Organisasi Profesi Advokat Ideal di Waktu Mendatang
Oleh: DR. Frans H. Winarta *)

Organisasi Profesi Advokat Ideal di Waktu Mendatang

Sudah sepuluh tahun era reformasi dijalankan, namun penegakan hukum tidak kunjung beres. Mengapa?

Bacaan 2 Menit
Organisasi Profesi Advokat Ideal di Waktu Mendatang
Hukumonline

 

Tugas mulia sebagai officium nobile dimentahkan oleh kepentingan uang dan gengsi. Dalam keadaan seperti ini, sulit melahirkan inisiatif pemberantasan korupsi dari pihak advokat, apalagi masalah organisasi tidak kunjung selesai. Egosentris lebih ditonjolkan ketimbang tugas officium nobile. Jarang kita dengar suara lantang organisasi advokat ketika ada perdebatan amandemen UUD 1945, Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial berseteru tentang pengawasan hakim agung, perseteruan KPK dan Mahkamah Agung RI dengan ditemukannya satu kardus uang di gedung Mahkamah Agung RI, dugaan korupsi di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang alat sidik jari, tentang tertangkapnya UTG yang diduga bertemu advokat di sebuah tempat dan seterusnya.

 

Padahal dari profesi advokat inilah yang paling banyak diharapkan mengingat karakteristiknya sebagai lembaga yang independen dan imparsial bebas dari pengaruh politik baik dari kekuasaan eksekutif maupun legislatif.

 

Organisasi Advokat yang Independen dan Imparsial

Salah satu ciri dari independensi dan imparsialitas organisasi advokat adalah pembentukan jajaran pengurusnya melalui pemilihan oleh para anggota organisasi advokat secara bebas dan terbuka sehingga tercipta organisasi profesi yang self governing, dimana keuangannya (kas) harus diisi dari pungutan iuran anggota dan tidak boleh diperoleh dari luar yang bersifat mengikat. Pemilihan pengurusannya tidak boleh dicampuri apalagi didikte oleh lembaga eksekutif, legislatif atau yudikatif.

 

Sebaiknya ke depan kita merujuk aturan main pemilihan pengurus organisasi advokat yaitu kepada ketentuan IBA Standard For The Independence of The Legal Profession dan United Nations Convention: Basic Principles on The Role of Lawyers. Dari kutipan di bawah ini dapat disimpulkan bahwa pemilihan pengurus organisasi advokat adalah mutlak diperlukan untuk menjamin independensi dan imparsialitas organisasi profesi advokat (self governing).

 

Pasal 17 IBA Standard For The Independende of The Legal Profession menyatakan penunjukan pengurus organisasi profesi advokat harus dilakukan melalui suatu pemilihan oleh para anggotanya secara bebas (freely elected by all the members without interference of any kind by any other body or person) dan tidak boleh ada campur tangan dari luar, sehingga organisasi profesi itu bisa dianggap sebagai independen karena menganut prinsip self-governing:

 

There shall be established in each jurisdiction one or more independent self  governing associations of lawyers recognized in law, whose council or other executive body shall be freely elected by all the members without interference of any kind by any other body or person. This shall be without prejudice to their right to form or join in addition other professional associations of lawyers and jurists.

 

Sedangkan Poin 24 United Nations Convention: Basic Principles on The Role of Lawyers menyatakan:

 

Lawyers shall be entitled to form and join self-governing professional association to represent their interests, promote their continuing education and training and protect their professional integrity. The executive body of the professional association shall be elected by its members and shall exercise its function without external interference

 

Dari kedua kutipan sumber hukum internasional itu sudah jelas jaminan independensi dan imparsialitas organisasi profesi advokat hanya dapat diperoleh dari pemilihan jajaran pengurusnya secara bebas, jujur, independen dan imparsial. Di kemudian hari  tidak ada lagi jual beli suara, intervensi dari luar baik secara langsung maupun tidak langsung dari cabang kekuasaan negara manapun, donasi mengikat yang dapat menyebabkan organisasi advokat tidak independen dan imparsial, hubungan patronage dengan lembaga negara dan seterusnya.

 

Diharapkan di waktu mendatang organisasi advokat dapat berfungsi sebagai bar association yang dapat aktif memberikan kontribusi kepada reformasi hukum nasional, aktif membela kepentingan publik, berbicara di publik untuk kepentingan masyarakat, mengawal konstitusi, berpartisipasi dalam debat publik tentang negara hukum, hak asasi manusia, penegakan hukum dan legislasi. Juga diharapkan dapat bersikap tegas terhadap malpraktek, penanggulangan judicial corruption, mempunyai sikap terhadap pelanggaran kode etik profesi advokat dan mengambil sikap terhadap masalah conflict of interest yang rawan terjadi dalam pekerjaan advokat sehari-hari. Pendek kata organisasi advokat harus berdiri di depan dalam agenda reformasi hukum nasional. Semua kualitas yang disebutkan tadi adalah dalam rangka perlindungan bagi masyarakat.

 

 

--------

*) Jakarta, 20 Juni 2008. Penulis adalah Advokat dan Dosen di Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan

Pada dasarnya institusi-institusi demokrasi seperti parlemen, birokrasi, lembaga peradilan, lembaga penegak hukum dan profesi advokat sudah terlanjur terjangkit budaya korupsi, sejak krisis monoter menimpa Asia Tenggara tahun 1997. Indonesia termasuk negara yang dilanda krisis tersebut dan berkepanjangan. Krisis moneter ini telah mengakibatkan krisis yang lebih luas yaitu ke tahap krisis multi dimensi.

 

Dalam kondisi seperti itu lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan profesi advokat sangat dibutuhkan untuk menghukum dan menuntut para pelaku bisnis dan koruptor yang bermain-main dengan uang negara. Tetapi apa yang terjadi adalah kebalikannya, hukum sulit ditegakkan karena lembaga-lembaga penegak hukum sudah terlanjur dilanda judicial corruption atau dalam istilah populer sehari-hari dikatakan telah dilanda mafia peradilan. Lihat saja selama 10 tahun persoalan BLBI tidak kunjung selesai dan dengan peristiwa ditangkapnya UTG, sebagai salah satu Tim Jaksa BLBI, dan AS jelas menunjukkan betapa rapuhnya penegakan hukum di Indonesia.

 

Reformasi Lembaga-Lembaga Penegak Hukum

Ketika hampir semua lembaga-lembaga penegak hukum berbenah diri mengadakan perubahan internal, dalam rangka memenuhi agenda reformasi, lembaga advokat malah diam seribu bahasa. UU Advokat  yang semula diharapkan dapat menanggulangi kemelut dan tidak berdayanya organisasi advokat atas segala praktek judicial corruption dan pelanggaran kode etik profesi advokat, praktis tidak ada gebrakan berarti dari organisasi advokat untuk menghadapi mafia peradilan.

 

Tidak terdengar suara lantang dari organisasi advokat. Kalau pun ada suara, datangnya dari individu-individu advokat dan bukan dari organisasi advokat yang tujuannya menegakkan rule of law, hak asasi manusia, mengawal konstitusi dan membuka kepentingan masyarakat. Yang marak adalah membela klien atau membela yang membayar sampai-sampai ada plesetan maju terus membela yang bayar.

Tags: