Akibat 'Kekosongan Hukum', Class Action terhadap Temasek dkk Menjamur
Utama

Akibat 'Kekosongan Hukum', Class Action terhadap Temasek dkk Menjamur

Peraturan perundang-undangan dianggap belum menjangkau mengenai penggabungan (konsolidasi) perkara class action yang diajukan kepada pihak yang sama di pengadilan yang berbeda.

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit
Akibat 'Kekosongan Hukum', Class Action terhadap Temasek dkk Menjamur
Hukumonline

 

Gugatan beregister 111/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Pst ini diajukan oleh sembilan orang yang masing-masing sebagai pengguna Kartu As,  Simpati, Mentari, IM3, Matrix, Kartu Halo, XL Explore, XL Bebas dan XL Jempol. Mereka semua bertindak sebagai wakil kelas dari seluruh Indonesia yang menggunakan jasa para operator seluler tersebut.

 

Para penggugat melalui kuasa hukumnya, Dwi Mardianto, mendasarkan gugatannya pada pertimbangan putusan KPPU yang menyatakan adanya kerugian konsumen akibat penerapan tarif secara eksesif. Saat itu, KPPU menaksir kerugian konsumen pada kurun 2003-2006 berkisar Rp14,764 triliun hingga Rp30,808 triliun. Oleh karenanya, di dalam petitum, para penggugat menuntut ganti rugi berdasarkan kerugian maksimum, yaitu sebesar Rp30,808 triliun.

 

Persidangan perdana perkara ini digelar Senin dua pekan lalu (14/7) oleh hakim yang dipimpin Reno Listowo. Saat itu, tidak ada satu pun para tergugat maupun kuasa hukumnya yang datang ke persidangan. Dalam kesempatan yang sama, Reno memberikan informasi bahwa kuasa hukum penggugat di PN Tangerang sudah melayangkan surat kepada Ketua PN Jakarta Pusat yang memberi tahu perihal perkara di PN Tangerang.

 

Intinya surat ini memberitahukan bahwa di saat bersamaan, PN Tangerang sedang menangani perkara serupa dengan pihak tergugat yang sama pula. Ada duplikasi gugatan lah, sehingga pengirim surat ini meminta agar perkara ini digabungkan saja. Karenanya, dalam persidangan selanjutnya, saya minta agar para pihak memberi tanggapan atas surat ini, ujar Reno saat itu.

 

Minta digugurkan

Dalam persidangan kedua, Senin (28/7), kursi kuasa hukum tergugat tidak lagi melompong. Di situ hadir kuasa hukum Indosat, Telkomsel dan Telkom. Sementara tergugat lainnya tak juga mengirimkan kuasa hukumnya. Reno pun mengambil sikap. Karena para pihak sudah dipanggil secara patut, kita teruskan perkara ini tanpa hadirnya tergugat yang lain, cetus Reno.

 

Namun dengan pertimbangan bahwa perkara ini serupa dengan perkara yang sedang berjalan di PN Tangerang, Reno meminta tanggapan para pihak mengenai kemungkinan penggabungan perkara (konsolidasi). Sejurus kemudian, Dwi Mardianto pun menyerahkan tanggapan tertulisnya atas surat permohonan dari penggabungan perkara dari kuasa hukum pengggugat di PN Tangerang.

 

Di luar persidangan, Dwi menjelaskan tanggapan tertulisnya. Menurutnya, gugatan kliennya berbeda dengan gugatan di PN Tangerang. Kalau disimak surat kuasa penggugat di PN Tangerang, ternyata mereka hanya mewakili kelompok masyarakat di Tangerang saja. Tapi kalau gugatan kami mewakili seluruh kelompok di seluruh Indonesia. Karena kelompoknya berbeda, tentu kepentingannya juga berbeda, tandasnya.

 

Sebaliknya, mengaku belum mengetahui perihal surat permohonan itu, kuasa hukum para tergugat akhirnya tidak memberikan tanggapan tertulis. Mereka hanya menanggapi secara lisan.

 

Haykel Widiasmoko, kuasa hukum Indosat dari Kantor Hukum A. Hakim G. Nusantara, Harman & Partner, di persidangan mengungkapkan bahwa pada prinsipnya ia tidak keberatan untuk konsolidasi perkara. Meski begitu, ia berharap agar Mahkamah Agung (MA) lah yang menentukan PN mana yang berwenang untuk menyidangkan perkara ini.

 

Pada saat class action di PN Tangerang didaftarkan, sebenarnya kami sudah meminta fatwa kepada MA untuk menentukan apakah PN Bekasi atau PN Tangerang yang berwenang. Tapi sampai kemudian muncul gugatan di PN Jakarta Pusat ini, MA belum meresponnya, ungkap Haykel di luar persidangan.

 

Pendapat berbeda dilontarkan M. Sadly Hasibuan, kuasa hukum Telkomsel dari Kantor Hukum Adnan Buyung Nasution & Partner. Ia keberatan untuk menanggapi surat permohonan kuasa hukum penggugat di PN Tangerang. Karena dia bukan pihak dalam perkara ini di sini, jelasnya. Kendati begitu, dengan dalil bahwa masalah penggabungan perkara class action belum jelas diatur, ia meminta agar perkara di PN Jakarta Pusat digugurkan saja. Senada dengan Sadly, kuasa hukum Telkom juga meminta perkara di PN Jakarta Pusat ini digugurkan.

 

Belum diakomodirnya konsolidasi perkara class action seperti ini di dalam peraturan perundang-undangan dibenarkan Yoni A. Setyono. Pengajar Hukum Acara Perdata Universitas Indonesia itu menyatakan bahwa Perma No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok belum menjangkau hal itu.

 

Selain itu, lanjut Yoni, perbedaan antara hukum acara perdata di dalam HIR dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengenai kompetensi pengadilan mengadili, menambah pelik perkara ini. HIR menyatakan bahwa gugatan dilayangkan ke domisili tergugat. Sementara UU Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa pengadilan tempat konsumen berdomisili yang berwenang untuk mengadili perkara konsumen.

 

Pengamat ekonomi CSIS, Udin Silalahi sempat menyesalkan maraknya gugatan konsumen terhadap Temasek dkk ini. Ia menyarankan agar gugatan itu sebaiknya ditunda hingga putusan KPPU yang menghukum Temasek dkk sudah berkekuatan hukum tetap.

 

Masalah konsolidasi perkara sebenarnya bukan hal baru. Hukum acara perdata membolehkan penggabungan beberapa perkara. Selain itu, Perma No. 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU, dibuat MA salah satunya untuk mengatur hal serupa.  Kita lihat saja perkembangannya, apakah MA akan menerbitkan Perma baru untuk masalah konsolidasi perkara class action yang diajukan serentak di beberapa pengadilan?

'Pekerjaan Rumah' bagi Temasek Holding Pte Ltd dkk, kembali bertambah. Setelah dihukum melalui 'vonis garang' dan harus berjibaku dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, perusahaan asal negeri Singapura ini mesti menghadapi satu per satu gugatan perwakilan kelompok (class action) dari konsumen pelanggan telepon seluler di Indonesia.

 

Ihwal class action terhadap Temasek dkk diawali oleh enam orang warga Bekasi yang mengaku konsumen Telkomsel dan Indosat. Namun belakangan, gugatan di PN Bekasi itu dicabut. Selain di Bekasi, class action ternyata juga didaftarkan di PN Tangerang.

 

Pihak yang digugat dan materi gugatan antara class action di PN Bekasi dan PN Tangerang serupa. Hal yang membedakan hanya keterwakilan kelompok penggugat. Jika di PN Bekasi penggugat hanya mewakili kelompok pengguna telepon seluler di Bekasi, maka PN Tangerang menyidangkan perkara di mana penggugat mengaku mewakili kelompok pengguna telepon seluler di seluruh Indonesia.

 

Di saat majelis hakim PN Tangerang sedang menyidangkan perkara class action ini, sekonyong-konyong muncul lagi gugatan serupa pada April 2008 lalu. Kali ini dialamatkan ke Kepaniteraan PN Jakarta Pusat. Pihak yang digugat masih sama, yaitu Temasek c.s ditambah dengan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom).

Tags: