak cermat dan mesti batal demi hukum.

Lain halnya kesalahan penulisan identitas terdakwa. Seperti salah menuliskan tanggal lahir, misalnya. Menurut Chairul, kekeliruan semacam itu merupakan hal yang substansial, sehingga bisa dijadikan alasan untuk menyatakan surat dakwaan tersebut tidak cermat. 

Istilah Jaksa Penuntut Umum pada sebuah surat dakwaan jadi sebuah masalah yang cukup ribet. Dalam perkara dugaan korupsi yang didakwakan pada Direktur Utama PT Volgren Indonesia Eddy Soyan, Tim Penasihat Hukum Eddy mempersoalkan penyebutan kelompok kata Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mereka beranggapan, istilah jaksa dan penuntut umum tidak bisa dicampuradukkan. Jaksa terpisah dari penuntut umum. Keduanya, masing-masing punya atribut tersendiri.

Kedua istilah itu, menurut anggota tim penasihat hukum Eddy, M Arifin Daulay, adalah dua hal yang berbeda. Ada perbedaan fungsi, tugas dan wewenang. Ini berarti tidak boleh dicampur aduk. Ia berpijak pada Undang-Undang Kejaksaan (UU 16/2004) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (UU 8/1981). Kedua aturan menguraikan dengan jelas apa perbedaan makna jaksa dan penuntut umum, ujarnya.

Penuntut umum, terang Arifin, dengan mengacu KUHAP, adalah jaksa yang diberi wewenang untuk  membuat surat dakwaan, menghadiri persidangan dan melakukan penuntutan dalam perkara pidana. Selain melakukan penuntutan, Penuntut Umum menurut KUHAP bisa melaksanakan penetapan hakim.

Sedangkan jaksa, lanjut Arifin, jika merunut pada KUHAP dan UU Kejaksaan bertugas untuk melakukan  penyidikan dan sebagai pelaksana putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dalam perkara pidana. Tim Penasihat Eddy mengacu pada istilah-istilah dalam Pasal 17 (4), Pasal 36 (1) UU Kejaksaan, dan Pasal 143 (2) KUHAP.

Menengok lebih jauh pada KUHAP, Tim Penasihat Hukum Eddy menemukan, istilah jaksa disebut sebanyak tiga kali. Selebihnya, KUHAP menyebut isitlah penuntut sebanyak kurang lebih 41 kali. Dengan demikian, pembentuk UU kan sudah jelas hendak memisahkan istilah Jaksa dan Penuntut Umum, jelasnya.

Tags: